‘Bela Negara Wajib untuk Semua Warga’

Ismira Lutfia Tisnadibrata
2017.01.12
Jakarta
170112_ID_RyamizardRyacudu_620.jpg Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dalam sebuah acara di Singapura, 4 Juni 2016.
AFP

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan setiap warga negara Indonesia berhak dan wajib ikut dalam upaya bela negara, termasuk kelompok Islam garis keras seperti Front Pembela Islam (FPI).

Hal itu dikatakannya menyusul kontroversi setelah muncul tiga foto anggota FPI ikut latihan bela negara yang diunggah di akun Instagram @dpp_fpi, Sabtu, 7 Januari 2017.

“Tidak masalah. FPI orang Indonesia, kan? Jadi wajib. Kalau (mereka) mau dilatih, tidak masalah,” ujar Ryamizard dalam jumpa pers di Kementerian Pertahanan, Kamis, 12 Januari 2017.

Dia menambahkan, kewajiban bela negara bagi setiap warga negara dinyatakan dalam konstitusi dan undang-undang.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo juga mengatakan hal serupa, tapi ada prosedur harus dilalui sebelum menggelar pelatihan yang terlihat seperti latihan militer tersebut.

“Nanti Koramil buat sendiri tanpa laporan. (Itu) tidak bisa, harus ada silabusnya, pemeriksaan kesehatan, apa yang ingin dicapai. Tidak bisa sembarangan,” ujar Gatot kepada wartawan di Mabes TNI di Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu, 11 Januari 2017.

Pelatihan yang difasilitasi oleh Kodim 06/03 Lebak, Banten, berujung pada pencopotan Letkol Ubaidillah dari Komandan Distrik Militer setempat, awal minggu ini.

“Kesalahannya tidak minta izin, tidak laporan. Tiba-tiba menyelenggarakan. Ada prosedur yang tidak dilaksanakan,” ujar Ryamizard.

Sambut baik

Ketua Setara Institute, Hendardi, menyambut baik langkah Pangdam III Siliwangi, Mayjen M. Herindra, yang mencopot Dandim Lebak.

“Pencopotan ini merupakan kebijakan tepat atas tindakan indisipliner menyelenggarakan kegiatan bela negara untuk FPI,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima BeritaBenar.

“Langkah ini diharapkan memberi pembelajaran bagi satuan-satuan lain di TNI untuk tidak 'berpolitik' di tengah ancaman atas kemajemukan dan kontroversi FPI.”

Hendardi menambahkan walaupun pencopotan adalah langkah positif, sulit dipahami ada tindakan satuan TNI tidak diketahui atasannya karena TNI adalah organisasi dengan garis komando dan terstruktur paling solid di Indonesia.

“Tindakan di luar kendali atasan, biasanya menggambarkan ada masalah di tubuh TNI,” katanya.

FPI memberikan keterangan di foto unggahannya tersebut “TNI dan FPI menggelar PPBN (Pelatihan Pendahuluan Bela Negara) serta tanam 10.000 pohon di Lebak Banten.”

FPI juga mengunggah kolase empat foto tiga hari lalu dengan keterangan “TNI latih FPI Madura. Mari jaga NKRI dari kebangkitan PKI & penjajahan Asing dan Aseng!”,  namun tanpa keterangan kapan dan di mana tepatnya.

Salah satu komentar dari akun @qbayyinah menyebutkan foto ini diambil saat latihan pada 2014 dan mempertanyakan mengapa baru diunggah sekarang, tanpa menyebut tanggal atau tahunnya.

“Saya bingung ini bela negara atau dinas militer? Foto-foto yang beredar di media menunjukkan seperti latihan militer,” ujar pengamat militer, Salim Said kepada BeritaBenar.

Beberapa pejabat pemerintah dalam berbagai kesempatan sebelumnya menyatakan bahwa program bela negara bukan latihan atau wajib militer.

Hendardi menambahkan, pendidikan bela negara tanpa konsep dan pendekatan yang jelas hanya akan melahirkan milisi sipil yang merasa “naik kelas” karena dekat dengan TNI.

“Sekalipun secara legal tindakan TNI melatih FPI bukanlah pelanggaran, tetapi secara politik dan etis, tindakan itu dapat memunculkan ketegangan dan kontroversi baru,” ujarnya.

Akan dibahas DPR

Kepala Badan Pendidikan dan Latihan Kementerian Pertahanan, Mayor Jenderal TNI Hartind Asrin mengatakan rancangan undang-undang (RUU) yang spesifik mengatur bela negara, RUU Pengelolaan Sumber Daya Nasional Pertahanan Negara masih akan dibahas di DPR.

RUU usulan pemerintah tercantum sebagai salah satu Program Legislasi Nasional 2015-2019, namun tidak termasuk dalam daftar RUU yang akan dibahas tahun ini.

Hartind menambahkan bahwa hak dan kewajiban bela negara sudah tercantum dalam Konstitusi dan UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Dalam UU itu disebutkan warga negara dapat ikut serta dalam upaya bela negara melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai prajurit TNI secara sukarela atau secara wajib dan pengabdian sesuai dengan profesi.

“Tujuannya adalah untuk menghasilkan patriotisme dan nasionalisme bangsa,” ujar Hartind kepada BeritaBenar.

Menurutnya, pemerintah akan membuat peraturan presiden yang merevisi pedoman kurikulum program bela negara yang sudah dikeluarkan pada 3 Juni 2016.

“Ada sedikit revisi yang sedang dirumuskan oleh Dewan Ketahanan Nasional. Isinya akan berupa aturan pihak-pihak mana saja yang bertanggung jawab dan hal-hal teknis pelaksanaan lainnya,” ujarnya.

Pelatihan ini akan diberikan pada warga negara melalui lembaga pendidikan dari tingkat usia dini hingga perguruan tinggi, secara profesi kepada karyawan badan usaha milik negara dan pegawai negeri sipil, dan melalui lingkungan.

Organisasi massa seperti FPI atau lembaga swadaya masyarakat termasuk dalam kelompok lingkungan.

“Bidang studi yang inti adalah tentang nilai-nilai bela negara, yaitu cinta tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara dan rela berkorban untuk bangsa dan negara,” ujar Hartind.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.