Aman Abdurrahman Kembali Jadi Tersangka Kasus Terorisme
2017.08.22
Jakarta

Penyidik Detasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88) Mabes Polri kembali menetapkan Aman Abdurrahman sebagai tersangka kasus terorisme terkait serangan teror di kawasan Jalan Thamrin, Jakarta, awal tahun 2016.
Juru bicara Mabes Polri Irjen. Pol. Setyo Wasisto memastikan penetapan tersangka pria yang disebut sebagai pimpinan kelompok militan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) atau Jamaah Ansharut Khilafah (JAK), yang telah berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Betul. Sudah tersangka dan ditahan sejak Jumat kemarin," kata Setyo saat dikonfirmasi BeritaBenar, Selasa, 22 Agustus 2017.
Aman yang seorang ustad itu sejatinya bakal menghirup udara bebas pada 17 Agustus 2017, setelah mendapat lima bulan remisi dalam rangka Hari Kemerdekaan Indonesia.
Namun empat hari sebelum bebas, Aman yang oleh Pemerintah Amerika telah ditetapkan sebagai teroris global itu, justru dijemput aparat Densus 88 Mabes Polri dari Penjara Nusakambangan di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, dan dibawa ke Markas Komando Brimob di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Hingga akhirnya pada Senin, Polri resmi mengumumkan bahwa Aman sudah ditetapkan sebagai tersangka baru terkait aksi teror di Jalan Thamrin yang menewaskan empat warga sipil dan empat pelaku.
"Perannya diduga memberi ide untuk aksi teror Thamrin," ujar Setyo, tanpa merincikan lebih lanjut pasal yang dijeratkan kepada Aman.
Kapolri saat itu, Jenderal Badrodin Haiti, menyatakan salah seorang pelaku aksi teror Thamrin bernama Sunakim alias Afif yang menenteng pistol dan menembak polisi, “kemungkinan terhubung dengan Aman Abdurrahman”.
Sebelum ditangkap kembali atas keterlibatan dalam teror di Thamrin, Aman mendekam dua kali di penjara terkait tindak pidana terorisme.
Pada 2 Februari 2005, dia diganjar tujuh tahun penjara setelah terjadi ledakan bom di rumahnya di kawasan Cimanggis, Depok, Jawa Barat, setahun sebelumnya.
Setelah lepas dari jeratan ini, dia kembali ditangkap atas tuduhan membiayai pelatihan paramiliter Jamaah Islamiyah di pegunungan Jalin Kabupaten Aceh Besar awal 2010. Ia divonis sembilan tahun penjara atas keterlibatannya dalam kasus tersebut pada Desember 2010.
Pelatihan yang sama juga diikuti Sunakim yang divonis tujuh tahun penjara karena keterlibatannya dalam pelatihan itu. Sunakim bertemu dengan Aman saat mereka sempat sama-sama ditahan di Lapas Cipinang.
Sosok berpengaruh
Adhe Bhakti pengamat terorisme dari Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi mengatakan Aman sebagai sosok yang berpengaruh di kalangan kelompok teror di Indonesia.
"Ceramahnya diikuti," katanya kepada BeritaBenar.
Tak mengherankan, tambah Adhe, Aman termasuk seorang sosok yang diisolasi saat mendekam di lembaga pemasyarakatan.
Hal sama disampaikan pengamat dari Institute for International Peace Building, Taufik Andrie.
"Ia adalah pemimpin ideologi yang memberi inspirasi. Pengaruhnya luar biasa," kata Andrie saat dihubungi.
"Kenapa ia ditangkap lagi, mungkin karena kepolisian khawatir pengaruh Aman akan menyebar di masyarakat."
Dikutip dari laman Liputan6.com, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius menyebut Aman memang merupakan salah seorang narapidana terorisme garis keras yang tak lagi mempan terhadap program deradikalisasi.
"Kategori seperti Aman ini, sudah hardcore," kata Suhardi di laman tersebut.
Maka, lanjut Suhardi, akan sangat berbahaya jika sosok seperti Aman kembali menghirup udara bebas.
"Ia bisa memengaruhi orang di sekitarnya," ujarnya.