Menanti Sentuhan Gubernur Baru di Jakarta
2017.04.20
Jakarta

Jarum jam menunjukkan pukul 07.16 WIB saat Gubernur DKI Jakarta, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama, tiba di Balai Kota Jakarta, Kamis, 20 April 2017. Seperti biasa sebelum memulai aktivitasnya, dia menerima warga yang telah menunggu.
Ketika Ahok sedang berbicara dengan warga yang mengeluhkan soal tanah dan bertanya kelanjutan program Kartu Jakarta Lansia, 12 menit kemudian, mobil rombongan Anies Rasyid Baswedan merapat di Balai Kota.
Turun dari mobil, Anies melewati Ahok yang sedang bersama warga. Kandidat Gubernur Jakarta yang unggul dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) sehari sebelumnya itu langsung masuk ke area pendopo.
Dari celah warga yang menutupi pandangnya, Ahok sempat mencari tahu sosok dalam rombongan yang melewatinya. Setelah sadar yang datang adalah rival politiknya, Ahok segera pamit pada warga dan langsung menyusul ke dalam.
Keduanya kemudian bertemu di ruang pertama Balai Kota. Saling melempar senyum dan bersalaman akrab, Ahok dan Anies menggelar pertemuan tertutup selama 20 menit.
Ini adalah pertemuan pertama Ahok dan Anies setelah hasil perhitungan cepat sejumlah lembaga survei, menyatakan Anies yang berpasangan dengan Sandiaga Salahuddin Uno memenangkan Pilkada putaran kedua.
Usai pertemuan, mereka berbicara pada wartawan yang menyebutkan bahwa keduanya membahas sejumlah program, termasuk penyusunan anggaran belanja daerah. Mereka juga sempat untuk melupakan “pergesekan” yang terjadi selama masa kampanye.
“Saya sampaikan ke Pak Anies, ini kan APBD Perubahan saya yang susun, nah tentu kami harus duduk bareng, mesti disampaikan kepada para pendukungnya,” kata Ahok.
Apa disampaikan Ahok diamini Anies. "Kami melihat ada perubahan dan kami berbicara bagaimana program-program yang sudah direncanakan," katanya.
Dari kampus ke politik
Anies sebelumnya dikenal sebagai seorang akademisi. Ia meraih gelar doktor Ilmu Politik dari Northern Illinois University di Amerika Serikat, tahun 1999.
Anies menjadi Rektor Universitas Paramadina, Jakarta, pada 2007, menggantikan cendikiawan muslim, Nurcholis Madjid (Cak Nur). Saat itu, usianya masih 38 tahun sehingga dinobatkan sebagai rektor termuda di Indonesia.
Anies memasuki dunia politik saat mencalonkan diri pada konvensi calon presiden Partai Demokrat, menjelang pemilihan presiden (Pilpres) 2014.
Penampilan buruk partai pimpinan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilu legeslatif 2014 itu akhirnya tidak mencalonkan seorang kandidat pun dan Anies beralih ke kubu Joko “Jokowi” Widodo, calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bersama koalisinya.
Anies menjabat penasihat kampanye Jokowi dalam Pilpres 2014 melawan Prabowo Subianto.
Ia menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam kabinet Jokowi selama dua tahun sebelum ia dicopot.
Menjelang Pilkada Jakarta, pada Oktober 2016, Anies bergabung dengan Partai Gerindra yang diketuai Prabowo dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai calon gubernur, sebuah langkah yang mengejutkan berbagai pihak, karena dia bergabung dengan partai yang dulu dilawannya saat kampanye Pilpres 2014.
Anies yang awalnya dikenal sebagai sosok Muslim moderat tampak mendekatkan diri dengan kelompok Islam konservatif dalam kampanye Pilkada Gubernur Jakarta yang oleh berbagai pihak dinilai penuh nuansa isu SARA.
Walaupun Anies tidak langsung menyasar etnis dan agama Ahok, seorang Kristen Tionghoa yang merupakan minoritas di Indonesia, selama kampanye Anies bertemu dengan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) yang berada dibalik sejumlah demonstrasi menentang Ahok.
"Jakarta untuk semua, dan setiap warga Jakarta berhak berdiskusi dengan pasangan calon Anies-Sandi," kata Anies, seperti dikutip di detiknews mengenai alasannya bertemu denga FPI.
Saat kampanye, popularitas Ahok meredup seiring kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan padanya akibat ucapannya yang menyitir surah Al-Maidah ayat 51 saat berpidato di Pulau Seribu pada September 2016, yang dinilai oleh sebagian Muslim menghina Alquran.
Kedewasaan demokrasi
Direktur Eksekutif Wahid Institute, Yenny Wahid, menilai Pilkada DKI telah menunjukkan kedewasaan dan kematangan berpolitik dalam berdemokrasi di Indonesia.
“Pasangan yang kalah yaitu Pak Ahok dan Pak Djarot langsung mengucapkan selamat,” kata putri mantan Presiden Abdurrahman “Gus Dur” Wahid itu kepada BeritaBenar.
Yenni juga meminta semua pihak kembali bersatu. Segala pertentangan yang ada harus segera diakhiri.
“Pendukung Ahok kalau ada yang meninggal diurusi jenazahnya. Semua yang ribut-ribut kemarin disudahi,” katanya.
Jika perhitungan KPU Jakarta sama dengan hasil perhitugan cepat lembaga survei, Anies- Sandi akan menjabat gubernur dan wakil gubernur Jakarta, pada Oktober mendatang.
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris menilai Anies akan ditantang untuk mewujudkan program-programnya yang terlampau muluk, seperti program rumah dengan uang muka 0 persen.
“Yang pasti masyarakat menantikan kinerja Anies. Saatnya membuktikan dia lebih baik dari Ahok,” kata Syamsuddin kepada BeritaBenar.
Dia menambahkan gaya kepemimpinan Anies akan sangat berbeda dengan Ahok. Anies tak akan seperti Ahok yang tampil tegas dalam memberantas praktik kolusi.
Agus Subekti, seorang warga Lenteng Agung, Jakarta Selatan, juga berharap Jakarta bisa lebih baik lagi ke depan. Gubernur baru, harapnya, harus mampu membuat terobosan mengatasi berbagai permasalahan di ibukota.
“Semoga Jakarta nggak macet lagi, nggak banjir lagi, nggak ribut-ribut lagi,” pungkasnya.