AS: ASEAN Harus Bertindak Sekarang untuk Myanmar
2021.08.03
Washington dan Jakarta

Amerika Serikat mengatakan sangat penting bagi ASEAN untuk mempercepat memulai dialog dan mengurangi kekerasan di Myanmar, di mana saat ini pemimpin junta Burma telah menunjuk dirinya sendiri sebagai perdana menteri yang berkuasa dan mengumumkan bahwa pemilu tidak akan berlangsung hingga 2023.
Dalam Forum Regional ASEAN yang dijadwalkan pada hari Jumat, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken akan memperlihatkan kepada Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara itu bahwa mereka perlu menunjuk dan mengirim segera utusan ke Myanmar, seperti yang telah disepakati oleh anggota blok itu pada April lalu, demikian menurut seorang pejabat senior Departmen Luar Negeri AS.
Pengumuman pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing pada hari Minggu lalu bahwa tidak akan ada pemilihan umum yang akan diadakan dalam dua tahun lagi merupakan “seruan bagi ASEAN untuk meningkatkan upayanya karena jelas bahwa junta Burma hanya mengulur-ngulur waktu untuk keuntungannya sendiri,” kata pejabat itu dalam konferensi pers Senin malam.
“Jadi semakin banyak alasan mengapa ASEAN harus terlibat dalam hal ini dan memenuhi serta menjunjung tinggi ketentuan Konsensus Lima Poin yang juga ditandatangani oleh Myanmar.”
Blinken akan menghadiri berbagai pertemuan ASEAN minggu ini, di mana ia akan “mendalami detail dalam memahami isu-isu kompleks” di Asia Tenggara, kata pejabat Departemen Luar Negeri AS itu.
Dari pertemuan-pertemuan ini, Forum Regional ASEAN adalah yang terbesar dan berfokus pada masalah keamanan regional “tidak terkecuali kudeta di Burma, yang telah berdampak pada seluruh ASEAN dan mengancam stabilitas seluruh kawasan,” papar pejabat itu. .
“[Blinken] akan mendesak ASEAN untuk meminta pertanggungjawaban junta militer Burma pada Konsensus Lima Poin Pemimpin ASEAN pada 24 April untuk menyebutkan dan mengirim utusan khusus ke Burma untuk melibatkan semua pemangku kepentingan dan agar junta segera mengakhiri kekerasan, memulihkan demokrasi pemerintahan, dan membebaskan mereka yang ditahan secara tidak adil,” kata pejabat itu.
Pada hari Selasa, 950 warga Burma – kebanyakan dari mereka pengunjuk rasa anti-kudeta – telah dibunuh oleh pasukan keamanan Myanmar sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih pada 1 Februari.
Pada akhir April, para pemimpin ASEAN, termasuk Min Aung Hlaing, bertemu di Jakarta dalam pertemuan khusus tentang krisis di Myanmar pasca-kudeta. Dalam pertemuan tersebut disepakati lima poin untuk segera dilaksanakan guna membendung kekerasan dan memulai proses mengembalikan Myanmar ke keadaan normal.
Poin tersebut menyepakati agar ASEAN menunjuk seorang utusan khusus untuk Myanmar, melakukan dialog konstruktif di antara semua pihak dan mediasi pembicaraan tersebut oleh utusan khusus ASEAN, karena mereka menyerukan diakhirinya kekerasan.
Saatnya 'keputusan tegas' ASEAN
Enam bulan kemudian, tidak satu pun dari poin-poin konsensus ini yang membuahkan hasil dan beberapa anggota ASEAN telah menyatakan frustrasi atas kebuntuan tersebut.
Menteri luar negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan pada hari Senin bahwa “penundaan implementasi lima poin konsensus tidak akan membawa kebaikan bagi ASEAN.”
“Sudah waktunya ASEAN mengambil keputusan yang decisive (tegas),” kata Retno, yang tengah berada di Washington DC, Amerika Serikat, untuk memenuhi undangan Menlu AS, Antony Blinken.
“Indonesia mengharapkan bahwa pertemuan AMM (ASEAN Ministerial Meeting) ini dapat memutuskan mengenai penunjukan SE (special envoy atau utusan khusus) sesuai usulan ASEAN beserta mandatnya yang jelas serta adanya komitmen militer Myanmar untuk memberikan akses penuh pada SE untuk menjalankan tugasnya,” ujarnya dalam konferensi virtual tersebut,
Retno juga mengindikasikan bahwa junta Myanmar mungkin menunda penunjukan utusan ASEAN.
Hingga Selasa sore (waktu Washington), ASEAN belum mengeluarkan pernyataan bersama terkait pertemuan tersebut. Menurut sumber diplomatik Jakarta, Myanmar belum menyetujui orang yang diusulkan ASEAN untuk duta besar khusus.
Myanmar harus menyetujui utusan tersebut karena blok kawasan yang terdiri dari 10 negara anggota itu mengambil keputusan berdasarkan konsensus.
Sementara itu, Min Aung Hlaing mengatakan pada hari Minggu – bertepatan dengan peringatan enam bulan kudeta – bahwa dari tiga calon utusan ASEAN yang diusulkan, ia telah memilih salah seorang dari mereka, tetapi tidak ada kemajuan lebih lanjut karena blok tersebut kemudian mengusulkan nama baru.
“Dari tiga calon utusan khusus ASEAN, kami sepakat untuk memilih mantan Wakil Menteri Luar Negeri Thailand, Mr. Virasakdi Futrakul. Tetapi karena berbagai alasan, proposal baru dirilis dan kami tidak dapat terus bergerak maju,” kata pemimpin junta itu, menurut transkrip pidatonya yang diterbitkan dalam publikasi pemerintah “Global New Light of Myanmar.
“Saya ingin mengatakan bahwa Myanmar siap untuk bekerja pada kerja sama ASEAN dalam kerangka ASEAN, termasuk dialog dengan Utusan Khusus ASEAN di Myanmar.”
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-o-cha memiliki hubungan dekat dengan militer Burma. Prayuth memilih Myanmar sebagai negara asing pertama yang dikunjungi setelah ia merebut kekuasaan – juga melalui kudeta militer – pada Mei 2014, dan empat tahun kemudian, Thailand menganugerahi Jenderal Min Aung Hlaing sebuah simbol kerajaan.
Dalam pertemuan Menlu Retno dengan mitranya dari AS di Washington pada Selasa, Menlu AS Blinken memuji kepemimpinan Indonesia dalam ASEAN dan menekankan pentingnya menyelesaikan krisis Burma dan mengembalikannya ke jalan demokrasi, demikian pernyataan juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price.