KTT ASEAN akan Dibuka, Junta Burma Ancam Lewatkan Pertemuan Itu
2021.10.25
Manila, Jakarta dan Kuala Lumpur

ASEAN memulai pertemuan puncaknya minggu ini di tengah ketidakpastian atas partisipasi Myanmar setelah blok regional itu melarang kehadiran pimpinan junta Burma, sementara Naypyidaw mengancam akan melewatkan pertemuan itu.
Pemerintah militer Myanmar mengatakan pada hari Senin (25/10) bahwa mereka belum memutuskan apakah akan mengirim seorang diplomat senior yang diundang oleh Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara ke pertemuan itu sebagai “perwakilan non-politik” negara itu, menggantikan Min Aung Hlaing, jenderal senior yang memimpin kudeta menggulingkan pemerintah terpilih pada 1 Februari.
ASEAN mengundang Sekretaris Tetap Kementerian Luar Negeri yang ditunjuk junta, kata juru bicara pemerintah militer. Tetapi banyak orang Burma yang mengkritik ASEAN melalui media sosial karena mengundang diplomat di Kementerian Luar Negeri Myanmar yang diangkat oleh pimpinan junta itu yang jelas “bukan perwakilan non-politik.”
“Sungguh mengecewakan ASEAN telah mengundang sekretaris tetap MOFA (Ministry of Foreign Affairs) SAC (State Administration Council) … sebagai perwakilan non-politik untuk Myanmar,” kata Robert Minn, yang biografinya mengatakan dia adalah anggota sayap pemuda NLD. SAC adalah Dewan Administrasi Negara, nama resmi junta.
Sebaliknya Junta mengatakan bahwa ASEAN telah melanggar kebijakannya.
Undangan untuk "perwakilan non-politik" tidak sejalan dengan Piagam ASEAN, prosedur dan preseden ASEAN, kata kementerian luar negeri Myanmar yang ditunjuk SAC dalam sebuah pernyataan yang diposting di Facebook.
“Myanmar akan melakukan proses hukum di bawah Piagam ASEAN dan Protokol Piagam ASEAN tentang Mekanisme Penyelesaian Sengketa dalam menyelesaikan perbedaan perwakilan Myanmar di Pertemuan ASEAN.”
“KTT semacam itu seharusnya hanya dihadiri oleh kepala negara atau pemerintahan saja,” kata Zaw Min Tun, juru bicara junta, kepada Radio Free Asia (RFA), media yang masih terafiliasi dengan BenarNews.
“Seperti yang telah kami katakan, ini adalah pelanggaran terhadap peraturan ASEAN dan prinsip non-intervensi. Kami percaya bahwa ini menurunkan posisi dan kedaulatan negara kami. Jadi kami tidak yakin apakah kami akan menghadiri KTT itu.”
KTT ASEAN, yang dibuka Selasa dan berlangsung hingga Kamis, akan diadakan secara virtual karena masih dalam situasi pandemi COVID-19.
Pada pertemuan khusus awal bulan ini, para menteri luar negeri ASEAN melarang Min Aung Hlaing menghadiri KTT setelah utusan khusus blok itu untuk Myanmar mengatakan tidak ada kemajuan yang dicapai dalam mewujudkan kesepakatan lima poin ASEAN untuk mengembalikan negara itu ke jalur perdamaian dan demokrasi.
Min Aung Hlaing memimpin kudeta yang menggulingkan pemerintahan terpilih Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), yang telah memenangkan pemilihan secara meyakinkan pada November 2020.
Jumat lalu, kementerian luar negeri Burma juga mengatakan bahwa "masalah partisipasi di KTT sengaja dikaitkan dengan urusan dalam negeri Myanmar."
Pernyataan itu menyinggung prinsip non-intervensi ASEAN dalam urusan dalam negeri negara-negara anggota, prinsip pendiri blok berusia 54 tahun itu selain prinsip tentang 10 negara anggotanya yang mengambil semua keputusan melalui konsensus.
Sementara ASEAN belum mengungkapkan masalah apa yang akan dibahas di KTT, situasi di Myanmar pasca-kudeta pasti akan menjadi agenda. Hampir 1.200 orang – kebanyakan dari mereka pengunjuk rasa pro-demokrasi – telah tewasdi tangan pasukan keamanan Burma sejak kudeta Februari lalu.
Tom Andrews, Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Myanmar, Jumat lalu mengatakan kepada Majelis Umum PBB bahwa dia mengkhawatirkan "kejahatan kekejaman yang lebih besar lagi" karena junta Burma telah memindahkan puluhan ribu tentara dan persenjataan ke utara dan barat laut.
KTT ASEAN Plus One
Brunei, pemegang kepresidenam ASEAN pada tahun 2021, akan menjadi tuan rumah KTT tersebut.
Para peserta pada pertemuan tersebut akan membahas arah masa depan blok tersebut dan upaya pembangunan komunitasnya, tanggapannya terhadap COVID-19 dan pandangannya tentang isu-isu regional dan internasional yang menjadi perhatian bersama, kata Kementerian Luar Negeri Malaysia dalam sebuah pernyataan Senin. Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob dan Menteri Luar Negeri Saifuddin Abdullah akan menghadiri pertemuan itu, tambahnya.
Para pemimpin ASEAN juga akan mengambil bagian dalam KTT ASEAN Plus One dengan para pemimpin AS, Australia, India, China, Jepang dan Korea Selatan, kata pernyataan itu. ASEAN telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara tersebut sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat peran kawasan dalam rantai pasokan global.
Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo akan menghadiri KTT ASEAN dan KTT terkait, menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Jokowi diperkirakan akan menghadiri 13 pertemuan dan menyampaikan pidato di KTT bisnis dan investasi ASEAN.
Dari Filipina, Presiden Rodrigo Duterte juga akan menghadiri pertemuan tersebut, kata juru bicaranya Harry Roque dalam jumpa pers Senin.
“Seperti biasa, KTT ASEAN ini rutin,” kata Roque ketika didesak tentang isu-isu apa yang akan diangkat negara dalam pertemuan tersebut.
AUKUS
Namun, KTT ini tidak akan berjalan seperti biasanya, demikian Chester Cabalza, seorang analis politik dan pertahanan di International Development and Security Cooperation, sebuah think-tank Manila.
“Tampaknya blok regional ini mulai mendefinisikan kembali relevansi dan perannya dalam [skenario] keamanan global yang berubah,” kata Cabalza kepada BenarNews, seraya menambahkan bahwa perubahan itu disambut baik.
Memang, KTT ASEAN ini akan menjadi pertemuan tingkat tinggi pertama blok itu sejak Amerika Serikat, Inggris, dan Australia mengumumkan pakta baru, yang disebut AUKUS, di mana Washington dan London akan memberi Canberra teknologi untuk membangun kapal selam bertenaga nuklir.
Respons ASEAN terhadap AUKUS terpecah. Beberapa anggota menyambutnya, yang lainnya tidak.
Filipina dan Singapura mengatakan AUKUS akan membantu memulihkan “ketidakseimbangan” regional dan mengarah pada stabilitas di Asia Tenggara.
Sementara Malaysia dan Indonesia memperingatkan bahwa AUKUS dapat memacu perlombaan senjata regional.
Pakta baru itu membuat ASEAN tidak relevan dan blok itu yang harus disalahkan untuk itu, demikian menurut beberapa analis kepada BenarNews bulan lalu.
“Fakta bahwa ASEAN tidak dapat menyelesaikan masalah Laut China Selatan, bahkan tidak dapat membuat China menyetujui Kode Etik setelah 20 tahun … Ini menunjukkan bahwa ASEAN tidak bisa dinilai serius berdasarkan rekam jejak sejarahnya,” kata James Chin, seorang akademisi di Universitas Tasmania, kepada BenarNews saat itu.
Jason Gutierrez di Manila, Muzliza Mustafa di Kuala Lumpur, Ahmad Syamsudin di Jakarta dan Shailaja Neelakantan di Washington berkontribusi dalam laporan ini.