Indonesia Akan Mengajukan Protes Resmi Terhadap Malaysia Terkait Isu Ambalat
2015.06.19

Menteri Luar Negeri Indonesia (Menlu) Retno LP Marsudi mengatakan akan mengajukan protes resmi kepada Malaysia jika terbukti pesawat tempur dan kapal Malaysia telah memasuki wilayah Indonesia di Kalimantan Utara.
“Koordinat akan dicek untuk memastikan [apakah pesawat dan kapal Malaysia] berada di wilayah teritorial kita,” katanya kepada wartawan di Jakarta hari Jumat tanggal 19 Juni.
Retno juga mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Moeldoko mengenai konflik perbatasan dan penguasaan pulau Ambalat.
Sengketa Ambalat
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan Indonesia sebaiknya tidak hanya terforkus dengan perbatasan Ambalat.
“Karena di wilayah perbatasan tersebut banyak pulau-pulau lainnya yang juga harus dipertahankan sebelum di klaim oleh pihak lain. Ambalat hanya satu diantara ribuan kepulauan lainnya,” katanya kepada BeritaBenar tanggal 19 Juni sambil menjelaskan bahwa kapal Malaysia diketahui sering juga melintasi perbatasan Indonesia.
Pulau Ambalat terletak di perbatasan antara provinsi Kalimantan Utara [Indonesia] dan negara bagian Sabah [Malaysia] berlokasi tepatnya di Selat Makasar, perairan Sulawesi.
Indonesia mengklaim Ambalat sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena dua alasan. Pertama, penyelidikan sejarah menunjukkan bahwa Ambalat merupakan bagian dari Kesultanan Bulungan di Kalimantan Timur, Indonesia.
Kedua, Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang telah diratifikasi Indonesia, tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 1984, Indonesia menyatakan Ambalat milik Indonesia terang Tedjo Edhy dan diakui oleh dunia.
Hatta Rajasa, mantan Menteri Sekretaris Negara, menyatakan Indonesia seharusnya terus mempertahankan kasus-kasus seperti ini.
Hatta menjelaskan wilayah perairan tersebut bukan yang pertama kalinya menjadi sengketa antara Indonesia dengan Malaysia.
Konflik memanas di tahun 1979 ketika Malaysia memasukkan Ambalat ke dalam wilayahnya, terang Hatta. Konflik memuncak setelah tahun 2002 Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia atas sengketa kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan yang juga terletak di Selat Makasar.
“Kita harus bertekad tak sejengkal pun membiarkan penguasaan pihak asing,” katanya lanjut sambil menerangkan bahwa di tahun 2009 Kapal Diraja Laut Malaysia memasuki Ambalat dan berhasil diusir oleh Kapal Perang RI Untung Suropati.
Sementara itu Andang Bachtiar, pakar geologi Indonesia mengatakan bahwa sengketa Ambalat diperkuat dengan banyaknya sumber alam yang terdapat di Ambalat.
“Cadangan minyak yang diketahui berlokasi di Ambalat diperkirakan cukup untuk persediaan 30 tahun mendatang,” kata Andang bahwa Ambalat menyimpan cadangan lebih dari 764 juta barel minyak dan 1,4 triliun kaki kubik gas dan lebih dari 3.000 spesies ikan dan ratusan koral.
Belum ada kesepakatan mengatasi masalah kelautan
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Arrmanatha Nasir mengatakan sampai saat ini belum ada penyelesaian kasus Ambalat.
“Di satu pihak, kita [Indonesia] punya posisi ini sebagai batas wilayah kita. Tapi di sisi lain, [Malaysia mengklaim] batas wilayah mereka," katanya kepada wartawan di Jakarta tanggal 18 Juni.
“Kami mengharapkan adanya penyelesaian secepatnya, dan ini merupakan prioritas politik luar negeri kita," lanjut Arrmanatha.
Kemlu telah mengirimkan tujuh nota protes ke Malaysia dengan bukti identitas waktu kejadian, jenis pesawat, dan koordinat wilayah, terang Arrmanatha.
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan bahwa untuk menyelesaikan kasus ini Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah menunjuk Duta Besar Eddy Pratomo 12 Juni lalu sebagai Utusan Khusus untuk Penetapan Batas Maritim Indonesia-Malaysia.
“Beliau akan menindaklanjuti pertemuan Presiden Jokowi dengan Perdana Menteri Malaysia Najib yang telah membahas masalah ini tanggal 5-7 Februari lalu,” katanya.
“Kedaulatan harus dijaga, jangan dikompromikan,” katanya tanggal 18 Juni di Istana Kepresidenan.
Dalam waktu dekat, menurut Andi, Duta Indonesia juga akan bertemu dengan Tan Sri Mohd Radzi Abdul Rahman, Utusan Khusus Perdana Menteri Malaysia, guna membahas kesepakatan penetapan batas wilayah kedua negara di lima titik.
“Laut Sulawesi, Laut Cina Selatan, Selat Singapura bagian timur, Selat Malaka bagian selatan, dan Selat Malaka,” katanya.
Perbatasan yang rawan
Jenderal Moeldoko mengatakan masalah perbatasan terkait dengan pertahanan Indonesia.
“Jangan sampai kasus Sipadan dan Ligitan terulang dan kita harus menjaga keamanan di wilayah tersebut,” kata Moeldoko kepada BeritaBenar sambil menambahkan bahwa wilayah kepulauan sekitar Ambalat juga rawan terhadap penyelundupan, perdagangan manusia dan terorisme.
“Ambalat dan kepulauan sekitarnya menjadikan segitiga penting penghubung antara Indonesia, Malaysia dan Filipina.”
Ali Fauzi, mantan jihadis yang pernah dilatih oleh kelompok teroris al-Qaeda, mengakui bahwa penyelundupan senjata untuk kepentingan persenjataan teroris di perbatasan sangat mudah dilakukan.
Dalam interview dua tahun lalu ia pengalamannya ketika menjadi militan.
Ali mengatakan bahwa kondisi geografis mempersulit petugas keamanan di perbatasan untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh di perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia atau Indonesia dengan Filipina.
"Ada patroli polisi sekali-sekali di perbatasan air. Namun, ketersediaan jumlah petugas partoli atau kepolisian sangat terbatas, tidak bisa menjangkau semua jumlah kasus,” katanya.
“Setiap hari, saya tahu tentang penyelundupan narkoba dan senjata, diangkut dari Malaysia ke Indonesia. Tetapi obat terlarang atau senjata tersebut tidak selalu dari Malaysia, mereka bisa dari tempat lain," katanya saat menceritakan penyelundupan senjata yang pernah dilakukannya ketika menjadi anggota militan.
Mantan Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Departemen Luar Negeri Arif Havas Oegroseno, yang berpengalaman menjadi perwakilan Indonesia dalam beberapa perundingan internasional tentang masalah batas kelautan, mengatakan Malaysia mempunyai sengketa kelautan dengan beberapa negara lain diantaranya mengklim Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan sebagai teritorinya.
“Spratly dikenal dengan gugusan terumbu karang yang juga diyakini kaya minyak sedang diperebutkan oleh Malaysia, Filipina, Taiwan, China dan Vietnam,” katanya sambil menambahkan bahwa Malaysia adalah negara terakhir yang mengklaim Spratly tahun1979.