Google Hapus Sejumlah Aplikasi LGBT di Indonesia
2018.01.31
Jakarta

Sejumlah aplikasi khusus kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) resmi dicabut dari toko online Google Play Store khusus Indonesia menyusul permintaan pemerintah.
"Kementerian Komunikasi dan Informatika telah melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Google terkait adanya konten negatif yang termuat dalam aplikasi Blued,” kata Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika, Noor Iza, kepada BeritaBenar di Jakarta, Rabu, 31 Januari 2018, merujuk pada sebuah aplikasi kencan kaum gay yang disebut-sebut terbesar di dunia.
“Terhitung mulai 28 Januari 2018, pihak Google telah melakukan suspend sehingga aplikasi Blued tidak dapat ditemui dan dicabut pada Google Playstore Indonesia.”
Menurutnya, pada 15 Januari 2018, Kemkominfo mengambil beberapa tindakan, yakni mengirimkan permintaan kepada Google untuk mencabut 73 aplikasi berkenaan dengan LGBT dari Google Play Store Indonesia.
Google kemudian memblokir 14 aplikasi LGBT yang ada di Play Store, tiga di antaranya adalah Blued.
Blued tersedia dalam iOS, Android, dan Windows 8. Aplikasi yang memiliki jutaan pengguna dari seluruh dunia itu, merupakan bagian dari perusahaan jasa internet Blue City Holdings, China. Dalam situsnya, Blued, mengatakan aktif dalam kampanye pencegahan AIDS, anti diskriminasi dan bekerja sama dengan berbagai program yang diinisiasi oleh badan PBB, seperti WHO, UNAIDS dan UNDP.
Jason Tedjasukmana, Kepala Corporate Communications Google Indonesia enggan berkomentar detil terkait pencabutan aplikasi LGBT dari toko online perusahaan raksasa teknologi itu.
"Kami tidak dapat memberikan komentar mengenai aplikasi individu. Anda dapat membaca kebijakan kami untuk informasi lebih lanjut,” katanya saat dikonfirmasi.
Noor menambahkan, pada 28 September 2016 telah dilakukan pemblokiran atas tiga sistem nama domain (DNS) dari tiga aplikasi LGBT yang tidak sesuai dengan peraturan.
"Selama Januari 2018, dari hasil penelusuran dan pengaduan masyarakat sejumlah 169 situs LGBT yang bermuatan asusila dilakukan pemblokiran. Disamping itu, juga terdapat 72.407 konten asusila pornografi telah dilakukan penanganan,” jelasnya.
“Kami terus melakukan pembersihan terhadap konten-konten LGBT dan tidak hanya berkoordinasi dengan penyedia aplikasi, seperti Google. Kami juga membersihkan dunia maya dari situs-situs berkonten LGBT dengan mesin pengais konten negatif,” ujarnya.
Perbuatan homoseksual – gay dan lesbian – tidak dilarang di Indonesia, kecuali di Aceh yang menerapkan syariat Islam dan apabila terbukti di Mahkamah Syari’yah, pelakunya diancam dengan hukuman cambuk di depan publik.
Meski tak ada larangan, diskriminasi terhadap kaum LGBT beberapa tahun belakangan ini semakin banyak terjadi, dipicu oleh retorika pemerintah, kelompok konservatif dan pimpinan agama. Sejumlah penggerebekan oleh polisi dan kelompok anti gay terjadi di beberapa wilayah Indonesia, seperti di Jakarta, Surabaya dan yang terbaru di Aceh, akhir minggu lalu.
Kapolres Aceh Utara diperiksa
Pemblokiran aplikasi LGBT itu terjadi beberapa hari setelah 12 orang wanita pria (waria) ditangkap polisi di lima salon kecantikan akhir pekan lalu dalam “Operasi Penyakit Masyarakat” di Kabupaten Aceh Utara.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Polri, Brigjen. Pol. Mohammad Iqbal ketika ditanya BeritaBenar mengatakan saat ini Polda Aceh tengah memeriksa Kapolres Aceh Utara, AKBP Ahmad Untung Surianata, yang memimpin operasi penangkapan waria itu.
"Kapolres sedang diperiksa Polda. Intinya akan menginvestigasi apakah ada kesalahan prosedur atau tidak. Kalau ada kesalahan, ada mekanismenya. Mekanisme melanggar kode etik atau disiplin. Apabila tidak ada pelanggaran, kita akan clear-kan,” ujar Iqbal kepada wartawan.
Dia menambahkan, siapapun anggota Polri yang melakukan kesalahan dalam tindakan kepolisian ada sanksinya. Mekanismenya jelas, dari pelanggaran disiplin, demosi, sampai kurungan.
“Bila fatal sekali melakukan tindak pidana, dihukum pidana. Kita akan lakukan investigasi pelurusan,” jelasnya.
Untung yang dihubungi via telepon selulernya mengatakan bahwa pihaknya telah selesai melakukan pembinaan terhadap 12 waria yang merupakan para pekerja salon.
“Sudah kami bebaskan, bukan ditangkap tapi dibina supaya menjadi laki-laki. Dan ternyata mereka bisa menjadi laki-laki kok,” katanya kepada BeritaBenar.
"Kalau bukan upaya dan usaha kita sendiri lalu siapa yg mau peduli. Saya tahu mungkin banyak yang menentang karena simpang siurnya informasi atau kepentingan orang-orang tertentu tapi tujuan kita membuat mereka lebih baik.”
Klarifikasi
Kalangan pegiat hak asasi manusia (HAM) dan aktivis LGBT bersuara lantang terhadap penangkapan tersebut. Beberapa dari waria dicukur rumbut, tanpa mengenakan baju, dan dipaksa mengenakan baju laki-laki.
Foto-foto yang beredar di media sosial juga memperlihat mereka berguling di rumput. Untung membenarkan adanya latihan fisik sebagai bagian mengembalikan waria kembali menjadi laki-laki.
Meski dikecam aktivis HAM, dukungan kepada Kapolres Aceh Utara terus berdatangan dari masyarakat Aceh. Puluhan organisasi masyarakat Islam di Aceh menyatakan siap mendukung Untung dalam “memberantas LGBT.”
Koordinator Sub Komisi Pemajuan HAM Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan pihaknya telah mengirim surat klarifikasi ke Polda Aceh terkait penangkapan tersebut.
"Kami sudah kirim surat permintaan klarifikasi pada Kapolda Aceh. Intinya penangkapan dan tindakan persekusi berupa penggundulan dan mengundang media bertentangan dengan undang-undang,” katanya saat dihubungi.
"Kalau tidak ada kejahatan atau kesalahan sesuai undang-undang yang berlaku maka tidak ada alasan bagi kepolisian melakukan penangkapan,” pungkasnya.