Polisi Aceh Buru Pelaku Teror di Gereja dan Wihara

Aktivis pegiat HAM dan pengamat politik Aceh meyakini teror itu terkait kasus dugaan penistaan Al-Quran oleh Gubernur DKI Jakarta.
Nurdin Hasan
2016.11.07
Banda Aceh
161107_ID_Aceh_1000.jpg Sejumlah warga Lhokseumawe ikut berunjuk rasa menuntut ditangkapnya Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama atas tuduhan penistaan Al-Quran, di Lhokseumawe, Aceh, 14 Oktober 2016.
AFP

Polisi di Aceh sedang memburu pelaku teror yang meletakkan bungkusan mencurigakan berbentuk seperti bom rakitan di halaman Gereja Methodis Indonesia (GMI) Kabupaten Bireuen dan Wihara Buddha Tirta di Kota Lhokseumawe.

Walaupun kemudian dikonfirmasi bungkusan tersebut bukanlah bom, polisi menyatakan pelaku ingin mengacaukan situasi melalui aksi teror untuk meresahkan masyarakat.

“Polisi sudah membentuk tim khusus untuk memburu dan mengejar mereka. Kita nggak main-main ini,” jelas Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Aceh, Komisaris Besar Polisi Goenawan, kepada BeritaBenar di Banda Aceh, Senin, 7 November 2016.

“Sudah terdeteksi (siapa pelakunya),” ujar Goenawan yang menolak menjelaskan secara mendetil dengan alasan tidak mau membuat resah masyarakat.

Tim khusus, tambahnya, terdiri dari personel dari Polda Aceh, Polres Lhokseumawe, dan Bireuen serta anggota tim Detasemen Khusus 88 Anti-Teror (Densus 88).

“Ini sudah tegas perintah Kapolda (Aceh), buru mereka,” ujar Goenawan.

Dia menambahkan pihaknya belum dapat memastikan motif di balik teror yang terjadi Senin dan Minggu, 6 November 2016. Begitu juga apakah kedua kasus tersebut saling berkaitan, atau pun berhubungan dengan kasus dugaan penistaan Al-Quran oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama yang pada 4 November lalu memicu demonstrasi besar-besaran di Jakarta.

“Kita tangkap dulu pelakunya,” tegasnya.

Berisi batu dan batu bata

Kapolres Bireuen Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP), Heru Novianto menyatakan, benda yang diduga bahan peledak rakitan ditemukan di depan pintu masuk GMI, Senin pukul 07:05 WIB oleh seorang anggota TNI yang melintas saat mengantar anaknya ke sekolah.

Tak berapa lama setelah melihat bungkusan yang mencurigakan, melintas seorang polisi yang ingin ke kantor. Segera polisi itu menghubungi pimpinannya. Selanjutnya, personel polisi segera datang untuk mengamankan lokasi.

“Ciri-ciri benda tersebut adalah berbentuk tabung diameter 15 centimeter dan panjang 30 centimeter. Tabung dibalut dengan lakban dan memiliki antena serta kabel,” ungkap Heru kepada BeritaBenar.

“Diperkirakan benda tersebut dipasang oleh pelaku sekitar pukul 05.30 WIB,” lanjutnya.

Kemudian, tim penjinak bom datang ke lokasi. Setelah diteliti dan diuraikan, jelas Heru, di dalam bungkusan tersebut ditemukan dua batu, toples kaca, celengan plastik, antena mobil, serta kabel warna kuning, merah, hijau dan hitam.

Sehari sebelumnya, bungkusan yang mirip bom rakitan ditemukan di pintu masuk Wihara Buddha Tirta di Lhokseumawe. Benda itu ditemukan oleh penjaga wihara, Aliong.

Setelah mendapat laporan, jelas Goenawan, polisi segera mengerahkan tim penjinak bom ke lokasi. Benda itu dibawa ke markas Brimob untuk dijinakkan, sementara anggota polisi sempat menyisir sekitar wihara.

“Menurut sejumlah orang di sekitar wihara, ada dua lelaki menggunakan becak bermotor meletakkan benda itu, katanya.

Setelah diurai, ternyata benda itu tidak mengandung bahan peledak, hanya berisikan batu bata dibungkus koran dan diletakkan di atasnya rangkaian kabel, jelas Goenawan.

‘Terkait kasus Ahok’

Jika Goenawan tidak mau berspekulasi apakah insiden tersebut terkait kasus dugaan penistaan Al-Quran oleh Ahok, dengan mengatakan “ditangkap dulu pelakunya, baru motivasinya ketahuan nanti', tidak demikian dengan pendapat sejumlah pengamat.

Direktur Eksekutif Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad, menyebutkan ada pihak tak bertanggung jawab ingin menarik kasus yang melilit Gubernur DKI Jakarta tersebut ke Aceh.

“Isu di Jakarta dimanfaatkan untuk menarik Aceh ke situasi mencekam. Makanya target rumah-rumah ibadah,” katanya kepada BeritaBenar.

Zulfikar menambahkan kalau melihat sejarah konflik Aceh sebenarnya tidak ada masalah dengan keberagaman.

Malah, tak ada seorang pun warga non-Muslim yang jadi korban selama konflik 30 tahun antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Jakarta sebelum kedua pihak mencapai perjanjian damai pada Agustus 2005.

“Tapi secara situasional, kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan isu nasional ada di Aceh. Mereka membangun opini ada situasi gap di lapangan, tapi belum tentu kelompok itu pelakunya,” paparnya.

Pendapat hampir senada dikatakan pengamat politik dan keamanan Aceh, Aryos Nivada. Menurutnya, saat isu agama dimainkan dalam konteks nasional, ada pihak berusaha menarik ke daerah dan Aceh menjadi target.

“Ini permainan untuk meneror supaya dentuman isu agama tak hanya dirasakan di DKI Jakarta, tetapi dirasakan juga di daerah-daerah,” tuturnya saat BeritaBenar meminta tanggapannya.

Aryos juga menyebutkan bahwa bisa jadi kedua aksi teror itu sebagai bentuk peringatan kepada aparat untuk serius memproses hukum Ahok terkait dugaan penistaan Al-Quran.

“Ini bisa juga warning agar elit yang berkuasa di level nasional untuk memproses Ahok secara hukum. Kalau tidak, akan terjadi disabilitas keamanan di seluruh Indonesia,” kata Aryos, yang juga Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Sementara Goenawan juga menegaskan sejauh ini tak ada indikasi aksi teror itu terkait dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Aceh yang akan digelar serentak tahun 2017 karena tidak ditujukan kepada orang yang terkait Pilkada.

Menjelang Pilkada Aceh pada 2012, terjadi serangkaian penembakan yang menewaskan 12 orang.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.