Pasangan Bom Panci Terancam Hukuman Seumur Hidup
2017.06.14
Jakarta

Perempuan yang berencana meledakkan diri menggunakan bom panci di depan Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Desember 2016 silam, dan suaminya, terancam hukuman penjara seumur hidup, demikian perkembangan sidang lanjutan kasus tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, 14 Juni 2017.
“Proses persidangan masih terus berjalan. Hari ini, baru sidang kedua. Mungkin akan memakan waktu sekitar tiga bulan lagi,” kata pengacara kedua terdakwa, Fariz, kepada BeritaBenar, Rabu, 14 Juni 2017.
Ancaman hukuman maksimal terhadap Dian Yulia Novi dan suaminya, Muhammad Nur Solihin, merujuk pada dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan terpisah keduanya yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, 31 Mei 2017 lalu.
JPU mendakwa mereka telah melakukan pemufakatan jahat, percobaan, atau membantu tindak pidana terorisme, seperti terdapat dalam sejumlah pasal UU 15/ 2013 tentang Terorisme, dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup atau paling singkat tiga tahun penjara.
“Kami akan berupaya untuk membela keduanya dari hukuman maksimal yang didakwa jaksa pada persidangan sebelumnya,” tambah Fariz.
Dalam persidangan kedua, jaksa Juwita Kayana menghadirkan seorang saksi, yakni pemilik rumah kost tempat dimana polisi menangkap Dian serta menemukan bom panci yang telah siap diledakkan.
Saksi mengaku tidak mencurigai kalau pasangan suami istri tersebut sedang merencanakan aksi bom bunuh diri pada pergantian regu penjaga di depan Istana Kepresidenan.
“Saksi tidak begitu banyak mengetahui apa yang dilakukan terdakwa dalam kamar. Jadi hakim juga tidak bisa menggali lebih jauh,” tutur Fariz.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa pada persidangan sebelumnya, Dian disebutkan akan menjadi pengantin atau eksekutor bom bunuh diri. Kalau aksi itu jadi dilancarkan, Dian akan menjadi pelaku bom bunuh diri perempuan pertama di Indonesia.
Solihin dan Dian mengaku pernikahan mereka dilakukan semata-mata untuk melakukan aksi bom bunuh diri. Mereka meyakini keputusan tersebut benar secara agama.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, menyatakan pernikahan yang dilandasi keinginan berbuat teror seperti meledakkan bom dilarang dalam ajaran Islam karena tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga bahagia dan damai.
Dalam dakwaan juga disebutkan ide meledakkan diri datang dari Dian, perempuan yang pernah bekerja di luar negeri. Merasa punya visi dan keyakinan sama, Solihin menikahi Dian dengan tujuan memperlancar realisasi aksi bom bunuh diri tersebut.
Sebelum menikah dengan Dian, Solihin telah mempunyai istri dan anak. Namun, Solihin mengaku, istri pertamanya – yang juga telah ditangkap polisi karena diduga ikut serta membantu – tak mempermasalahkan pernikahan tersebut.
"Sejak awal mereka memiliki pemikiran sama untuk melakukan aksi yang oleh mereka diyakini sebagai jihad tersebut,” kata Fariz.
Dian dan suaminiya ditangkap polisi pada 10 Desember 2016, sehari sebelum mereka merencanakan aksinya, di dua lokasi terpisah.
Korban doktrin
Empat pengacara bagi kedua terdakwa yang dibayar negara itu, sedang menyiapkan pembelaan bagi kliennya agar terlepas dari hukuman seumur hidup.
Menurut Fariz, Dian adalah korban doktrin paham radikal. Apalagi hingga kini belum terungkap siapa yang menyuruh Dian untuk melakukan bom bunuh diri. Ia juga tak yakin Solihin yang mendorong Dian.
“Posisi Dian dalam kasus ini adalah korban. Apalagi mereka belum sempat melakukan aksinya. Ini yang akan menjadi bahan kami untuk membela terdakwa nantinya,” kata Fariz.
Fariz mengaku sedikit terkendala menggali informasi dari Dian, karena perempuan itu tidak ingin bicara empat mata dengan tim pengacara. Mereka harus ditemani oleh setidaknya empat orang, termasuk sipir penjara.
“Sebab terdakwa menganggap kami bukan muhrim. Jadi agak sulit menggali keterangan dari Dian sebagai bagian persiapan pembelaan dari kami,” papar Fariz.
Berdasarkan pengakuan Solihin, ia mengajarkan Dian tentang cara meledakkan diri setelah mendapat perintah dan dana untuk perakitan bom dari Bahrun Naim, warga Indonesia yang bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan kini diyakini berada di Suriah.
Tergantung pembuktian niat
Meski pengacara berusaha memposisikan Dian sebagai korban, namun putusan hakim akan tergantung berhasil atau tidaknya jaksa membuktikan niat terdakwa melancarkan serangan teror.
Apalagi polisi juga menyita bukti dua surat wasiat Dian yang hendak ditujukan kepada orang tuanya di Cirebon, Jawa Barat. Dalam surat yang ditulis tangan Dian, ia menyebut bahwa jalan yang ditempuhnya untuk membela agama.
“Insya Allah kelak kita akan berkumpul kembali di alam yang lebih indah. Inilah caraku berbakti pada agama dan pada kalian orangtuaku. Jangan pernah kalian membenci jalanku ini,” tulis Dian dalam surat yang dibeberkan polisi beberapa hari setelah mereka ditangkap.
Sidang lanjutan kasus teror bom panci dengan agenda pemeriksaan saksi bakal kembali digelar, Rabu pekan depan. Setidaknya akan ada 12 orang yang di dengar keterangannya di persidangan.
“Kita juga akan menyiapkan saksi-saksi meringankan terdakwa. Kita tunggu saja hasil pembuktian jaksa terkait niat klien kami nantinya,” pungkas Fariz.