Polri: Terduga Pelaku Teror di Kartasura Terpapar ISIS
2019.06.04
Sukoharjo, Jawa Tengah

Laki-laki yang terluka parah saat bom yang dibawanya meledak di dekat pos pengamanan (Pospam) Polisi di Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, telah terpapar paham kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), demikian pernyataan Polri, Selasa, 4 Juni 2019.
"Sementara dari hasil pemeriksaan pelaku bahwa ini adalah suicide bom (bom bunuh diri). Yang bersangkutan secara individu terpapar oleh paham ISIS, ini masih terus didalami," ujar Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Polisi Dedi Prasetyo dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa
Namun saat ini polisi masih menginvestigasi apakah terduga yang diidentifikasi sebagai Rofik Asharudin (22) adalah anggota jaringan militan.
Dedi Prasetyo mengatakan bahwa pelaku yang terluka di bagian perut dan tangannya, saat ini berada dalam kondisi stabil.
Pelaku yang pada malam kejadian dievakuasi ke beberapa rumah sakit seperti RS PKU Muhammadiyah Kartasura, lalu ke RS Orthopedi dan kemudian ke Moewardi Surakarta, pada Selasa pagi dipindahkan ke RS Bhayangkara Semarang untuk mendapat perawatan intensif.
Dari penggeledahan yang dilakukan tim Labfor Polda Jateng dan Densus 88 di rumah Rofik yang tinggal bersama kedua orangtua dan dua saudaranya itu ditemukan belerang, potasium florat, arang, nitrat, kabel-kabel, baterai hingga detonator manual, kata Dedi.
“Kesimpulan sementara, itu merupakan bom low explosive, serbuk yang melekat di tubuh pelaku dan di lokasi identik dengan yang ditemukan dirumahnya,” jelasnya.
Hal senada juga dikatakan Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen. Pol. Hamli yang belum bisa memastikan jaringan Rofik dan apa motif aksi peledakan yang dia lakukan.
“Kita masih dalami, kita belum bisa pastikan. Teman-teman Densus masih mendalami baik dari TKP juga mencari tahu bagaimana pola komunikasi pelaku,” ujar Hamli saat dihubungi.
Pemalu, pintar mengaji
Sri Rohani (47), tetangga Rofik di Wirogunan, Sukoharjo, mengaku tidak menyangka kalau pemuda pemalu dan pintar mengaji itu melakukan aksi teror di pos polisi berjarak sekitar 1,5 km dari kampung mereka.
“Senin sore saya masih ketemu. Saya tanya mau ke mana, jawabnya asal, mau potong rambut katanya, rambutnya kan memang agak panjang meskipun tidak gondrong,” ujar Sri kepada BeritaBenar, Selasa siang.
Menurut Sri, putra kedua dari tiga bersaudara itu memang menunjukkan perilaku yang berbeda sejak lulus Madrasah Aliyah Negeri (MAN).
Sempat didaftarkan orang tuanya ke IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Surakarta, tetapi urung dan memilih menganggur.
Setahun terakhir, tambah Sri, kejanggalan makin terasa dengan absennya Rofiq di masjid selama Ramadan.
“Biasanya selalu ke masjid. Dia memang rajin beribadah, rajin ke masjid, dan kalau bulan puasa sering mengisi pengajian. Tapi tahun ini tidak, meski sering terlihat keluar katanya mau pengajian. Saat ditanya pengajian di mana, tidak jawab,” ujar Sri.
Joko Suwanto (49), ketua RT setempat juga tidak mengira Rofik sampai melakukan aksi peledakan di depan pos polisi Tugu Kartasura.
Joko yang tinggal tak jauh dari rumah keluarga Rofik mengaku memang melihat banyak perubahan dari anak tetangganya. Tapi, dia tak pernah berpikir jika Rofik terkait dengan sesuatu yang radikal.
“Semenjak lulus MAN dia banyak bergaul dengan anak-anak dari Solo, sering tak pulang bahkan pernah hilang seminggu sampai diumumkan di Facebook. Ketika pulang, dalam keadaan linglung,” terang Joko.
Selasa pagi, aparat Densus 88 bersama tim INAFIS Polda Jateng dan kepolisian setempat kembali menggeladah rumah Rofik, untuk kedua kalinya.
Menurut Joko, kedua orang tua Rofik hingga Selasa siang masih diperiksa di kantor polisi setelah dijemput menyusul peledakan hanya melukai pelaku saja.
Pada Senin malam sekira pukul 22:30 WIB Rofik melakukan teror dengan meledakkan benda di tubuhnya di Pos Pengamanan Polisi Tugu Kartasura.
‘Baru permulaan’
Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe di Aceh, Al Chaidar mengatakan bahwa Rofik bukan lone wolf karena menurut catatan yang dimilikinya, dia tergabung dalam Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Semarang yang berafiliasi dengan ISIS.
Chaidar menambahkan bahwa Rofik merupakan rekruitmen baru tergabung beberapa bulan lalu.
“Saya tidak bisa menyebut tepatnya kapan, tetapi dia masuk dalam database kami lima bulan yang lalu,” katanya saat dihubungi.
Rofik, kata Chaidar, bukan terpapar melalui internet atau media sosial, melainkan lewat pengajian biasa.
Chaidar menyebut ada kemungkinan aksi Rofik merupakan tahap awal dan masih akan ada serangan berikutnya.
“Lokasinya kita tidak tahu karena ada sekitar 17 sel aktif JAD di 17 kota,” ujarnya.
Rofik juga disebutkan punya kaitan erat dengan 29 terduga teroris yang ditangkap di sejumlah daerah pada awal Mei lalu.
Namun, peneliti terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Ridlwan Habib meyakini Rofik sebagai lone wolf, pelaku teror yang beraksi sendirian dan termotivasi secara individual.
Ridlwan yang mengistilahkan “milenial lone wolf” punya ciri yaitu menggunakan bahan low explosive dari ramuan mercon yang diikat asal-asalan di perut dan terlihat sebagai perakit bom belum berpengalaman.
Selanjutnya, Rofik memilih waktu menjelang tengah malam yang mengindikasikan dia sebenarnya merasa takut dan mencari waktu saat keadaan sedang sepi.
“Dari pengakuan beberapa saksi mata, pelaku bahkan ragu-ragu mendekat. Ini sangat amatir. Pemuda labil yang terpengaruh paham radikalisme yang salah,” ujar Ridlwan.
Ami Afriatni di Jakarta turut berkontribusi dalam laporan ini.