Awasi ASN Radikal, Pemerintah Luncurkan Laman Pelaporan

Pemerintah juga akan memasukkan materi anti-radikalisme dalam ujian perekrutan pegawai negeri sipil.
Rina Chadijah
2019.11.12
Jakarta
191112_ID_Civilservant-radicalism_1000.jpg Sejumlah organisasi massa Islam berunjuk rasa menentang peraturan pemerintah yang melarang adanya organisasi yang memiliki ideologi bertentangan dengan Pancasila, di Jakarta, 18 Juli 2017.
AFP

Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) bekerja sama dengan kementerian dan lembaga lain, pada Selasa, 12 November 2019, meluncurkan laman yang memberikan wadah bagi masyarakat untuk melaporkan kegiatan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dinilai bisa mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Melalui laman aduanasn.id, masyarakat bisa melaporkan aktivitas pegawai negeri jika mereka menyimpang dari Pancasila dan terpengaruh radikalisme, demikian disampaikan Menteri Kominfo Johnny G. Plate

“Karena bisa saja melihat Indonesia dengan kacamata lain, yang perlu diingatkan agar kembali bahwa ideologi dan konstitusi kita ini adalah kesepakatan final,” kata Johnny usai peluncuran situs itu di sebuah hotel di Jakarta, menambahkan bahwa ASN yang melanggar akan dikenai sanksi mulai dari teguran, mutasi, hingga pemecatan.

Dalam penjelasan di website tersebut, ada beberapa kriteria yang dapat dilaporkan masyarakat terkait kegiatan ASN di media sosial antara lain jika menyebarkan ujaran kebencian terkait isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan(SARA), mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.

Para ASN juga dapat dilaporkan jika memberikan komentar, likes, dislike, love, retweet atau comment di media sosial atas sebuah artikel atau status orang lain sebagai tanda dukungan atas pemikiran yang menentang ideologi negara.

“Jadi ketika seseorang me-like sebuah status yang di dalamnya memprovokasikan orang, mendeligitimasikan kebhinekaan atau memperjuangkan ideologi selain Pancasila berarti dia pro dong sama pandangan tersebut,” ujarnya juru bicara Kemenkominfo, Ferdinandus Nando Setu.

Pengembangan laman tersebut melibatkan 10 lembaga negara, termasuk Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

“Tapi kami berharap harus didukung dengan data yang valid, informasi akurat, jangan sampai hoaks karena tujuannya untuk kembali dan menyatukan kinerja ASN, membangun rasa kebangsaan yang tinggi dimulai dari ASN kita,” ujar Ferdinandus.

Ferdinandus mengatakan pelapor harus melengkapi identitas diri serta bukti-bukti yang jelas, untuk menghindari fitnah dan serangan personal terhadap ASN yang dilaporkan.

“Masyarakat pelapor kami lindungi dan identitasnya kami rahasiakan. Setelah laporan masuk, kami akan menginformasikan kepada instansi ASN tersebut. Semua informasi akan diverifikasi ulang apakah benar-benar itu fakta atau tidak,” katanya saat dihubungi BeritaBenar.

Survei pada Oktober tahun lalu dari Alvara, lembaga peneliti berbasis di Jakarta, mendapatkan bahwa sekitar 19,4 persen ASN lebih percaya pada ideologi Islam dibanding Pancasila. Survei tersebut dilakukan di enam kota yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar.

Sementara sebuah kajian dari Kementerian Pertahanan yang dirilis tahun ini mendapatkan 18 persen dari sekitar 4 juta ASN menolak Pancasila.

Laporan polisi menyebutkan ada beberapa eks ASN yang pernah menjadi simpatisan ISIS dan sempat berangkat ke Suriah.

Tidak perlu

Anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil berpendapat kehadiran website pelaporan itu tidak diperlukan.

“Sedikit menyimpang juga kalau menggunakan website lalu mengundang masyarakat umum untuk memberikan masukan. Untuk mengetahui orang begini begitu kan butuh pengetahuan bukan hanya sekadar asal tuduh,” katanya kepada BeritaBenar.

Menurut Nasir, pelibatan masyarakat dalam pelaporan tindak-tanduk ASN di media sosial sangat berisiko menimbulkan fitnah dan masalah.

“Sebaiknya memang justru pengawasan internal yang dibutuhkan. Masing-masing instansi itu mendorong pengawasan internal untuk mengawasi perilaku ASN dimana dia bekerja,” katanya.

Menurut Ferdinandus, ASN adalah garda terdepan dalam mengimplementasikan dan mempromosikan ideologi negara, karena itu harus diawasi agar mereka tidak menyimpang.

Kehadiran website itu, menurut dia, bukan berarti akan membatasi hak ASN untuk menyatakan pendapat.

“Kebebasan berpendapat adalah keniscayaan dalam alam demokrasi. Tapi sebagai ASN, dia itu harus loyal kepada negara, dia bagian dari negara,” ujarnya.

Materi tes anti-radikalisme

Selain membuat laman pelaporan ASN radikal, pemerintah juga akan memasukkan materi anti-radikalisme dalam soal ujian perekrutan pegawai negeri sipil yang akan berlangsung dalam waktu dekat.

Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo mengatakan, hal itu untuk mencegah calon pengawai negeri yang berpaham radikal masuk ke pemerintahan.

Pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil 2019 dibuka sejak 11 November dan berakhir pada 24 November 2019. Ada 152 ribu formasi yang dibuka.

"Jadi ada soal wawasan kebangsaan, Pancasila, dan ancaman secara umum tentang radikalisme," kata Tjahjo kepada wartawan.

Tidak hanya itu, dalam rangka mencegah penyebaran paham radikal maupun intoleransi, pemerintah juga akan menganti buku pendidikan agama Islam di seluruh Indonesia.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam di  Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, mengatakan, saat ini proses penulisan buku-buku tersebut tengah dilakukan dan akan rampung, Desember 2019.

“Kami melakukan penulisan ulang terhadap buku-buku agama di sekolah di seluruh Indonesia. Insya Allah tahun ini selesai,” katanya, menambahkan bahwa perubahan dilakukan tidak hanya pada konten yang berpotensi memicu radikalisme tapi juga pada konten yang bisa menimbulkan perpecahan di antara umat Islam.

Setidaknya ada 155 buku agama sedang ditulis ulang oleh Kementerian Agama yang melibatkan sejumlah organisasi Islam, akademisi dan komunitas masyarakat.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.