Terorisme Tetap Jadi Ancaman Tahun Depan

Ismira Lutfia Tisnadibrata
2016.12.30
Jakarta
161230-ID-Densus-1000.jpg Polisi mengamankan lokasi saat penggeledahan rumah terduga teroris di Sukoharjo, Jawa Tengah, 11 Desember 2016.
Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar

Terlepas dari kritikan tentang dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan seruan pembubaran Detasemen Khusus (Densus) 88 anti-teror Polri, tren kejahatan terorisme yang meningkat pada 2016 dan potensi ancaman serangan tahun depan menunjukkan keberadaan pasukan ini masih tetap dibutuhkan dalam upaya pemberantasan terorisme di Indonesia.

Mantan Kepala Densus 88, Komjen Pol. (Purn) Saud Usman Nasution dalam wawancara khusus dengan BeritaBenar di kawasan Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat, 30 Desember 2016, mengatakan, selama tujuan kelompok militan belum tercapai, masalah terorisme tidak akan selesai.

Menurutnya, tujuan ingin dicapai para militan adalah mendirikan negara berdasarkan syariat Islam, yang dilandasi pemahaman ideologi agama secara radikal.

“Ideologi saja tidak seberapa (bahaya), tapi dapat menjadi bahaya bila ada akumulasi kemiskinan, kesenjangan sosial, ketidakpuasan akan keadaan, dan memaksa kehendak untuk mencapai tujuan mereka,” ujar Saud, yang juga mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Dia menambahkan, kaum militan selalu punya niat untuk melakukan serangan dan rela mengorbankan nyawanya karena tindakan itu menjadi tolok ukur keberhasilan mereka.

“Doktrin ini yang membuat mereka mau melakukan serangan, agar tindakan mereka sempurna,” ujar Saud, sambil menambahkan target adalah siapapun yang dianggap menghambat kegiatan terorisme.

Kapolri Jendral Tito Karnavian mengatakan dalam jumpa pers 28 Desember 2016, bahwa kejahatan terorisme diprediksi tetap menjadi ancaman situasi keamanan nasional pada 2017.

“Masih ada tersangka terorisme dalam daftar pencarian orang, yang memungkinkan mereka akan tetap melakukan aksi terornya,” ujarnya.

Menurut dia, potensi serangan juga ada karena dinamika yang terjadi ketika kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) makin kecil wilayah kekuasaannya, sehingga mereka menyeru pendukungnya melakukan serangan di berbagai lokasi, termasuk Indonesia.

Meningkat

Sepanjang tahun 2016, terjadi peningkatan 88 kasus terorisme, baik serangan maupun penangkapan, menjadi 170 dari 82 kasus pada 2015.

Dari 170 kasus, 33 terduga teroris, termasuk Santoso – pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) – tewas, sehingga yang meninggal dunia meningkat dibandingkan tahun 2015 sebanyak tujuh orang.

“Kasus-kasus ini sebagian besar berhasil digagalkan. Kalau yang sudah terjadi serangan, semaunya berhasil kita ungkap dengan baik,” ujar Tito.

Menurut Saud, dari semua kasus bom yang terjadi di Indonesia, hanya satu yang belum terungkap yaitu bom yang meledak di toilet dalam pusat perbelanjaan ITC Depok, Jawa Barat, Februari 2015.

Kasus yang menonjol terjadi pada 14 Januari lalu di Jalan Thamrin, Jakarta, ketika empat pelaku teror melakukan penembakan yang mengakibatkan empat warga sipil tewas. Keempat pelaku juga tewas.

Sebagian anggota jaringan serangan teror yang diklaim ISIS bertanggung jawab itu sudah diproses hukum. Beberapa dari mereka sudah divonis penjara dan sebagian lagi sedang menjalani persidangan.

Diapresiasi

Keberhasilan Densus 88 itu mendapat apresiasi berbagai pihak, termasuk mereka yang kritis terhadap pasukan khusus tersebut karena dugaan pelanggaran HAM.

Pertengahan tahun ini, Densus 88 sempat menghadapi tuduhan dugaan pelanggaran HAM ketika Siyono, yang ditangkap pada 8 Maret di Klaten, Jawa Tengah atas dugaan terorisme, tewas dalam pengawalan Densus.

Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar mengatakan bahwa operasi Densus 88 dalam sebulan terakhir dapat diapresiasi karena ancaman terorisme memang nyata.

“Tapi masih banyak soal akuntabilitas selama 10 tahun terakhir yang belum terjawab. Harus ada akuntabilitas atas setiap bom ditemukan atau setiap orang yang meninggal dan jelas tuduhannya,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Hafid Abbas juga menyuarakan hal sama dan menghimbau Densus 88 untuk selalu melakukan tugasnya sesuai prinsip HAM.

“Harus ada akuntabilitas dan lembaga yang mengaudit, agar tidak menjadi satu-satunya sumber kebenaran,” ujarnya.

Kritik lebih keras datang dari anggota DPR Komisi III yang merupakan mitra kerja polisi, Muhammad Syafi’i, yang mengatakan Densus 88 tidak pernah mengungkap secara jelas jaringan terorisme di Indonesia dan hanya menembak mereka yang disebut terduga teroris.

Menurutnya, pengungkapan kasus terorisme selama ini adalah “narasi tunggal dari polisi.”

“Saya harap Densus bisa ungkap ada apa sebenarnya di balik terorisme ini,” ujar politisi Gerindra tersebut kepada BeritaBenar.

Sesuai prosedur

Saud mengatakan semua tindakan Densus sesuai prosedur yang jelas dan penembakan dilakukan karena terduga teroris melawan serta mempunyai bom atau senjata api.

“Kalau anak buah (Densus 88) tidak berhasil di lapangan, sudah banyak penyerangan terjadi dan korban yang berjatuhan,” ujar Saud.

Pengamat terorisme, Rakyan Adibrata mengatakan, terlepas dari keberhasilan Densus melakukan langkah terbaik penanggulangan terorisme, selalu ada potensi kesalahan.

“Pengawasan juga penting untuk menjamin profesionalisme namun jangan ada batasan terlalu kaku yang dapat menghambat operasi,” ujar Rakyan.

Dia mencontohkan saat Komjen Pol. (Purn) Gories Mere, yang tahun 2004 berpangkat Brigadir Jenderal, terlihat wartawan di gerai Starbucks di sebuah mall di Jakarta bersama terpidana bom Bali 1, Ali Imron, dalam grup berjumlah enam atau delapan orang.

“Seorang anggota Densus pernah bercerita kepada saya bahwa hal itu dilakukan untuk menunjukkan kepada Ali bahwa di gerai berasal dari Amerika (yang dianggap musuh) banyak orang Indonesia yang juga sesama Muslim,” ujar Rakyan.

Menurut dia, tindakan seperti itu melanggar prosedur baku namun kadang Densus perlu melakukannya, untuk membangun kepercayaan dan tidak melanggar hak-hak sipil.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.