Negara-negara Asia desak China, AS jaga perdamaian pasca kunjungan Pelosi ke Taiwan
2022.08.03

Pemerintahan negara-negara di Asia Tenggara hari Rabu mendesak China dan rivalnya sesama negara superpower Amerika Serikat untuk menahan diri dari melakukan "tindakan-tindakan provokatif" yang dapat memperburuk ketegangan, dan mengakatan bahwa mereka terus memantau situasi di sekitar Taiwan pasca kunjungan kontroversial Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat Nancy Pelosi ke Taiwan.
Pejabat-pejabat Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand menegaskan kembali dukungan mereka terhadap Kebijakan Satu China, yang mengakui Beijing sebagai satu-satunya pemerintah China. Amerika Serikat juga menganut kebijakan ini, tetapi mempertahankan hubungan tidak resmi yang erat dengan Taiwan dan berkewajiban untuk memberikan dukungan pertahanan. Washington hanya mengakui klaim kedaulatan China atas Taiwan namun tidak mendukungnya.
Kementerian Luar Negeri Indonesia mengeluarkan pernyataan yang menyatakan keprihatinan atas “meningkatnya persaingan di antara kekuatan-kekuatan besar,” tanpa menyebut AS dan China, walau meminta “semua pihak untuk menahan diri dari tindakan provokatif yang dapat memperburuk situasi.
“Dunia sangat membutuhkan kebijaksanaan dan tanggung jawab pemimpin dunia untuk memastikan perdamaian dan stabilitas tetap terjaga,” demikian pernyataan Indonesia yang tengah menghadapi ketegangan teritorial dengan China di perairan Laut Natuna Utara yang berbatasan dengan Laut China Selatan.
Kementerian Luar Negeri Thailand juga mengeluarkan pernyataan yang serupa.
"Kami tidak ingin melihat tindakan apa pun yang akan memperburuk ketegangan dan merusak perdamaian dan stabilitas di kawasan ini," ujar juru bicara kementerian Tanee Sangrat dalam sebuah pernyataan.
“Kami harap semua pihak terkait menahan diri sepenuhnya, mematuhi hukum internasional dan prinsip-prinsip penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial dan menyelesaikan perbedaan mereka melalui cara damai.”
Ketika pesawat jet militer yang membawa Pelosi mendarat di Taipei pada Selasa malam, Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) mengumumkan mereka melakukan latihan tembak-menembak di enam lokasi di sekitar Taiwan, beberapa di antaranya tumpang tindih dengan wilayah perairan kedaulatan pulau itu.
Selain itu, 21 pesawat militer China, termasuk 10 jet tempur J-16 dan dua pesawat pengintai, juga terbang melintasi zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ) Taiwan.
Ketika berada di Taipei, Pelosi mengunjungi parlemen Taiwan sebelum bertemu dengan Presiden Tsai Ing-wen yang menyebutnya sebagai “salah satu teman Taiwan yang paling setia.”
Dalam pidato singkat setelah pertemuan mereka, Pelosi memuji Taiwan atas ketahanannya.
“Amerika tetap bertekad kuat untuk melestarikan demokrasi di Taiwan dan di seluruh dunia,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa AS “tidak akan meninggalkan komitmen kami terhadap Taiwan.”
Filipina, yang pernah mengalami konfrontasi dengan China di Laut China Selatan dan mempertahankan Perjanjian Pertahanan Bersama dengan Amerika Serikat, mengatakan pihaknya sedang melacak kunjungan Pelosi menyusul kekhawatiran bahwa hal itu dapat meningkatkan ketegangan dengan Beijing. Delegasi AS yang dipimpin Pelosi meninggalkan Taiwan Rabu malam dan melakukan perjalanan ke Korea Selatan.
"Pasukan militer kami dan DFA (Departemen Luar Negeri) kami sedang memantau dekat situasinya seperti yang akan mereka lakukan dalam kondisi serupa lainnya," ujar Trixie Cruz-Angeles, juru bicara Presiden Ferdinand Marcos Jr.
“Dalam masalah hubungan internasional, kami pelajari reaksi yang ada. Kami tidak membuat reaksi spontan karena dapat berdampak buruk pada hubungan internasional,” katanya, menekankan bahwa “kata-kata kasar” dapat berdampak pada hubungan Filipina-China.
Cruz-Angeles mengatakan bahwa Duta Besar China di Manila, Huang Xilian, mengingatkan pejabat setempat untuk mematuhi Kebijakan Satu China.
“Hanya ada satu Cina di dunia. Taiwan adalah bagian yang tidak dapat dicabut dari wilayah China,” ujar Huang pada hari Selasa menjelang kunjungan Pelosi.
Diplomat China itu mengatakan dia berharap Filipina akan “menangani semua masalah terkait Taiwan dengan hati-hati untuk memastikan perkembangan hubungan China-Filipina yang sehat dan stabil.”
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Malaysia, mengatakan pemerintahnya ingin memastikan perdamaian, stabilitas dan kemakmuran di kawasan ini karena para pejabat di Kuala Lumpur berusaha menjaga hubungan baik dengan rekan-rekan sejawat mereka di Beijing dan Washington.
“[Kami] ingin semua orang yang berkepentingan untuk melihat situasi dan mengatasinya dengan cara terbaik karena kami menghargai dan kami telah memberikan banyak nilai baik menjaga hubungan dengan AS dan China dalam hal perdagangan dan teknologi di kawasan ini dan ingin menjadi teman bagi keduanya,” ujar Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah.
‘Menahan diri secara maksimum'
Para menteri luar negeri ASEAN tengah menyiapkan pernyataan tentang “pembangunan lintas selat,” mengungkapkan keprihatinan serupa dan menyerukan semua pihak yang terlibat “untuk menahan diri secara maksimal, menahan diri dari tindakan provokatif untuk menegakkan prinsip-prinsip non-intervensi secara ketat.
“Dunia sangat membutuhkan kebijaksanaan dan tanggung jawab semua pemimpin dunia untuk menjunjung tinggi multilateralisme dan kemitraan, kerja sama, hidup berdampingan secara damai, dan persaingan yang sehat untuk tujuan bersama perdamaian, stabilitas, keamanan, dan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.”
Di tempat lain, pejabat di Kamboja, Republik Demokratik Rakyat Laos, Myanmar dan Vietnam menegaskan kembali dukungan untuk Kebijakan Satu China sambil juga menyerukan perdamaian dan stabilitas di kawasan ini.
“Lao PDR menegaskan kembali dukungannya terhadap kebijakan pemerintah Republik Rakyat Tiongkok tentang reunifikasi nasional dengan cara damai,” ujar pemerintah Lao dalam sebuah pernyataan yang diunggah di Facebook.
Pemerintah junta militer di Myanmar menegaskan kembali keyakinannya bahwa Taiwan adalah “bagian integral dari Republik Rakyat China” sambil menyatakan keprihatinan atas kunjungan Pelosi, “yang menyebabkan eskalasi ketegangan di Selat Taiwan.”
“Myanmar menyerukan kepada semua pihak terkait untuk mengurangi ketegangan melalui dialog konstruktif dan negosiasi damai untuk perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan,” ujar junta militer dalam sebuah pernyataan yang diunggah di Facebook.
China telah menjadi sumber investasi asing terbesar di Myanmar sejak negara-negara Barat menarik bisnisnya di sana setelah kudeta militer Februari 2021.
Reaksi para analis
Seorang pengamat di Universitas Chiang Mai di Thailand mengatakan dirinya heran akan pemberitaan media terkait kunjungan Pelosi ke Taiwan yang disebut bisa memicu terjadinya perang dingin.
“Sebagai tokoh ketiga yang paling berpengaruh di AS setelah Presiden Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris, Pelosi bisa menjadi tonggak sejarah pendekatan baru AS di Asia. Perjalanannya ke Taiwan merupakan isyarat politik yang kuat dan sangat penting bagi hubungan AS dan Asia Timur di masa depan,” ujar Isa Gharti kepada BenarNews. “Dia seperti tentara AS pertama yang meletakkan tonggak untuk menemukan titik nyala."
“Setelah membaca beberapa analisis akhir-akhir ini, saya terkejut bahwa mereka menganggap ini adalah awal dari perang dingin yang baru,” ujarnya. “Saya rasa tidak karena negara-negara adidaya belum memulihkan ekonomi mereka dan tidak mampu kehilangan mitra.”
Tria Dianti di Jakarta, Nontarat Phaicharoen dan Wilawan Watcharasakwet di Bangkok, Kunnawut Boonreak di Chiang Mai, Thailand, Jason Gutierrez di Manila dan staf Radio Free Asia berkontribusi dalam tulisan ini.