Pembatasan COVID-19 Sudah Dilonggarkan, Ekonomi Bali Masih Terpuruk
2021.09.27
Badung, Bali

Pantai Kuta sebagai lokasi yang populer untuk berjemur dan bermain ombak di Bali terlihat sepi hari itu, dengan hanya belasan orang berjalan menyusuri pantai. Papan-papan seluncur berjejer tanpa ada satu pun pelanggan yang menyewanya.
Selama lebih dari 40 tahun bekerja sebagai pedagang suvenir di Pantai Kuta, Gek Ratih mengalami pahitnya dampak bom Bali pada 2002 dan 2005 serta erupsi Gunung Agung pada 2019, namun daerah tersebut sekarang jauh lebih terpuruk dibanding krisis-krisis terdahulu itu.
“Kalau sekarang sudah hampir tidak ada pendapatan. Sepi ..., " keluh Ratih, 60, saat ditemui di Pantai Kuta. “Hari ini tidak dapat pembeli sama sekali,” kata ibu dua anak ini.
Sepinya pusat pariwisata Bali sudah berlangsung lebih dari 1,5 tahun sejak pandemi COVID-19 melanda dunia. Hari-hari sebelum pandemi, Kuta dipenuhi turis domestik maupun mancanegara.
Bali kehilangan devisa hingga Rp9,7 triliun setiap bulan akibat pandemi karena ketiadaan turis, kata Wakil Gubernur Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati.
“Bali terpuruk karena ketergantungan pada sektor pariwisata sangat tinggi. Sementara daerah lain lebih tahan karena ada sektor lain yang jadi penyumbang pertumbuhan ekonomi daerah,” ujar Tjokorda dalam acara seminar daring pertengahan September.
Seiring menurunnya jumlah penambahan kasus baru, pembatasan kegiatan di Bali sudah mulai dilonggarkan. Bali yang sempat ditutup selama dua bulan dengan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, kini sudah berada di PPKM Level 3.
“Situasi pariwisata Bali sudah mulai membaik dibandingkan sebelum PPKM Level 4,” kata IGN Rai Suryawijaya, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Badung, Bali.
Kini untuk masuk Bali pengunjung tidak lagi diwajibkan menunjukkan hasil tes PCR negatif, namun cukup dengan antigen untuk mereka yang sudah dua kali vaksin. Sejak pekan lalu, turis domestik pun mulai membanjiri Bali lagi.
Menurut Rai, setelah ada pelonggaran syarat masuk Bali, jumlah turis domestik naik, rata-rata 5.000 per hari, dari sekitar 1.000 per hari saat pengetatan.
Jumlah tersebut, Rai melanjutkan, masih jauh di bawah situasi sebelum pandemi, di mana kedatangan turis domestik mencapai 18.000 hingga 20.000 per hari dan turis asing sekitar 16.000 per hari.
Dengan sekitar 5.000 turis domestik per hari, tingkat keterisian hotel di Bali masih di bawah 9%.
“Idealnya, okupansi sampai 40 persen, hotel baru bisa BEP (break-even point atau titik impas). Kalau masih satu digit, tidak mungkin bisa menutupi biaya operasional,” ujar pemilik hotel Batubelig di Seminyak ini.
Total kunjungan turis asing ke Bali selama 2019 sebanyak hampir 6,3 juta orang, sementara hanya sekitar 1 juta warga asing mengunjungi Pulau Dewata selama 2020, penurunan 82 persen dari tahun sebelumnya.
Rai menambahkan, situasi pariwisata Bali saat ini masih berada di titik terendah. Sebelumnya, Bali memang sudah pernah mengalami pukulan, termasuk dua kali bom pada 2002 dan 2005 serta erupsi Gunung Agung maupun sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS).
“Tetapi, waktu itu Bali cepat bangkit karena banyaknya dukungan pemerintah maupun komunitas internasional. Kalau sekarang tidak bisa karena semuanya terdampak,” imbuhnya.
Secara kuantitatif, kasus COVID-19 di Bali masih naik turun. Kasus kematian akibat COVID-19 di Bali pertama kali terjadi pada 11 Maret 2020 yang sekaligus menjadi kasus kematian pertama di Indonesia.
Namun, hingga akhir tahun lalu, rata-rata penambahan kasus baru di Bali masih di bawah 200 per hari.
Bali pun sempat menerima pujian karena dianggap berhasil mengendalikan COVID-19 di pulau tersebut. Oleh karena itu, pintu untuk turis domestik maupun asing yang sempat ditutup pun kemudian dibuka pada April 2021. Pemerintah Pusat bahkan membuat program Work from Bali.
Namun, setelah itu penambahan kasus COVID-19 ternyata naik drastis. Puncaknya, pada Agustus lalu penambahan kasus per hari mencapai 1.910 orang. Penambahan kasus kembali menurun setelah puncaknya pada pertengahan Agustus itu. Dalam beberapa hari terakhir ini jumlah kasus harian dilaporkan di bawah 100.
Jumlah total kasus sejak Maret 2020 hingga hari ini lebih dari 112.000 atau 2,7% dari kasus nasional. Adapun kematian perhari ini mencapai total 3925 orang atau 3,5% dari jumlah kasus.
Secara keseluruhan, dari sembilan kabupaten dan kota di Bali, tiga kabupaten dan satu kota masih berada di zona oranye. Keempat daerah tersebut termasuk tiga pusat pariwisata Bali, yaitu Badung, Gianyar, dan Denpasar. Adapun daerah lainnya sudah masuk Zona Hijau.
Pemerintah mengatakan hingga saat ini sekitar 90 persen dari total 4,4 juta masyarakat Bali sudah mendapatkan dosis pertama vaksinasi, sedangkan 50 persen lebih telah mendapatkan suntikan vaksin lengkap.
Pariwisata berkualitas
Wacana pembukaan Bali untuk penerbangan internasional memang masih maju mundur. Menteri Koordinating Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan mengatakan bulan ini bahwa ada kemungkinan Bali dibuka Oktober bila tren penurunan kasus COVID-19 terus berlanjut.
Menurut Surat Keputusan Ketua Satgas Penanganan COVID-19 per 20 September 2021, pintu masuk Indonesia lewat udara masih dibatasi di dua lokasi, yaitu Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Sam Ratulangi, Sulawesi Utara.
Dosen Fakultas Pariwisata Universitas Udayana, Nyoman Sukma Arida menyarankan agar Bali mulai menyiapkan pariwisata yang lebih berkualitas, misalnya dengan mendorong pariwisata di desa-desa (ekowisata) atau kesehatan (wellness).
“Penataan pariwisata Bali saat pandemi ini seharusnya ke sana, tidak lagi berorientasi pariwisata massal,” kata Sukma.
Sukma mengatakan saat ini turis lokal Bali pun lebih menyukai aktivitas di luar ruangan, seperti kemah atau trekking. Hal itu, menurutnya, merupakan bagian dari cara turis beradaptasi karena aktivitas-aktivitas itu bisa dilakukan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Meskipun demikian, Sukma tidak setuju dengan wacana membatasi turis murahan (backpacker) di Bali sebagaimana disampaikan Menteri Luhut belum lama ini.
“Turis backpacker tidak berarti tidak berkualitas. Bisa saja mereka lebih banyak membelanjakan uangnya langsung ke masyarakat, bukan di hotel-hotel besar,” katanya.
“Kita hanya perlu mengatur mereka, misalnya mereka hanya boleh menginap di akomodasi resmi, bukan kos-kosan serta jelas tujuannya selama di Bali,” tambahnya.
Ben Mathis, seorang warga Swiss yang tinggal di Bali, sepakat dengan Sukma tentang perlunya Bali untuk menyiapkan diri agar tidak kembali terjebak pada pariwisata massal.
“Ini adalah kesempatan bagi Bali untuk mengubah banyak hal, membangun kapasitas dan infrastruktur serta segala yang dibutuhkan untuk menciptakan sektor pariwisata yang lebih berkelanjutan. Untuk mendiversifikasi ekonominya, untuk menghargai petani dan tanahnya yang sekarang membantu Bali melalui pandemi ini,” kata Mathis, programmer yang sering bolak-balik antara Swiss dan Bali.
Menurut Mathis, seperti daerah lain yang mengandalkan pariwisata, Bali juga mengalami dampak seperti polusi, alih fungsi lahan, dan korupsi. Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa Bali pun mendapatkan manfaat ekonomi dari pariwisata.
Mathis menambahkan, mati surinya pariwisata Bali saat ini juga bisa berdampak baik dan buruk. Sisi negatifnya, banyak warga tidak bisa mendapatkan nafkah untuk keperluan sehari-hari, termasuk kebutuhan obat dan pangan.
Namun, di sisi lain, situasi saat ini juga bagus bagi lingkungan karena mengurangi kegiatan yang berdampak buruk.
“Namun, saya khawatir Bali tidak bisa melakukannya. Jika Anda meletakkan sepotong kayu di sungai, itu akan selalu mengalir ke hilir. Kapitalisme adalah sungainya dan Bali adalah kayunya,” ujarnya.
Wakil Gubernur Bali Tjokorda mengatakan pandemi merupakan kesempatan bagi pemerintah untuk mengekplorasi sektor ekonomi lain sebagai alternatif, termasuk pertanian.
“Jika kedua sektor ini (pariwisata dan pertanian) bisa dijadikan lokomotif perekonomian secara imbang, saya yakin Bali mampu menghadapi keterpurukan seperti ini,” tambahnya.
Rai berharap, pemerintah segera membuka penerbangan internasional di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.
“Karena Bali sudah siap mengendalikan pandemi sejauh ini,” ujarnya.
Rai menyebutkan indikator kesiapan itu antara lain dari tingginya kedisiplinan warga Bali dalam menerapkan protokol pencegahan COVID-19, pencapaian jumlah vaksin, dan ketatnya protokol kesehatan di fasilitas-fasilitas pariwisata.
Ketua Tim Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Bali Kabupaten Badung ini mengatakan pihaknya sudah meminta ke pemerintah pusat juga untuk memberikan soft loan sebesar Rp 9,4 triliun sebagai dana pemulihan bagi hotel-hotel di Bali.
“Kami juga perlu suntikan modal untuk membuka kembali, seperti biaya perawatan, listrik, dan karyawan setelah sempat kolaps,” katanya.