Dalangi Sejumlah Teror, Aman Abdurrahman Terancam Hukuman Mati

Terdakwa, pendiri kelompok radikal Jamaah Ansharut Daulah (JAD), menolak didampingi pengacara.
Arie Firdaus
2018.02.15
Jakarta
180215_ID_Aman_1000.jpg Terdakwa Aman Abdurrahman (depan) memasuki ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 15 Februari 2018.
Arie Firdaus/BeritaBenar

Propagandis kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia, Aman Abdurrahman alias Oman Rohman alias Abu Sulaiman terancam hukuman mati setelah didakwa mendalangi sejumlah aksi teror di Indonesia.

Salah satunya adalah penembakan dan serangan bom di kawasan Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, pada 14 Januari 2016, yang menewaskan delapan orang, termasuk empat pelaku, dan 26 lainnya luka-luka.

Dalam dakwaan, jaksa Anita Dewayani mengatakan Aman (46) yang juga adalah seorang ustaz tersebut, sempat menginstruksikan seorang pengikutnya bernama Saiful Muthohir alias Abu Gar untuk melakukan teror di Indonesia, dengan meniru aksi di Paris, Perancis.

Hal ini disampaikan Aman saat Abu Gar menjenguknya di Lapas Nusakambangan pada November 2015. Abu Gar pun diminta mencari beberapa orang lain untuk melancarkan rencana teror.

"Abu Gar kemudian menjawab 'iya'," kata Anita dalam persidangan perdana Aman yang dipimpin Hakim Ketua Akhmat Zaini, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 15 Februari 2018.

Abu Gar ditangkap pasca Bom Thamrin dan divonis sembilan tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur, akhir November 2016.

Aman juga didakwa berperan dalam teror bom Gereja Oikumene di Samarinda pada November 2016 yang menewaskan seorang balita dan melukai tiga balita lainnya. Ia juga didakwa sebagai dalang di balik bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu pada Mei 2017 yang merenggut lima nyawa termasuk dua pelakunya.

Dalam dakwaan, Aman juga dikatakan terlibat dalam pembunuhan seorang polisi di Mapolda Sumatera Utara pada Juni 2017, dan penembakan dua polisi di Bima, Nusa Tenggara Barat pada September 2017.

Jaksa Anita mengatakan Aman menjadi pihak pendorong kekerasan lewat ajarannya yang antara lain mengafirkan sistem demokrasi dan pemerintahan Indonesia.

Dalil itu disebarluaskan Aman yang merupakan pendiri Jamaah Ansharut Daulah (JAD) lewat situs radikal  Millah Ibrahim yang saat ini sudah tidak bisa diakses lagi.

JAD oleh pemerintah Amerika Serikat sudah dimasukkan dalam organisasi teroris, dan polisi Indonesia mengklaim kelompok militan tersebut berada di balik serangkaian aksi teror di tanah air.

"Dia (Aman) aktor intelektual semua teror itu,” lanjut jaksa.

Ketika menginstruksikan serangan-serangan tersebut, Aman sedang berada di balik sel tahanan menjalani hukuman sembilan tahun penjara karena keterlibatannya dalam kamp paramiliter Jamaah Islamiyah di Pegunungan Jalin, Aceh.

Aman seharusnya sudah bisa bebas pada pada 17 Agustus tahun lalu setelah mengajukan pembebasan bersyarat, namun ia kembali ditangkap Densus 88 beberapa hari sebelumnya atas dugaan keterlibatan dalam rangkaian teror sepanjang 2016-2017.

"Kalau dia bebas, nanti kami susah lagi mencarinya," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menjelaskan alasan penangkapan Aman ketika itu.

Sebelumnya Aman juga pernah dihukum tujuh tahun penjara pada 2004 atas keterlibatan meledaknya sebuah bom rakitan di Cimanggis, Depok.

Terdakwa Aman Abdurrahman saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 15 Februari 2018. (Arie Firdaus/BeritaBenar)
Terdakwa Aman Abdurrahman saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 15 Februari 2018. (Arie Firdaus/BeritaBenar)

Menolak pendampingan

Aman dihadirkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sekitar pukul 08.30 WIB dan berlalu menjelang siang, dalam penjagaan ketat aparat bersenjata.

Sepanjang persidangan, ia pun lebih banyak diam sambil sesekali menatap jaksa yang membacakan dakwaan di barisan kursi di sisi kirinya.

Resistensi ditunjukkan Aman sejak awal persidangan.

Dia menolak didampingi pengacara dan ingin menghadapinya sendiri. Keinginan ini ditolak majelis hakim dengan alasan bahwa ancaman hukuman yang dihadapi Aman mewajibkan dirinya memiliki pengacara.

"Kalau pengadilan mau menunjuk penasehat hukum, silakan. Tapi saya tetap tidak akan tanda tangan," jawab Aman.

Pengadilan lantas memutuskan menunjuk Asludin Hatjani, seorang advokat dari Tim Pembela Muslim sebagai pendamping Aman. Asludin merupakan pengacara Aman saat kasus pelatihan militer di Aceh pada 2010.

"Ya, bagaimana lagi? Dia kan memang tidak percaya hukum Indonesia," terang Asludin setelah persidangan, menjelaskan musabab resistensi Aman.

Terkait dakwaan kali ini yang terancam hukuman mati, Aman terlihat tak terlalu ambil pusing.

Saat diminta majelis hakim berdiskusi dengan kuasa hukum yang disediakan pengadilan untuk mempertimbangkan pengajuan eksepsi atau keberatan, ia lekas-lekas menolak.

"Tidak perlu konsultasi. Sebagian dakwaan saya keberatan. Tapi sidang dilanjutkan saja," katanya.

Sidang lanjutan akan digelar pada Jumat pekan depan, 23 Februari dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.