Komandan Abu Sayyaf Tewas dalam Bentrokan di Filipina

Pimpinan militer Filipina mengatakan Alhabsy Misaya adalah salah seorang penculik yang paling berbahaya di Filipina selatan.
Staf BeritaBenar
2017.04.30
Cotabato, Filipina
170429_PH_ASG_10001.jpg Tentara Filipina menembakkan meriam ke arah lokasi yang dikuasai militan Abu Sayyaf di Jolo, Provinsi Sulu, 30 Agustus 2016.
AFP

Pasukan bersenjata Filipina mengatakan pada hari Sabtu bahwa mereka telah menewaskan seorang "sub-komandan" Abu Sayyaf yang berbahaya yang dicari karena sejumlah penculikan terhadap orang Malaysia dan orang Indonesia serta atas serangan bom tahun 2002 yang menyebabkan tewasnya seorang tentara AS.

Alhabsy Misaya tewas pada hari Jumat di tangan tentara yang menjelajahi hutan Jolo yang lebat, di ujung selatan Filipina, demikian kata militer.

Seorang anggota Satuan Tugas Gabungan Angkatan Darat di Jolo mengkonfirmasi kematian tersebut, dan mengatakan bahwa serangan itu merupakan bagian dari peningkatan operasi angkatan bersenjata Filipina untuk menghancurkan kekuatan Abu Sayyaf pada tenggat waktu paling lambat pada 30 Juni.

Pemimpin militer Filipina, Jenderal Eduardo Ano, dalam sebuah pernyataan singkat mengatakan Misaya dibunuh dalam sebuah operasi di Indanan, Jolo, namun dia tidak dapat memberikan rincian lebih lanjut agar tidak menghambat operasi yang sedang berlangsung.

"Pasukan dari unit Marinir Filipina telah menewaskan komandan ekstremis Abu Sayyaf, yang dianggap sebagai salah satu penculik paling berbahaya di Filipina selatan," katanya.

Sementara itu, Kepala Polisi Sabah, Ramli Din, saat dihubungi mengatakan bahwa mereka menunggu keterangan lebih lanjut dari rekan mereka di Filipina mengenai kematian Misaya.

"Kematian Misaya memang merupakan pukulan besar bagi ASG," katanya kepada BeritaBenar, dan menolak berkomentar lebih jauh.

Sandera

Kelompok Misaya diyakini menahan beberapa sandera Abu Sayyaf, yang terdiri dari 12 warga Vietnam, tujuh warga Indonesia dan seorang Belanda yang diculik pada tahun 2012.

Pada tahun  2016, faksi Misaya menculik 10 awak kapal Tugboat Brahma 12 pada bulan Maret dan menangkap lima pelaut Malaysia pada bulan Juli.

Para awak kapal Indonesia tersebut dilepaskan setelah dilaporkan membayar uang tebusan, sementara para sandera Malaysia dibebaskan setelah terjadi penyerangan pada tahun itu.

Misaya dikenal sebagai pembuat bom kelompok Abu Sayyaf, dan militer mengklaim Misaya sebagai tersangka utama dalam serangan yang dilakukan kelompok itu tahun 2002 yang menewaskan tentara Amerika, Sersan Mark Jackson, dan melukai seorang tantara lainnya dan 23 warga sipil Filipina, kata militer.

Satuan Tugas Gabungan mengatakan bahwa serangan-serangan militer baru tersebut merupakan bagian dari operasi untuk memberantas Abu Sayyaf, yang mengerahkan sekelompok militan untuk mencari korban baru di pusat pulau Bohol bulan ini.

Sebelumnya operasi milter Filipina menewaskan sembilan gerilyawan Abu Sayyaf, termasuk Abu Rami, yang memimpin sebuah faksi yang menculik dan memenggal orang asing.

Militer mengatakan Abu Sayyaf, atau “Sang Pembawa Pedang” dulu berafiliasi dengan al-Qaeda namun kini telah berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Dilihat sebagai salah satu kelompok militan paling kejam di Asia Tenggara selama lebih dari dua dekade, Abu Sayyaf diklaim berada dibalik pemboman sebuah kapal feri pada tahun 2004 di Teluk Manila yang menewaskan 100 orang, yang dianggap sebagai serangan teroris terburuk di negara itu.

Pada bulan Februari, kelompok militan tersebut memenggal Jürgen Kantner (70) seorang berkebangsaan Jeman yang diculik bulan Desember 2016. Tahun lalu, mereka juga memenggal dua sandera Kanada yang diculik di sebuah wilayah wisata pantai di Filipina selatan.

Di Manila, juru bicara kepresidenan Ernesto Abella mengkonfirmasi laporan tersebut, dan mengatakan bahwa terbunuhnya Misaya merupakan "pukulan telak" bagi Abu Sayyaf.

Namun walaupun sejumlah pemimpin Abu Sayyaf telah terbunuh, ia meminta masyarakat untuk tetap waspada dan bekerja dengan pasukan negara dalam menangani ancaman Abu Sayyaf.

"Kami meminta rakyat untuk tetap waspada dan siaga dalam bekerja sama dengan pasukan keamanan untuk mengakhiri ancaman kelompok bandit ini karena pemerintah meminta mereka bertanggung jawab atas kejahatan brutal dan perbuatan yang tidak bisa diterima akal sehat ini," kata Abella dalam sebuah pernyataan.

"Mari kita bekerja sama untuk memiliki komunitas yang lebih aman. Ini adalah tanggung jawab bersama kita," katanya.

Mark Navales di Mindanao dan Felipe Villamor di Manila turut berkontribusi dalam artikel ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.