Indahnya Keberagaman Terjalin di Anantaboga
2017.09.15
Banyuwangi

Ida Ayu, seorang warga Gilimanuk, Bali, melilitkan selendang berwarna kuning di pinggangnya. Perempuan 47 tahun itu memastikan selendang terpasang dengan baik dan tak mudah lepas.
Dengan baju juga warna kuning dan celana putih, Ida menceburkan diri ke sungai kecil. Sejurus kemudian, Ida mulai konsentrasi berdoa di depan patung dewa yang dibangun di sungai dangkal itu.
Setelah lima belas menit berdoa, ia keluar dari sungai. Dalam penuturannya, Ida mengatakan, bersama keluarga rutin berdoa di kompleks Pura yang ada di Anantaboga di Dusun Gunung Sari, Desa Sumbergondo, Kecamatan Gleenmore, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
“Tiap bulan minimal sekali, kami datang ke Anantaboga. Tempat ini, bagi kami mampu memberi ketenangan dan kenyamanan. Suasana juga mendukung kekhusyukan untuk berdoa,” tuturnya kepada BeritaBenar, Rabu, 13 September 2017.
Kompleks Anantaboga berbeda dibanding tempat sembahyang lain. Di sini, tidak hanya pura bagi umat Hindu, tapi juga tempat sembahyang bagi umat beragama lain, seperti Gua Maria (Katolik), Patung Dewi Kwan Im (Khonghucu), Patung Sidharta Gautama (Buddha) serta mushalla bagi umat Islam.
“Jadi, semua agama bisa berdoa di Anantaboga,” terang Ida.
Indra Wijaya, seorang penganut Khonghucu dari Banyuwangi, mengaku bersyukur di daerahnya punya kompleks sembahyang seperti Anantaboga.
Baginya, Anantaboga telah memberi banyak pengetahuan dan manfaat tentang arti pentingnya kerukunan dan kedamaian bagi semua umat beragama.
Di Anantaboga, umat berbagai lintas agama dapat berdoa dengan tenang dan damai, tanpa ada rasa takut akan gangguan.
“Kita bisa melihat bagaimana antarumat beragama berdoa dengan khusyuk menggunakan tata cara ibadahnya masing-masing. Hanya di sini, kita bisa temukan hal itu,” kata Indra.
Sejarah Anantaboga
Menurut Supar (57), penjaga tempat itu, Kompleks Anantaboga berada di lahan milik Perhutani Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Gleenmore, Perhutani Banyuwangi Barat. Komplek itu dibangun oleh Yayasan Pujalingga yang berbasis di Bali, tahun 2010.
“Tujuan didirikan Anantaboga adalah sebagai bukti bahwa keberagaman jika dijaga dan dirawat akan indah dalam harmoni,” tuturnya.
Awalnya, Anantaboga hanya berupa pura dan kompleks sembahyang umat Hindu. Kemudian, disusul pembangunan tempat ibadah umat agama lain seperti mushalla, Patung Bunda Maria dan Patung Dewi Kwan Im.
Mereka yang datang ke Anantaboga tak hanya dari Banyuwangi, tapi juga dari luar kota, seperti Jakarta, Surabaya, dan Ujung Pandang.
“Bahkan ada juga dari luar negeri, seperti Kanada dan Thailand,” jelas Supar.
Selain untuk beribadah, pengunjung bisa menikmati rindangnya pepohonan di Anantaboga.
Di Anantaboga terdapat sumber mata air Beji yang dipercaya suci dan banyak khasiatnya. Ada juga yang yakin sumber mata air itu bisa untuk obat yang menyembuhkan berbagai penyakit.
Sedangkan, bagi umat Hindu, air yang berasal dari mata air Beji sering digunakan untuk upacara Mendak Tirta sekaligus untuk ritual ruwatan.
Sebelum air dari mata air Beji dipakai warga, pengelola Yayasan Pujalingga pernah membawa sampel air ke seorang dokter untuk diteliti.
“Hasilnya, kandungan sumber mata air Beji punya mineral yang sangat tinggi,” terang Supar.
Dari cerita yang berkembang di tengah masyarakat, Anantaboga adalah salah satu tempat yang pernah disinggahi penyebar umat Hindu, Rsi Markandeya.
Patung Dewi Kwan Im yang terdapat di Kompleks Anantaboga, Kabupaten Banyuwangi. (Yovinus Guntur/BeritaBenar)
Respon positif
Keberadaan Anantaboga mendapat respon positif dari sejumlah kalangan. Salah satunya adalah Koordinator Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD), Aan Anshori.
Menurutnya, keberadaan Anantaboga patut direplikasi kabupaten/kota lain di tanah air Apalagi, saat ini, Indonesia tengah berjuang dari gerogotan fundamentalisme agama yang membahayakan keberagaman.
“Sebagai umat Islam, saya bersyukur Banyuwangi punya potensi wisata seperti Anantaboga,” katanya kepada BeritaBenar.
Aan juga meminta Pemerintah Kabupaten Banyuwangi agar menjaga Anantaboga tetap eksis. Ia juga meminta sekolah-sekolah di Banyuwangi untuk melakukan kunjungan rutin di Anantaboga, guna mengetahui pentingnya menjaga toleransi dan keberagaman.
Hal sama juga disampaikan, Petrus, aktivis Roemah Bhinneka, yang menyebutkan, Anantaboga bisa jadi contoh bagi siapapun yang ingin belajar pentingnya menghargai perbedaan di setiap agama.
Anantaboga, menurutnya, simbol Pancasila terutama dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa dan Persatuan Indonesia.
“Inilah potret kecil tentang Pancasila dalam sudut pandang Anantaboga,” pungkas Petrus.