Abu Sayyaf Bebaskan Satu Lagi Sandera WNI

Pakar teroris dan intelijen mengatakan pembebasan ini harus jadi peringatan terakhir bagi WNI untuk tidak lagi melintasi wilayah rawan perompakan.
Tia Asmara
2016.09.22
Jakarta
160922_ID_ASG_1000.jpg Herman Bin Manggak (duduk tengah) didampingi Konjen RI Davao, Berlian Napitupulu (kanan) dan diplomat Indonesia setelah diserahkan di Markas Wesmincom, Zamboanga, Filipina, 22 September 2016.
Dok. Kemlu RI

Militan Abu Sayyaf Group (ASG) kembali membebaskan seorang warga negara Indonesia (WNI), Herman Bin Manggak (30), yang mereka tawan selama tujuh pekan di pedalaman Filipina Selatan, Kamis waktu setempat, 22 September 2016.

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan bahwa Herman telah diserahkan kepada Kosul Jenderal RI Davao di markas Wesmincom, Zamboanga, Filipina.

“Tadi sudah diserahterimakan resmi pukul 17.00 waktu setempat,” ujar Iqbal kepada wartawan di Jakarta, Kamis malam.

Ia menambahkan bahwa Herman merupakan nelayan asal Bulukumba, Sulawesi Selatan, yang bekerja sebagai kapten kapal ikan berbendera Malaysia. Herman diculik ASG di perairan Sabah, Malaysia, pada 3 Agustus 2016.

Saat itu, dua anak buah kapal (ABK) yang warga Malaysia dan Indonesia dilepaskan oleh kelompok Abu Sayyaf. Sedangkan, Herman dibawa ke pedalaman hutan Sulu.

Herman kemudian disekap selama 50 hari di Pulau Jolo, yang merupakan basis terkuat ASG sebelum diserahkan kepada Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) pada Kamis pagi.

Iqbal mengatakan Herman dinyatakan dalam kondisi sehat dan sedang ditangani oleh KJRI Davao untuk pemulihan paska trauma.

“Selanjutnya Herman akan dipulangkan bersama tiga sandera lain yang sudah lebih dahulu dibebaskan,” katanya.

Iqbal tidak bersedia membeberkan alasan pembebasan Herman, apakah melalui uang tebusan atau bukan.

Sebelumnya, sempat diberitakan bahwa para penculik sempat menuntut tebusan senilai 2.500 dollar Amerika Serikat kepada pihak perusahaan untuk pembebasan Herman.

Pembebasan Herman dilakukan beberapa hari setelah militan yang disebut telah berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) melepas warga Norwegia, Kjartan Sekkingstad dan tiga WNI, Lorens Lagadoni Koten (34), Teodorus Kopong Koten (42), dan Emanuel Arakian Maran (46) yang berasal dari Nusa Tenggara Timur.

Tapi masih ada lima sandera WNI di tangan ASG. Mereka merupakan ABK tugboat Charles 001 yang diculik di perairan Tawi-Tawi, Filipina Selatan, 20 Juni lalu.

Dua di antara rekan mereka –  Ismail dan Muhamad Sofyan – berhasil melarikan diri dari sekapan ASG pada 17 Agustus lalu dan telah dikembalikan ke pihak keluarga.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, menambahkan proses pemulangan dilakukan setelah melalui proses pemeriksaan dan proses penyesuaian.

“Sesuai SOP Filipina dan akan segera pulang setelah semua proses itu selesai, mungkin dalam 2-3 hari ini,” ujarnya.

Pulau terpencil

Komandan pasukan Filipina, Brigjen Arnek dela Vega mengatakan bahwa Herman dibebaskan ASG, Rabu 21 September 2016 di sebuah pulau terpencil di Filipina Selatan.

“Herman berada di tangan MNLF yang kemudian diserahkan kepada tentara Filipina sehari kemudian,” kata dela Vega, seperti dikutip Reuters.

"Pelepasan korban adalah hasil operasi militer yang fokus tanpa lelah, bersama upaya berbagai pihak, khususnya pemerintah lokal Sulu dan pemangku kepentingan lainnya," tambahnya.

Dela Vega mengklaim tidak mengetahui apakah ada tebusan yang dibayarkan untuk membebaskan sandera.

Beberapa hari sebelumnya Menteri Pertahanan RI, Ryamizard Ryacudu membantah adanya tebusan dalam pembebasan para sandera yang disekap ASG.

“Yang jelas Pemerintah Indonesia dan Filipina tidak keluarkan satu sen pun untuk tebusan," tegasnya.

Kapok

Pakar teroris dan intelijen dari Universitas Indonesia, Wawan Purwanto mengatakan upaya pembebasan ini harus menjadi peringatan terakhir bagi WNI untuk tidak lagi menyeberang ke wilayah yang rawan perompakan.

“Upaya pemerintah tidak mudah dan penuh resiko termasuk kemungkinan terbunuhnya sandera. Kalau terus menerus seperti ini (disandera) kan repot, Kalau ada yang ke sana lagi pasti itu karena nekat. Ya resiko tanggung sendiri,” ujar pria yang juga menjabat staf khusus BNPT bidang pencegahan ini.

Anggota Komisi I DPR, Charles Honoris, berharap pemerintah bisa menjamin keamanan laut agar penculikan dan perompakan tidak terjadi lagi.

“Bagaimana merealisasikan patroli bersama di titik rawan perompakan dan pembajakan supaya tidak ada keluarga lain yang mengalami seperti ini,” katanya.

Abu Sayyaf dibentuk pada 1990an dengan dana dari jaringan Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Saat ini, ASG diketahui sering melakukan perompakan dan penculikan dengan tuntutan uang tebusan yang jumlahnya fantastis.

ASG juga kerap memenggal kepala para sandera yang tidak memberikan tebusan.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.