Segera Bebas, 2 dari 7 Aktivis Papua Kasus Makar
2020.07.01
Balikpapan

Dua dari tujuh aktivis Papua yang didakwa melakukan makar atas keterlibatan mereka dalam protes mengecam rasisme dan menuntut diadakannya referendum kemerdekaan bagi wilayah tersebut, akan dibebaskan Kamis setelah menjalani 10 bulan masa tahanan mereka di Rutan Balikpapan, Kalimantan Timur, demikian kata pengacara terdakwa, Rabu (1/7).
Lebih dari 40 orang meninggal di provinsi Papua dan Papua Barat setelah terjadi protes yang berakhir rusuh pada Agustus dan September 2019 yang dipicu oleh perlakuan rasis terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur.
Ferry Kombo dan Alexander Gobai, masing-masing aktivis BEM Universitas Cenderawasih dan Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) telah selesai menjalani masa hukuman yang dipotong masa tahanan, kata pengacara Fathul Huda Wiyashadi.
“Dua orang mahasiswa Papua akan bebas tanggal 2 Juli 2020 ini,” kata Fathul kepada BenarNews.
Putusan kasus mereka sudah dinyatakan berkekuatan hukum tetap karena baik mereka dan jaksa tidak mengajukan banding atas vonis Pengadilan Negeri Balikpapan bulan lalu.
Jaksa penuntut umum sebelumnya meminta mereka dihukum minimal lima tahun.
Meskipun begitu, Fathul kecewa kebebasan belum bisa diperoleh dua mahasiswa lain, Irwanus Uropmabin, aktivis BEM USTJ dan Hengki Hilapok, mahasiswa Universitas Cenderawasih.
“Kami sedang mengupayakan pembebasan pada seluruh mahasiswa. Tapi sepertinya mereka harus menjalani hukuman hingga beberapa hari lagi,” paparnya.
Tujuh orang aktivis dan mahasiswa Papua menjalani masa tahanan di Rutan Balikpapan. Pengadilan memutuskan mereka terbukti melanggar ketentuan makar diatur Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).
Tiga aktivis Papua lainnya memperoleh hukuman sedikit lebih berat, 11 bulan penjara.
Mereka adalah Buchtar Tabuni dari United Liberation Movement for West Papua dan Agus Kossay serta Stevanus Itlay dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB).
Fahtul tetap yakin kliennya tidak bersalah atas semua tuduhan. Menurutnya, aktivis Papua semestinya berhak putusan bebas murni.
“Banyak barang bukti tidak bisa dihadirkan di persidangan, tidak relevan dengan substansi kasusnya,” ungkapnya.
Namun demikian, ia berterima kasih kepada hakim PN Balikpapan.
“Hakim cukup netral dalam memutuskan kasusnya. Kami puas karena vonisnya jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa,” tuturnya.
Jaksa sebelumnya menuntut ketujuh terdakwa hukuman penjara 5 – 15 tahun penjara.
Intimidasi
Sementara itu, seorang anggota tim kuasa hukum, Ully Yabansabra, menambahkan pengacara kasus makar aktivis Papua mengalami intimidasi.
Ully bercerita dia diserang orang tidak dikenal ketika berkendara motor di Jayapura.
“Ada seorang pria sepertinya berniat menjatuhkan saya di jalanan. Ia sempat memukul kepala saya, namun saya bisa menguasai kendaraan. Pria ini langsung melarikan diri,” ungkapnya.
Seorang keluarga terdakwa, Annike Kosay, mengaku didekati oknum kepolisian yang menjanjikan pemberian uang.
“Ada seseorang dari Polda Kaltim memberikan uang Rp 10 juta pada saya. Uang itu sebagai bentuk simpati saja, tapi saya tidak akan terima,” tegasnya.
Annike mengatakan dia terpaksa mengganti nomor telponnya guna menghindari rayuan oknum polisi ini.
“Saya tidak mungkin menghianati darah dan air mata masyarakat Papua,” ujarnya.
Kasus aktivis dan mahasiswa Papua bermula kala kerusuhan massa terjadi di Jayapura. Kala itu, aktivis menggelar demonstrasi 10 ribu massa memprotes hinaan rasis dialami mahasiswa Papua di Surabaya.
Namun sayangnya, demo damai berujung rusuh dan sebagian dari pengunjuk rasa merusak fasilitas publik dan rumah warga.
Polda Papua pun menuduh aksi tersebut ditunggangi KNPB, organisasi yang memperjuangkan referendum kemerdekaan Papua Barat.
Setidaknya 38 orang dituduh melakukan tindakan makar dalam berbagai demonstrasi kala itu.
Selain persidangan di PN Balikpapan, PN Jakarta Pusat juga menjatuhkan vonis makar terhadap enam aktivis Papua lainnya karena mereka melakukan protes anti rasisme di dekat Istana Merdeka Jakarta, Agustus tahun lalu.
Keenam aktivis yang telah bebas setelah menjalani hukuman delapan sampai sembilan bulan penjara dipotong masa tahanan tersebut adalah Surya Anta, Ambrosius Mulait, Charles Kossay, Dano Tabuni, Ariana Elopere dan Isay Wenda.