AS ‘Khawatirkan Pertumbuhan Pesat' di Gudang Senjata Nuklir China
2021.08.06
Washington dan Jakarta

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada hari Jumat menyatakan kekhawatiran yang kuat tentang apa yang diyakininya sebagai cadangan nuklir China yang terus bertambah dan juga mengatakan Beijing harus menghentikan tindakan-tindakan provokatif di Laut China Selatan, demikian menurut Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
Dalam pertemuan virtual Forum Regional ASEAN (Regional ASEAN Forum – ARF).dengan menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan negara-negara mitra blok regional itu, Blinken mengatakan Beijing tampaknya telah membalikkan kebijakannya atas persenjataan nuklir terbatas untuk tujuan pencegahan.
"Menteri Blinken... mencatat keprihatinan mendalam dengan pertumbuhan pesat persenjataan nuklir RRC (China) yang menyoroti bagaimana Beijing telah menyimpang tajam dari strategi nuklirnya yang telah berusia puluhan tahun berdasarkan pencegahan minimum," kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan, mengenai pidato Blinken. kepada para menteri luar negeri ASEAN dan diplomat tinggi dari negara-negara mitra blok regional tersebut.
Blinken mengacu pada laporan-laporan lembaga think tank baru-baru ini yang mengatakan China sedang membangun lebih dari 100 silo rudal nuklir di provinsi Gansu dan di Xinjiang Timur.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi, sebaliknya, mengatakan pada bulan Juni bahwa Beijing menjaga kemampuan nuklirnya pada tingkat minimum yang diperlukan untuk keamanan nasional. China tidak bersaing dengan negara lain dalam ukuran atau skala kekuatan nuklir, demikian sebutnya pada sebuah konferensi perlucutan senjata.
Laut Cina Selatan
Namun, temuan silo rudal nuklir China yang meningkat cukup mengkhawatirkan negara-negara di Asia Tenggara yang memiliki klaim yang tumpang tindih atas China di Laut China Selatan yang disengketakan, kata para analis.
Beijing mengklaim hampir seluruh Laut Cina Selatan, sebagian besar telah dimiliterisasi. Selain itu, penggugat lain di jalur air yang disengketakan itu mengatakan China telah meningkatkan kehadiran penjaga pantai dan armada penangkapan ikannya yang besar di zona ekonomi eksklusif, atau ZEE mereka.
Klaim ekspansif China mencakup perairan di dalam ZEE Taiwan dan negara-negara anggota ASEAN, Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Sementara Indonesia tidak menganggap dirinya sebagai pihak dalam sengketa Laut Cina Selatan, Beijing mengklaim hak bersejarah atas bagian laut yang tumpang tindih dengan ZEE Indonesia.
Sekretaris Blinken mengatakan dalam Forum Regional ASEAN bahwa China perlu mematuhi hukum internasional – pada tahun 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag menolak klaim ekspansif Beijing di Laut China Selatan.
"Sekretaris Blinken meminta RRC untuk mematuhi kewajibannya di bawah hukum laut internasional dan menghentikan perilaku provokatifnya di Laut Cina Selatan," kata Departemen Luar Negeri AS.
“Sekretaris Blinken juga menggarisbawahi pentingnya demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas di Indo-Pasifik.”
Namun, Menteri Luar Negeri China Wang, secara terpisah mengatakan kepada para diplomat top ASEAN dan dalam Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri Asia Timur awal pekan ini bahwa negara-negara di luar kawasan itu merusak stabilitas di Laut China Selatan.
China bersikeras pada penyelesaian damai perselisihan melalui konsultasi oleh negara-negara yang terlibat langsung, katanya kepada para menteri luar negeri ASEAN pada hari Selasa.
Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia Mahendra Siregar mengatakan dalam ARF bahwa pandemi bukanlah waktu yang tepat untuk apa pun yang meningkatkan ketegangan regional.
ARF harus fokus pada “menahan diri dr proyeksi kekuatan dan tindakan provokasi yang tingkatkan ketegangan di Laut China Selatan, terutama di tengah pandemi.” demikian cuit twitter Kementerian Luar Negerii Indonesia pada 6 Agustus 2021.
Kemlu Indonesia juga menegaskan pentingnya komunitas internasional untuk mendukung peran ASEAN dan penyelesaian segala bentuk sengketa di Laut China Selatan di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut.
Diplomasi vaksin
Wang dan Blinken keduanya ikut dalam pertemuan ARF yang dilakukan secara virtual dalam lima hari terakhir.
Baik China dan Washington mencari dukungan Asia Tenggara di Laut China Selatan dan keduanya menyebut sumbangan vaksin mereka di wilayah tersebut.
Blinken mengatakan AS telah memberikan lebih dari 23 juta dosis vaksin dan lebih dari $ 158 juta dalam bantuan kesehatan dan kemanusiaan kepada anggota ASEAN sejauh ini dalam menanggapi pandemi COVID-19.
“Kami juga akan berada di sana untuk mendukung kawasan ini untuk membangun kembali dengan lebih baik dari kerusakan ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi dengan green recovery (reformasi lingkungan, peraturan dan fiskal untuk memulihkan kemakmuran setelah pandemi COVID-19) dan memastikan kesiapan untuk penanggulangan wabah di masa depan,” ujarnya.
Wang mengatakan China telah menyediakan lebih dari 190 juta dosis vaksin COVID-19 untuk Asia Tenggara, lapor harian China.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Bangladesh A.K. Abdul Momen, yang juga menghadiri ARF mengatakan negara Asia Selatan dapat “dapat memulai dan mematuhi bentuk ‘diplomasi vaksin’ yang memastikan sumber vaksin yang beragam.”
“Karena adanya gelombang pandemi COVID-19 di negara-negara tetangga, sangat penting bahwa negara-negara Asia Selatan dan Asia Tenggara untuk mendapatkan bantuan vaksin tanpa ikatan apa pun,” kata Abdul Momrn.
Ika Inggas di Washington dan Jesmin Papri di Dhaka berkontribusi dalam laporan ini.