Aman Abdurahman Bantah Menginspirasi Aksi Teror di Indonesia

Arie Firdaus dan Roni Toldanes
2018.04.27
Jakarta dan Washington
180427_ID_Aman_1000.jpg Terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman meninggalkan ruang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan usai menjalani persidangan, 27 April 2018.
Arie Firdaus/BeritaBenar

Terdakwa terorisme Aman Abdurrahman (46), yang disebut-sebut sebagai ideolog kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang paling berpengaruh di Indonesia, dalam persidangan hari Jumat menyangkal tuduhan bahwa ia berada dibalik aksi teror di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat tahun 2016, maupun menginstruksikan pengikutnya untuk membunuh kafir.

"Tidak menyuruh," katanya ketika ditanya jaksa dalam persidangan lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 27 April 2018.

"Saya saja tahu dari narapidana lain yang menyaksikan di berita televisi.”

Ketika aksi teror yang menewaskan delapan orang termasuk empat pelakunya itu terjadi, Aman, yang juga seorang ustaz itu memang sedang menjalani masa hukuman sembilan tahun penjara karena keterlibatannya dalam pelatihan paramiliter kelompok Jamaah Islamiyah (JI) di pegunungan Jalin, Provinsi Aceh, pada 2010.

Tak cuma menyangkal keterlibatan dalam aksi Thamrin, Aman juga membantah memiliki peran dalam sejumlah teror lain di Indonesia, seperti didakwa jaksa.

Aman, antara lain, disebut jaksa berperan dalam bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, yang menewaskan tiga orang polisi, pelemparan bom molotov di Gereja Oikumene Samarinda yang menewaskan seorang balita, pembunuhan polisi di Mapolda Sumatera Utara, dan penembakan polisi di Bima, Nusa Tenggara Barat.

Untuk rangkaian kejadian itu, jaksa menyebut para pelaku termotivasi dan terinspirasi dari tulisan Aman tentang syirik demokrasi dan negara kafir seperti termaktub di millahibrahim.net – laman berisikan terjemahan Aman dari tulisan Abu Muhammad al-Maqdisi yang sudah diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika.

"Ada yang sudah punya pemahaman sebelumnya, lalu mengambil dalil dari saya," kata Aman.

"Pengkafiran saya tidak terkait dengan penghalalan darah. Seperti di Samarinda, itu bertabrakan dengan saya soal bagaimana bersikap terhadap kaum Nasrani."

Menurut Aman, dalam tulisannya menyebutkan seorang muslim yang hidup di negeri kafir, diharamkan untuk mencuri, merampok, atau bahkan sekadar mengganggu kaum kafir.

Selain itu, tambahnya, seorang muslim pun tidak boleh melakukan kontak fisik dengan muslim lain yang dinilai telah jatuh dalam kemusyrikan.

"Itu kesimpulan dari Millah Ibrahim," ujar Aman, "saya pun tidak pernah membunuh orang."

Namun jaksa berpendapat lain. Ditemui seusai persidangan, jaksa Mayasari mengatakan, timnya memang berupaya mengetahui pemahaman Aman soal jihad lantaran buku dan tulisannya telah memengaruhi dan menjadi pegangan sejumlah anggota kelompok militan.

"Ada perintah jihad di sana," kata Mayasari yang dalam persidangan memperlihatkan tiga kotak besar buku-buku tulisan Aman sebagai bukti.

Jaksa memperlihatkan barang bukti kasus terorisme pada Aman Abdurrahman (kanan) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 27 April 2018. (Arie Firdaus/BeritaBenar)
Jaksa memperlihatkan barang bukti kasus terorisme pada Aman Abdurrahman (kanan) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 27 April 2018. (Arie Firdaus/BeritaBenar)

Terjerat ketiga kalinya

Aman pertama kali dibui dengan hukuman 7 tahun penjara pada tahun 2004 kerena merencanakan aksi terorisme yang gagal karena bom rakitannya meledak di rumah kontrakannya di Cimanggis, Depok. Setelah bebas pada tahun 2008, karena prilaku yang dinilai baik, ia kembali dipenjara pada tahun 2010 karena keterlibatannya dalam pelatihan paramiliter di Aceh bersama JI.

Ia seharusnya bebas pada 17 Agustus 2017 setelah mendapatkan remisi dari sembilan tahun penjara yang harus ditempuhnya, namun beberapa hari sebelum bebas ia kembali ditangkap Densus 88 atas dugaan mendalangi aksi terorisme di Thamrin Jakarta dan serangan teror lainnya.

“Tidak diragukan bahwa Aman Abdurrahman adalah ideolog ekstrimis Indonesia yang paling utama, yang tulisan dan ceramahnya, disebarluaskan secara online dan melalui media sosial, mempengaruhi ribuan orang,” Sidney Jones, direktur lembaga think-tank Institut Kebijakan Analisa Konflik (IPAC) di Jakarta, mengatakan kepada BeritaBenar.

Bobroknya sistem penjara

Pengadilan Aman menyoroti bobroknya penjara di Indonesia yang penuh sesak, dimana aksi terorisme direncanakan dan benda-benda terlarang bisa dengan mudah diselundupkan, demikian menurut analis keamanan.

Kemampuan Aman untuk menjangkau para pengikutnya menurun, begitu juga aksesnya ke informasi, ketika petugas penjara menempatkannya di sel yang diisolasi, dan mengambil telepon genggamnya setelah terror Thamrin, Januari 2016, demikian disampaikan Sidney Jones.

Pada April 2016, petugas penjara memindahkan Aman dari kompleks penjara dengan keamanan maksimum di Nusakambangan, ke sel isolasi khusus di markas operasi khusus Polri di Depok, Jawa Barat, kata Sidney.

Keputusan untuk mentransfer Aman tersebut dilakukan setelah polisi menemukan bahwa empat militan yang melancarkan serangan Thamrin setidaknya mengunjunginya tiga kali, kata sumber kepolisian.

Sumber intelijen percaya Aman juga membuat panggilan telepon dari Nusakambangan ke seseorang di Raqqa, Suriah, yang saat itu merupakan basis ISIS.

Panggilan telepon itu terungkap setelah pihak berwenang memeriksa 14 ponsel yang ditemukan di sel penjara Aman yang dihuninya dengan Iwan Darmawan Muntho, alias Rois, narapidana hukuman mati karena keterlibatannya dalam pemboman Kedutaan Besar Australia pada 2004 di Jakarta.

Ketika mendekan di penjara Nusakambangan yang memiliki keamanan maksimum, Aman bertemu dengan Abu Bakar Ba’asyir, pemimpin spiritual JI, kelompok teroris dibalik Bom Bali tahun 2002.

Jaksa mengatakan bahwa Aman kemudian bekerja sama dengan Ba’asyir untuk mendirikan kamp pelatihan jihadis di Aceh. Karena aksinya itu Aman ditangkap dan dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara.

Indonesia, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar, memiliki 477 fasilitas penjara yang menampung lebih dari 201.500 tahanan, termasuk 220 yang dinyatakan bersalah atas terorisme, kata IPAC dalam laporan tahun 2016.

“Kondisi fisik yang buruk dari infrastruktur penjara Indonesia dan kepadatan yang serius memfasilitasi radikalisasi,” demikian laporan IPAC pada tahun 2016.

Ideolog ISIS paling berpengaruh?

Aman yang lahir di Sumedang, Jawa Barat, berbaiat kepada ISIS tahun 2014, seperti disampaikan dalam berkas persidangan.

Ia masuk pesantren dan belajar di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) di Jakarta yang disponsori oleh pemerintah Arab Saudi, di mana ia menerima gelar sarjana dan lulus cum laude, menurut lembaga nirlaba Counter Extremism Project (CEP).

Aman memulai karirnya sebagai dosen universitas tetapi diberhentikan pada awal 2000 karena mengadopsi penafsiran radikal terhadap Islam, menurut CEP.

Taufik Andrie, Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian, sebuah LSM yang berbasis di Jakarta, mengatakan Aman mulai mempromosikan pandangan ekstremis pada tahun 2004, setelah pengadilan memvonisnya tujuh tahun penjara karena merakit bom dan rencana aksi terorismenya. .

"Saya tidak tahu pasti (Aman sebelum 2004). Tapi dia alumni LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab) yang cenderung (beraliran) wahabi karena ada keterakaitan dengan Arab Saudi," ujar Taufik.

"Kenapa dia kemudian menjadi takfiri (suka mengkafirkan orang lain), saya menduga perubahan terjadi setelah lulus dari LIPIA. Seiring kitab-kitab yang dibaca setelah lulus."

Sementara di penjara, Aman rupanya mengakses tulisan-tulisan yang dikaitkan dengan Abu Muhammad al-Maqdisi, penulis Yordania-Palestina juga dikenal sebagai Essam Muhammad Tahir al-Barqawi, mentor dari pemimpin al-Qaeda, Abu Musab al-Zarqawi.

"Dalam penjara ia justru makin aktif menerjemahkan tulisan Abu Muhammad al-Maqdisi dan tulisan terjemahan itu semakin menyebar luas," kata Taufik kepada BeritaBenar.

"Sehingga membuat Aman semakin terkenal dan sering mengisi ceramah di berbagai tempat," tambah Taufik, menjabarkan proses perubahan Aman menjadi tokoh berpengaruh di kalangan kelompok militan.

Solahudin, pengamat terorisme dari Universitas Indonesia mengatakan Aman tidak berasal dari lingkaran ekstremis, melainkan memulai sebagai. seorang pendakwah di Masjid As-Shofa di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

"Ia orang pintar. Hapal Alquran dan sejumlah hadis," tambahnya.

Dalam kesaksiannya di pengadilan pada 17 April, Solahdin mengatakan bahwa Aman adalah sumber pengetahuan bagi para narapidana simpatisan ISIS.

"Terdakwa dianggap paling tahu tentang ideologi ISIS," katanya.

Navhat Nuraniyah, seorang peneliti di Sekolah Kajian Internasional S. Rajaratnam di Singapura juga memiliki pendapat senada. Ia menggambarkan Aman sebagai “salah satu ideolog jihadi yang paling berpengaruh di Indonesia dan promotor vokal ISIS”.

IPAC, dalam laporannya Februari 2016, mengatakan sekitar 100 anggota kelompok pro-ISIS Indonesia mengadakan pertemuan pada 20 November 2015 di sebuah hotel di Malang, Jawa Timur, dan membentuk sebuah organisasi baru bernama Partisan dari Khilafah (Jamaah Ansharul Khilafah atau JAK).

"Mereka yang hadir juga memilih amir, tetapi masih belum jelas apakah itu Aman Abdurrahman, meskipun ia jelas tokoh dominan kelompok itu," kata laporan itu. “Kurangnya pengalaman jihad Aman adalah kemungkinan penyebab ia diskualifikasi.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.