Alasan Kemanusiaan, Jokowi Ingin Ba'asyir Jadi Tahanan Rumah

Pakar terorisme menyarankan mekanisme tahanan rumah Ba’asyir tidak mengesampingkan keberadaannya sebagai tokoh propaganda.
Arie Firdaus
2018.03.01
Jakarta
180301_ID_Baasyir_1000.jpg Terpidana terorisme Abu Bakar Ba’asyir tersenyum ketika menghadiri sidang Peninjauan Kembali di Pengadilan Negeri Cilacap, Jawa Tengah, 9 Februari 2016.
Eko Widianto/BeritaBenar

Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengungkapkan bahwa Presiden Joko "Jokowi" Widodo menginginkan agar terpidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir dialihkan menjadi tahanan rumah.

"Ini idenya Beliau (Presiden). Beliau, kan, alasannya kemanusiaan. Memperhatikan Bapak (Ba'asyir) yang sudah tua," kata Ryamizard kepada wartawan seusai menemui Jokowi di Istana Negara Jakarta, Kamis, 1 Maret 2018.

"Sakit-sakitan. Kakinya bengkak. Kalau ada apa-apa, apa kata dunia? Kata Presiden, coba kalau kita yang dibegitukan, bagaimana? Makanya dipindah.”

Ba'asyir, 79 tahun, kini sedang menjalani masa hukuman 15 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Hukuman ini dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011, setelah setahun sebelumnya ia diputuskan terbukti merencanakan dan mendanai pelatihan bersenjata di Aceh yang dilakukan oleh Jemaah Islamiyah (JI), kelompok yang berada dibalik sejumlah aksi teror di Indonesia termasuk serangan Bom Bali I tahun 2002 yang menewaskan 202 orang.

Ryamizard belum dapat memastikan kapan pemindahan Ba'asyir ke kediamannya di Sukoharjo, Jawa Tengah, akan dilakukan.

Menhan menyerahkannya kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) serta kepolisian.

"Saya penyambung saja, Yang lain urusan polisi dan Kemenkum HAM," ujarnya.

Ryamizard juga sempat menemui keluarga Ba'asyir di Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki di Sukoharjo, Selasa, 27 Februari 2018. Dalam kesempatan itu, dia dikabarkan sempat menanyakan kondisi terakhir Ba'asyir.

Mengenai rencana Presiden Jokowi tersebut, Abdul Rohim Ba'asyir, putra Abu Bakar Ba'asyir menanggapi positif.

"Kalau bisa memang di rumah, karena sudah tidak layak dipenjara. Beliau butuh perawatan yang intensif," kata Abdul kepada BeritaBenar.

"Bukan perawatan jangka pendek yang sebentar dirawat di rumah sakit, lalu kembali ke penjara."

Juru bicara Mabes Polri, Brigadir Jenderal Muhammad Iqbal masih enggan berkomentar terkait teknis pemindahan Ba'asyir menjadi tahanan rumah.

Hal yang sama juga diperlihatkan oleh juru bicara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Ade Kusmanto, ketika dihubungi.

Enggan memohon grasi

Ba'asyir dilarikan untuk dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Kamis pagi, setelah mengalami pembengkakan di kedua kaki, dipicu penyempitan pembuluh darah.

Ini adalah perawatan keempat Ba'asyir sejak hukuman 15 tahun penjaranya diputuskan tahun 2011. Dia terakhir kali dirawat di rumah sakit yang sama pada November tahun lalu.

Menurut seorang pendamping di rumah sakit yang bernama Hasyim, Ba'asyir sempat diambil darah dan menjalani pemeriksaan jantung.

"Diizinkan pulang. Jadi akan kembali ke LP Gunung Sindur," kata Hasyim saat dihubungi. "Pekan depan kembali dicek di sini (RS Cipto Mangunkusumo)."

Desakan supaya Ba'asyir mendapatkan perawatan sebelumnya disuarakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin yang menyatakan kondisi pendiri kelompok Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) itu sakit-sakitan.

Tak hanya itu, Ma'ruf bahkan juga meminta Presiden Jokowi mempertimbangkan grasi atau pengampunan terhadap Ba'asyir.

"Diberikan semacam grasi kalau bisa. Itu terserah Presiden," kata Ma'ruf, dikutip dari CNN Indonesia.

Terkait permintaan Ma'ruf tersebut, Presiden Jokowi menjawab diplomatis.

"Sampai saat ini belum ada yang masuk (permohonan grasi) kepada saya,” ujarnya kepada wartawan.

Merujuk UU Nomor 22 Tahun 2002, grasi diberikan presiden setelah mendapat permohonan dari terpidana dan keluarga terpidana.

Achmad Michdan selaku kuasa hukum Ba'asyir mengatakan, kliennya dan keluarga sampai saat ini tidak mempertimbangkan opsi pengajuan grasi kepada pemerintah.

Ba'syir menilai, dengan mengajukan grasi berarti seseorang mendapat pengampunan karena telah mengakui kesalahan. Hal inilah yang tidak diakui Ba'asyir.

"Beliau menyampaikan, kalau PK (peninjauan kembali) sudah putus, sudah, tidak usah mengajukan upaya lain," kata Michdan, menyinggung PK yang ditolak Mahkamah Agung pada Juli 2016.

Pernyataan ini dikuatkan anak Ba'asyir, Abdul Rohim.

"Sejak awal, Bapak kan tidak menerima vonis terhadap dirinya," tutur Abdul.

Ba’asyir selalu membantah keterlibatannya dalam aksi terorisme. Saat diputuskan pengadilan dirinya terlibat dalam pelatihan militer JI di Aceh, ia juga menolak dengan alasan putusan itu didasarkan pada penguasa kafir dan bukan atas dasar Syariah Islam, seperti dilansir di AP.

Tokoh propaganda

Pengamat terorisme dari Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR), Adhe Bhakti, mengatakan wacana tahanan rumah terhadap Ba’asyir terhitung masuk akal dalam konteks kemanusiaan.

Namun, ia berharap teknis pelaksanaannya tetap mempertimbangkan posisi Ba'asyir sebagai tokoh propaganda, meskipun Adhe menilai Ba'asyir tak lagi terafiliasi dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

"Walaupun di rumah, misalnya, Abu Bakar Ba'asyir tetap dibatasi dalam bertemu jemaahnya," kata Adhe.

"Jika merujuk afiliasi saat ini, Abu Bakar Ba'asyir bisa dibilang tidak berbahaya. Dirinya juga sudah berseberangan dengan Aman Abdurrahman, puncaknya saat melakukan PK beberapa waktu lalu."

Aman adalah pentolan ISIS Indonesia yang kini tengah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas keterlibatan dalam sejumlah aksi teror di Indonesia sepanjang 2016-2017.

Ba'asyir pernah divonis sembilan tahun penjara setelah dinilai menghasut orang-orang untuk menolak Pancasila pada 1982. Namun saat mengajukan kasasi, ia melarikan diri ke Malaysia.

Pada 2002, eksekusi terhadap hukuman lama itu diputus, tetapi belakangan digugurkan Mahkamah Agung.

Berselang dua tahun, Ba'asyir dijerat kasus lain yakni keterlibatan dalam pemufakatan jahat serangkaian serangan bom di Bali 2002 dan bom Hotel J.W. Marriot. Ia dihukum 2,6 tahun penjara.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.