ASEAN serukan kemajuan terukur dalam rencana perdamaian Myanmar
2022.11.11
Phnom Penh

Para pemimpin ASEAN pada hari Jumat menyerukan harus adanya kemajuan terukur dalam rencana perdamaian untuk Myanmar di tengah meningkatnya kritik atas kegagalan perhimpunan negara Asia Tenggara itu dalam membendung konflik yang semakin dalam di salah satu dari 10 negara anggotanya.
Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN, para anggota blok itu menegaskan kembali komitmen mereka pada konsensus lima poin yang disepakati pada April 2021 yang bertujuan untuk membawa perdamaian dan memulihkan demokrasi di Myanmar, negara yang berada dalam konflik sipil berdarah sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih awal tahun itu.
Sebuah pernyataan yang dihasilkan dari KTT di Phnom Penh itu menyerukan para menteri luar negeri ASEAN menetapkan tenggat waktu untuk mengimplementasikan rencana yang menghasilkan kemajuan dengan “indikator konkrit, praktis dan terukur”. ASEAN berhak untuk meninjau kembali perwakilan Myanmar dalam pertemuan-pertemuannya.
Seruan tersebut terjadi seiring dengan datangnya kritik dari kelompok-kelompok hak asasi manusia yang mengecam kegagalan ASEAN dalam menekan junta Burma, yang telah mengabaikan konsensus dan menolak dialog dengan perwakilan dari pemerintahan sipil yang digulingkannya.
Sebaliknya, militer telah melabeli banyak lawan politik utamanya sebagai teroris atau penjahat dan melancarkan kampanye bumi hangus di jantung Myanmar.
Dalam KTT itu Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyatakan “kekecewaan yang mendalam” atas situasi yang memburuk di Myanmar. Indonesia akan mengambil alih kepemimpinan bergilir ASEAN dari Kamboja, yang tiba pada akhir masa setahun jabatannya.
Jenderal Senior Min Aung Hlaing, pemimpin kudeta militer di Myanmar, tidak diundang dalam KTT ASEAN ini.
Jokowi mengatakan kepada wartawan bahwa dia ingin memperpanjang larangan terhadap perwakilan junta Myanmar, yang telah dilarang menghadiri pertemuan kepala negara dan menteri luar negeri ASEAN, Associated Press melaporkan.
“Indonesia sangat kecewa dengan situasi di Myanmar yang semakin memburuk,” kata Jokowi. “Kita tidak boleh membiarkan situasi di Myanmar menentukan ASEAN.”
Ferdinand Marcos Jr., presiden Filipina yang terpilih tahun ini, juga meminta Myanmar untuk mematuhi dan melaksanakan konsensus tersebut.
“Sementara Filipina menganut prinsip-prinsip non-intervensi dan konsensus ASEAN, penderitaan rakyat Myanmar yang berkepanjangan, sebagian karena lambannya kemajuan dalam pelaksanaan konsensus lima poin, juga karena menantang prinsip-prinsip yang dihormati ASEAN, demokrasi dan penghormatan terhadap perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan mendasar yang termaktub dalam Piagam ASEAN,” kata Marcos, seperti dikutip di kantor Kepresidenan Filipina.
Marcos Jr. adalah mendiang diktator yang memerintah Filipina selama lebih dari dua dekade (1965-1986) yang disinyalir melakukan pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran selama 14 tahun darurat militer.
Marcos Jr. mendesak rekan-rekan pemimpin ASEAN lainnya untuk terus mengambil pendekatan “konstruktif” dalam melibatkan para pemangku kepentingan di Myanmar, konsisten dengan visi bersama ASEAN yang “berpusat pada rakyat dan berorientasi pada rakyat.”
“Ini akan mencakup keterlibatan langsung dengan pemerintahan militer, tetapi juga dengan semua pemangku kepentingan lainnya, termasuk oposisi politik dalam kerangka ASEAN menuju implementasi penuh dari konsensus lima poin,” kata Marcos.
Menurut analis, ada perbedaan yang jelas di antara 10 anggota ASEAN tentang bagaimana menangani krisis Myanmar: Indonesia, Malaysia dan Singapura dilaporkan mengambil garis yang lebih keras daripada negara-negara seperti Thailand, Kamboja dan Laos.
Namun demikian, ketika Perdana Menteri Kamboja Hun Sen memulai KTT pada Jumat dengan menegaskan: "Motto 'ASEAN: Satu Visi, Satu Identitas, Satu Komunitas,' masih kita pegang teguh nilai-nilainya hingga hari ini."
Dalam pertemuan ASEAN tersebut dibahas juga masalah keamanan, pertumbuhan regional dan geopolitik.
Marcos tampaknya mendesak kehati-hatian atas kekuatan global yang mendapatkan pengaruh lebih lanjut di wilayah tersebut. Para pemimpin negara yang saling bersaingan strategis Amerika Serikat dan China – Presiden Joe Biden dan Perdana Menteri Li Keqiang – akan bergabung dalam pertemuan puncak di Phnom Penh minggu ini.
Hun Sen dan Marcos membuat komentar mereka sehari setelah diplomat tinggi AS untuk Asia Timur, Daniel Kritenbrink, mengatakan bahwa KTT ASEAN-AS pada Sabtu ini, akan mencoba untuk mempromosikan Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik, yang penandatangannya termasuk Filipina.
Kerangka kerja itu secara luas dilihat sebagai upaya Washington untuk melawan investasi besar Beijing dalam infrastruktur dan industri di Asia Tenggara dan sekitarnya.
“ASEAN jelas merupakan pusat arsitektur kawasan, dan kemitraan strategis AS dengan ASEAN adalah inti dari strategi Indo-Pasifik kami,” kata Kritenbrink.
Ke-10 anggota ASEAN akan membutuhkan mitra perdagangan dan investasi internasional saat dunia pulih dari dampak COVID-19.
Hun Sen tampak berhati-hati tentang ekspektasi pemulihan pascapandemi.
“Sementara kita sekarang menikmati hasil dari upaya kita dan bergerak menuju pertumbuhan yang berkelanjutan, kita harus selalu waspada karena situasi sosial-ekonomi saat ini di ASEAN serta di seluruh dunia tetap rapuh dan terpecah-pecah,” kata Hun Sen.
Tetapi dengan mengutip perkiraan bahwa pertumbuhan ekonomi di ASEAN akan mencapai 5,3 persen tahun ini dan 4,2 persen pada 2023, dia menyebut angka-angka ini “mengesankan dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.”
Juga pada hari Jumat, para pemimpin ASEAN juga mengadakan pembicaraan dengan China, Korea Selatan dan PBB. Pada hari Sabtu mereka juga bertemu dengan India, Australia, Jepang, dan Kanada
Minggu depan Indonesia akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak para pemimpin blok G20, dan kemudian Thailand akan menjadi tuan rumah untuk KTT APEC.
Pada 2023, Indonesia akan mengetuai ASEAN dan pada tahun itu anggotanya mungkin telah menjadi 11 negara. Jumat ini para pemimpin ASEAN telah menyetujui proposal Timor Leste untuk menjadi anggota blok negara-negara Asia Tenggara itu.
Radio Free Asia, layanan berita yang berafiliasi dengan BenarNews memproduksi laporan ini dengan kontribusi dari koresponden BenarNews, Aie Balagtas See, di Manila.