Pasangan Suami Istri Jaringan Bom Surabaya Dihukum Penjara

Hakim juga menetapkan kewajiban untuk membayar kompensasi kepada keluarga korban meninggal dunia dan luka dalam serangan bom di Surabaya.
Arie Firdaus
2019.03.14
Jakarta
190314_ID_Sentence_1000.jpg Terdakwa kasus terorisme (dari kiri ke kanan) Syamsul Arifin, Agus Satrio Widodo, dan Damayanti mendengarkan vonis majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, 14 Maret 2019.
Arie Firdaus/BeritaBenar

Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan hukuman masing-masing delapan dan tiga tahun empat bulan penjara terhadap pasangan suami istri, Agus Satrio Widodo (35) dan Damayanti (34), yang terlibat rangkaian teror bom di Surabaya.

Mereka dinilai terbukti terlibat pemufakatan jahat, perbantuan tindak pidana terorisme, dan penggunaan kekerasan yang menimbulkan suasana teror seperti termaktub di Pasal 15 juncto 6 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"Rangkaian bom itu adalah wujud nyata aksi JAD (Jamaah Ansharut Daulah) guna menimbulkan suasana teror," kata ketua majelis hakim Agus Setiawan, Kamis, 14 Maret 2019.

"Terdakwa Agus sebagai Ketua JAD wilayah Jombang tidak dapat dipisahkan dari kasus itu. Sehingga unsur-unsur dalam dakwaan terpenuhi secara sah dan meyakinkan."

Rentetan teror Surabaya bermula dari aksi bom bunuh diri yang dilakukan sejawat Agus Satrio di JAD, Dita Supriyanto bersama istri dan keempat anaknya pada 13 Mei 2018. Mereka berbagi tugas meledakkan bom terhadap tiga gereja di Surabaya.

Sehari kemudian, anggota JAD lain bernama Tri Murtiono meledakkan diri bersama istri dan ketiga anaknya --seorang anaknya selamat-- di pos penjagaan Markas Kepolisian Resor Surabaya.

Total, kepolisian menyebut 14 warga sipil meninggal dunia dalam rangkaian serangan bom bunuh diri pertama melibatkan anak-anak tersebut.

Lebih rendah

Vonis untuk suami istri ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menginginkan keduanya dihukum masing-masing 12 dan lima tahun penjara.

Mengenai pertimbangan mengurangi hukuman, hakim beralasan bahwa mereka sudah mengakui perbuatan dan menyesalinya.

"Terdakwa, atas kesadaran sendiri, juga mengakui tak ingin lagi bergabung dengan JAD. Serta telah membenarkan ideologi Pancasila," lanjut hakim Agus.

Sebelum memulai persidangan, hakim Agus memang sempat berbincang dengan para terdakwa, menanyakan pandangan dan komitmen mereka terhadap Pancasila dan Indonesia.

Meski berkurang dari tuntutan, jaksa Amril mengatakan dapat menerima vonis majelis hakim.

Sedangkan Faris selaku kuasa hukum Agus Satrio dan Damayanti, menilai vonis untuk kliennya semestinya bisa diputus lebih rendah.

"Karena Agus sebenarnya tidak memiliki niatan untuk melakukan teror. Itu diperlihatkan dengan keputusannya yang membongkar bom, tapi tidak dijadikan pertimbangan oleh hakim," kata Faris seusai persidangan.

Tidak ada komentar dari Agus dan Damayanti atas vonis ini.

Tak lama usai hakim mengetuk palu, Damayanti segera berlalu meninggalkan ruang sidang, didampingi anggota kepolisian bersenjata.

Adapun Agus langsung menyalami majelis hakim dan jaksa dengan wajah tersenyum.

Merujuk dakwaan jaksa, Agus dilaporkan menerima sisa bom dan uang senilai Rp11 juta tak lama usai ledakan di Markas Kepolisian Resor Surabaya, diantar oleh Ilham Fauzi –yang tewas saat penangkapan.

Mereka kemudian mempreteli sisa bom yang sudah dipasangi kabel dan berisi bahan peledak TATP (tri aseton tri peroksida) tersebut.

Damayanti kemudian membantu Agus dengan merapikan material bom seperti baut, mur, sumbu, dan memasukkannya ke dalam kantong plastik.

 

Terdakwa lain

Dalam persidangan yang sama, majelis hakim juga menjatuhkan vonis 10 tahun penjara terhadap Syamsul Arifin (35), pimpinan JAD wilayah Blitar di Jawa Timur.

Hukuman itu lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menginginkan Syamsul dihukum 15 tahun penjara.

Serupa dengan Agus Satrio, Syamsul juga dinilai terbukti melanggar Pasal 15 juncto 6 Undang-udang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"Terdakwa terbukti berkeliling Jawa Timur untuk menyampaikan manhaj (ketentuan) daulah untuk memerangi polisi dan TNI (Tentara Nasional Indonesia)," kata hakim Agus.

"Terdakwa juga mengajak idad (pelatihan militer) anggota JAD Jawa Timur, sehingga unsur pemufakatan jahat, perbantuan tindak pidana terorisme, dan penggunaan kekerasan yang menimbulkan suasana teror terbukti secara sah dan meyakinkan."

Kompensasi

Selain memutus hukuman penjara untuk ketiga terdakwa jaringan bom Surabaya, hakim Agus juga menetapkan negara untuk membayar kompensasi material kepada para keluarga korban meninggal dan luka dalam rangkaian teror di ibu kota Jawa Timur itu.

Keseluruhan kompensasi yang ditetapkan hakim berjumlah Rp1,1 miliar untuk 16 korban, sesuai dengan perhitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Menunjukkan bahwa negara berpihak kepada para korban tindak pidana terorisme," ujarnya anggota LPSK, Susilaningtyas, mengapresiasi keputusan majelis hakim.

Ini adalah putusan keempat pengadilan negeri menetapkan kewajiban membayarkan kompensasi untuk korban tindaka pidana terorisme, setelah kasus bom Samarinda, Yogyakarta, dan penyerangan Markas Kepolisian Daerah Sumatera Utara.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.