Pakar: Terbitnya Al Fatihin, Bukti ISIS Tetap Ancaman di Asia Tenggara
2016.07.19
Jakarta

Penerbitan surat kabar elektronik berbahasa Melayu Al Fatihin oleh Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) pada pertengahan Juni lalu memperlihatkan bahwa ancaman kelompok ekstrim tersebut tetap tinggi di Asia Tenggara kendati wilayah yang dikontrol kelompok militan itu di Timur Tengah dilaporkan terus berkurang dalam enam bulan terakhir.
Pakar terorisme dan praktisi kontra terorisme terakreditasi secara internasional, Rakyan Adibrata kepada BeritaBenar mengatakan bahwa ancaman ISIS cukup besar, karena kelompok itu menyasar keyakinan dengan ayat-ayat Al-Qur’an, tetapi tujuan dan konteks berbeda, seperti ditulis dalam surat kabar Al Fatihin.
“Menurut saya, narasi yang dibangun mencoba membenarkan terorisme dengan dalil agama,” ujar Rakyan kepada BeritaBenar Jumat lalu.
Di Indonesia, seperti juga di negara lainnya surat kabar tersebut sudah tidak bisa diakses lagi melalui situs resmi Al Fatihin tetapi pengguna internet bisa mengaksesnya dalam bentuk PDF melalui situs Internet Archive.
“Kami tidak memblokir website tersebut. Jika sekarang tidak bisa diakses, mungkin saja mereka sendiri (pemilik website) yang memblokirnya,” kata juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Ismail Cawidu kepada BeritaBenar, Selasa, 19 Juli 2016.
Ia mengaku pihaknya sudah mengetahui peredaran Al Fatihin dan sedang berkonsultasi dengan pihak terkait untuk merespons keberadaan media ISIS tersebut.
Sementara itu reporter BeritaBenar di Malaysia melaporkan bahwa Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (MCMC) yang mengatur internet di Negara Jiran tersebut menyatakan bahwa komisi itu telah memblokir alfatihin.com, situs yang memuat penerbitan surat kabar tersebut.
“Ya, kami meminta MCMC untuk memblokir situs tersebut dan sejak itu situs tersebut tidak terakses di sini. Kami akan terus memonitornya,” kata Inspektur Polisi Jenderal Khalid Abu Bakar.
Penyebaran radikalisme
Rakyan mengingatkan potensi penyebaran paham radikalisme berlangsung melalui media sosial dan grup chat pada aplikasi percakapan berbasis ponsel pintar seperti WhatsApp dan Telegram.
“Angka ekstremis akan naik bila tidak ada kontra narasi untuk mencegah radikalisme secara efektif,” ujarnya.
Dia menambahkan potensi radikalisasi juga mungkin timbul pada Muslim minoritas di Thailand selatan akibat kesenjangan ekonomi dan diskriminasi. Tetapi, Rakyan belum menemukan ada keterkaitan gerilyawan Pattani di Thailand selatan, dengan ISIS.
“Namun tentu saja mereka juga jadi target audience (Al Fatihin),” katanya.
Muhammad Haziq Jani, seorang analis dari International Centre for Political Violence and Terrorism Research pada S. Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura, menyebutkan, ISIS akan memanfaatkan setiap kesempatan untuk mempengaruhi daerah strategis Asia Tenggara demi kepentingan perekrutan dan propaganda mereka.
“Menerbitkan media menandakan pergeseran itu. Di saat ISIS kehilangan tanah dan kekuatan, mereka tetap butuh perhatian publik untuk merekrut anggota baru dan mengonsolidasikan dukungan dari kelompok-kelompok teroris untuk melancarkan serangan atas nama mereka sebagai bentuk propaganda,” ujar Haziq kepada BeritaBenar, Senin.
Ia mengharapkan agar pemerintah di Asia Tenggara bisa meningkatkan kerjasama. Negara-negara di Asia Tenggara, menurut Haziq, memiliki pasukan keamanan yang berpengalaman dalam berurusan dengan terorisme.
“Namun bentuk ancaman telah berubah, dengan bermigrasi teroris internasional dan ahli bom,” katanya.
Isi Al Fatihin
Edisi pertama 20 halaman suratkabar Al Fatihin, yang dalam Bahasa Arab berarti “Sang Penakluk”diterbitkan 20 Juni 2016.
Penggunaan bahasa Melayu, menurut Rakyan, ditujukan bagi para penutur bahasa itu yang berhijrah ke wilayah ISIS sesuai slogan, “Suratkabar Bagi Muhajirin Berbahasa Melayu di Daulah Islamiyah”.
Bahasa Melayu dipakai di Indonesia dan Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura serta dimengerti di wilayah Filipina dan Thailand selatan. Sejalan dengan bulan penerbitannya, artikel lebih banyak berisi keutamaan bulan Ramadhan dan hukum-hukum berpuasa.
Ada satu artikel di dalamnya yang memuat profil salah satu martir ISIS bernama Abu Bilal al Himsi yang dijuluki “Ksatria Media”. Di situ dikisahkan bagaimana kamera dan senjata tidak pernah lepas dari tangannya di setiap front pertempuran.
Ada juga halaman infografis mengenai jumlah zakat yang dikumpulkan dan distribusi kepada para penerima di wilayah Daulah Islamiyah (DI), dan peta dunia dengan wilayah yang diklaim sebagai bagian dari kekhalifahan DI.
Al Fitihin diterbitkan oleh Furat Media, penerbit yang disebut berafiliasi dengan ISIS. Edisi pertama memuat pula info sekilas isi edisi selanjutnya yang akan berisi tentang pelajaran tauhid bagi anak-anak.
Terus mewaspadai
Menanggapi terbitnya Al Fatihin dan potensi ancaman ISIS di Asia Tenggara, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan Indonesia terus mewaspadai bahaya ISIS karena kelompok teroris itu sudah ada jaringan pendukung di negara-negara Asia Tenggara.
Tito juga berharap masyarakat internasional mampu menyelesaikan konflik-konflik di Timur Tengah, termasuk menekan ISIS di Suriah dan Irak.
“Sepanjang ISIS masih ada di Timur Tengah dan konflik Timur Tengah ada, kita akan mendapat tumpahannya saja. Kita menekan semaksimal mungkin jaringan yang ada di Indonesia,” ujarnya. “Di tingkat Asia Tenggara, kita mempererat kerjasama intelijen.”
S. Adie Zul di Kuala Lumpur turut berkontribusi dalam artikel ini.