Polri Nyatakan Amonium Nitrat yang Disita di Bali Tak Terkait Terorisme
2016.09.22
Jakarta

Kepolisian Indonesia (Polri) memastikan bahwa bahan baku peledak amonium nitrat yang disita kapal patroli Bea Cukai di Bali tidak terkait dengan jaringan terorisme, tetapi akan digunakan untuk membom ikan.
Hal itu dikatakan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigjen Pol. Agung Setya ketika dikonfirmasi sejumlah wartawan, Kamis, 22 September 2016.
"Saya tegaskan tidak ada terkait masalah teroris. Kita sedang dalami polanya ini terkait penggunaan untuk bom ikan. Sebagian kita tahu untuk dibuatkan bom ikan," ujarnya.
Menurutnya, amonium nitrat banyak kegunaannya yang antara lain bisa diolah untuk menjadi pupuk.
“Yang lain juga, salah satunya untuk bom ikan. Saya tidak bisa katakan yang belum pasti. Tapi yang sudah pasti adalah terkait dengan bom ikan," tegasnya.
Kapolda Bali Irjen Pol. Sugeng Priyanto yang dihubungi BeritaBenar melalui telepon hari Kamis juga mendukung klaim tersebut.
“Untuk kemungkinan teror, sementara tidak ada indikasinya,” tegasnya.
Namun demikian, pejabat kepolisian lainnya di Bali, Hendra Suhartiyono, memiliki pendapat berbeda, dengan mengacu bahwa bahan kimia itu rencananya ditujukan ke Sulawesi. Wilayah Poso di Sulawesi Tengah adalah basis kelompok militan Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Mantan pemimpinnya, Santoso, adalah orang yang paling dicari sebelum dia ditembak mati pasukan keamanan pada Juli 2016.
“Kami tidak menutup kemungkinan, bahwa bahan kimia itu… bisa juga digunakan bagi kelompok teroris di Sulawesi untuk membuat bom dengan impak rendah atau tinggi,” katanya kepada Reuters.
Tertangkap patroli
Hari Selasa, 20 September 2016, kapal patroli Bea Cukai menangkap sebuah kapal motor yang mengangkut ribuan karung amonium nitrat di perairan Kabupaten Buleleng, Bali utara, karena tak dilengkapi dokumen resmi.
Sebanyak 1.153 karung tersebut atau sekitar 28,3 ton yang diyakini berasal dari Malaysia hendak diselundupkan ke Sulawesi Selatan.
Setelah berhasil ditangkap, kapal tersebut dikawal dan dibawa ke Dermaga Padang Bai, Karangasem, Bali timur. Sedangkan enam anak buah kapal itu masih terus diperiksa intensif oleh polisi dan petugas Bea Cukai.
Husni Syaiful, Kepala Bidang Tindak Penindakan dan Penyidikan pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, menyatakan bahwa keenam tersangka telah melanggar tindak pidana Kepabeanan dan terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Pola sama dengan kasus lain
Agung mengatakan keberhasilan penangkapan amonium nitrat itu karena pola yang dipakai hampir sama dengan beberapa kasus sebelumnya.
Awal September lalu, menurutnya, polisi pernah menangkap dua orang di Tanjung Balai, Sumatera Utara, karena hendak memasok bahan peledak yang sama setelah dipesan nelayan Sulawesi.
"Kita sudah tiga kali menangkap polanya sama. Mereka menggunakan jalur Selayar-Sulawesi Selatan dan pengakuan mereka sama hanya untuk bom ikan," katanya.
Agung menambahkan bahwa para tersangka hanya diperalat oleh pelaku yang diduga warga Malaysia.
"Mereka hanya kurir. Otaknya memanfaatkan mereka. Kita tahu pelaku mengelola dana relatif besar menelusuri tindak pidana pencucian uangnya karena mereka mengelola nelayan ini," katanya.
"Identitas (pelaku dan yang memesan) kita simpan dulu. Namun yang kita tahu sekarang ada pemunduran, dulu pake jaring sekarang pakai bom ikan, yang kita tahu pola masuk ke Indonesia mereka seperti itu," tambahnya.
Menangkap ikan dengan menggunakan bom adalah ilegal di Indonesia. Pasal 85 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 mengenai perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa mereka yang menangkap ikan dengan alat bantu yang dapat mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di perairan Indonesia bisa dipidana paling lama lima tahun penjara dan denda hingga Rp2 milyar.