AS Tekan ASEAN Minta Pertanggungjawaban Myanmar atas Kesepakatan Konsensus
2021.05.03
Washington dan Jakarta

Amerika Serikat mendesak ASEAN menekan Myanmar untuk menerapkan tindakan yang disepakati pada pertemuan puncak regional bulan lalu, demikian hasil pertemuan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dengan Wakil Menteri Luar Negeri Brunei.
Kedua diplomat itu mengadakan pembicaraan di tengah laporan bahwa Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara itu berusaha menarik Amerika Serikat dan Cina ke dalam diplomasi yang bertujuan memulihkan demokrasi dan mengakhiri kekerasan di Myanmar setelah militer Burma menggulingkan pemerintah terpilih pada 1 Februari.
Para diplomat membahas peran negara-negara Asia Tenggara dalam menyelesaikan krisis di Myanmar ketika Blinken dan Menteri Luar Negeri Brunei Kedua, Erywan Yusof, mengadakan pembicaraan di sela-sela pertemuan para menteri luar negeri G7 di ibu kota Inggris itu, kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan.
"Menlu AS berterima kasih kepada Menteri Erywan atas kerja Brunei sebagai ketua dalam masalah ini dan mendesak ASEAN untuk meminta pertanggungjawaban junta militer Burma terhadap kesepakatan konsensus," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price, menekankan bahwa keduanya "juga membahas peran ASEAN dalam penyelesaian krisis di Myanmar."
Brunei adalah pemegang kepemimpinan bergilir ASEAN tahun ini.
Konsensus ASEAN 24 April tentang Myanmar dengan cepat menjadi mentah kembali setelah pimpinan junta negara itu mengindikasikan pada 26 April bahwa dia akan menindaklanjuti consensus itu hanya setelah ada "stabilitas" di negara tersebut.
Pada 27 April, pemerintah sipil yang dibentuk oleh perwakilan pemerintahan yang sah mengatakan tidak akan berpartisipasi dalam pembicaraan dengan militer kecuali tahanan politik dibebaskan.
"Konsensus Lima Poin ASEAN” tentang Myanmar menyerukan penghentian segera kekerasan, dengan semua pihak melakukan "pengendalian sepenuhnya." Pasukan militer dan keamanan Myanmar telah menewaskan 766 orang, terutama pengunjuk rasa anti-kudeta, sejak terjadinya perebutan kekuasaan Feberuari lalu, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), sebuah LSM yang berbasis di Thailand.
Konsensus ASEAN juga menyerukan dialog konstruktif di antara semua pihak; mediasi pembicaraan semacam itu oleh utusan khusus ASEAN; pemberian bantuan kemanusiaan terkoordinasi dan kunjungan delegasi perhimpunan di kawasan itu ke Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak.
Konsensus tersebut dicapai setelah para pemimpin dan menteri luar negeri dari semua negara anggota ASEAN, termasuk kepala junta Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, menghadiri pertemuan khusus di Jakarta.
Namun demikian, konsensus tidak menyebutkan pembebasan tahanan politik, termasuk Aung San Suu Kyi.
Dua hari setelah KTT, pasukan keamanan Myanmar menembak mati seorang warga sipil di kota Mandalay.
Dan pada hari Minggu, delapan orang tewas setelah pasukan keamanan Myanmar menembaki pengunjuk rasa dalam protes besar-besaran terhadap pemerintahan militer, kantor berita Reuters melaporkan.
ASEAN Melakukan 'pekerjaan yang sangat penting' di Myanmar
Baik Brunei maupun negara anggota lainnya tidak berkomentar terhadap kekerasan setelah konsensus ASEAN.
Tetapi pada hari Senin, tampak dari sumber AS bahwa Erywan meminta untuk bertemu dengan Blinken.
Kepada Eryawan, Blinken mengatkan ASEAN melakukan "pekerjaan yang sangat penting" terkait Myanmar.
Jumat lalu, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga menyatakan "dukungan kuat untuk peran positif dan konstruktif ASEAN dalam memfasilitasi solusi damai untuk mendukung rakyat Myanmar."
Pada hari Senin, Kementerian Luar Negeri Filipina menyambut baik pernyataan PBB tersebut.
Sementara itu, sumber ASEAN mengatakan kepada kantor berita Nikkei Asia pada akhir pekan bahwa blok tersebut telah memulai negosiasi untuk mengadakan pertemuan menteri luar negeri dengan AS dan Cina, untuk mencari dukungan atas upayanya menyelesaikan krisis Myanmar.
Persiapan pertemuan dengan Cina sudah berjalan, sementara ASEAN dan AS masih membahas detail tentang pertemuan tersebut, termasuk bagaimana pertemuan itu akan dilakukan jika perwakilan junta Myanmar hadir, Nikkei melaporkan.
BenarNews menghubungi juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah pada Senin untuk menanyakan tentang pertemuan itu, tetapi dia mengatakan tidak memiliki informasi tersebut.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN, Sidharto Suryodipuro, dan perwakilan tetap Indonesia untuk ASEAN, Ade Padmo Sarwono, tidak segera membalas telepon, SMS, dan email ketika dihubungi mengenai hal tersebut.
Jika pertemuan menteri luar negeri negara-negara ASEAN, AS dan Cina ini terjadi, Washington dan Beijing harus mendorong junta Myanmar untuk menyelesaikan krisis dalam kerangka ASEAN, kata Evan Laksmana, peneliti senior di Pusat Kajian Strategis dan Internasional di Jakarta. .
"Saya pikir peran AS dan Cina idealnya adalah untuk memberikan tekanan atau pengaruh apa pun yang [mereka] miliki untuk mendorong [Myanmar] menuju semacam resolusi dalam kerangka ASEAN, tidak terpisah dari kerangka ASEAN," kata Laksmana kepada BenarNews, Senin.
Dia menambahkan bahwa jika kerangka kerja ASEAN “tidak lagi dibahas dengan alasan apapun,” maka opsi lain harus dieksplorasi.
“Tapi saat ini, apa yang menurut saya hilang dari debat adalah bagaimana mengintegrasikan komunitas internasional - AS, Uni Eropa, dan lainnya - dengan kerangka kerja ASEAN,” kata Laksmana.
Peneliti juga mengatakan bahwa ASEAN mungkin lebih menyukai keterlibatan Beijing dalam menyelesaikan krisis Myanmar. Cina memiliki kepentingan ekonomi dan strategis yang luas tidak hanya di Myanmar, tetapi di banyak negara di blok Asia Tenggara.
Tetapi Cina, katanya, mungkin tidak ingin memimpin upaya ini.
“Cina juga telah membangun hubungan dengan NUG (National Unity Government),” kata Laksmana merujuk pada pemerintahan sipil di Myanmar, yang dibentuk pertengahan bulan lalu oleh perwakilan pemerintahan Myanmar hasil Pemilu November tahun lalu yang digulingkan oleh Junta. Tidak ada perwakilan NUG yang diundang ke KTT ASEAN, hal yang dikritik oleh warga Burma dan aktivis hak asasi manusia.
“Saya pikir Cina juga mengakui bahwa tidak ada solusi yang stabil tanpa keterlibatan para pemangku kepentingan di luar militer, dan tentu saja, kita tidak boleh lupa bahwa militer di Myanmar juga sangat anti-Cina,” kata Laksmana.
"Jadi saya pikir, setelah mendengarkan beberapa kekhawatiran ini, akan sulit juga untuk membuat Cina memimpin."