Sembunyikan Sisa Bom Surabaya, Suami Istri Terancam Hukuman Berat
2018.11.15
Jakarta

Agus Satrio Widodo (35), pimpinan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) kawasan Jombang di Jawa Timur terancam penjara seumur hidup hingga hukuman mati, setelah didakwa terlibat dalam rangkaian teror bom di Surabaya pada Mei lalu.
Bersama istrinya Damayanti (34), Agus disebut sengaja menyembunyikan sisa-sisa bom yang belum terpakai di rumah kontrakannya di Sidoarjo, Jawa Timur, berupa tujuh bom pipa dan 40 bom dalam wadah cangkir.
Damayanti turut terseret dalam kasus ini dan terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara setelah didakwa terlibat pemufakatan jahat dalam tindak pidana terorisme yang termaktub di Pasal 15 junto 7 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Terdakwa Agus Satrio bersama Ilham Fauzan (meninggal saat penangkapan) mencoba mencopot bom-bom yang sudah dipasangi kabel dan diisi bahan peledak jenis TATP (tri aseton tri peroksida)," kata jaksa Amril Abdi di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis, 15 November 2018.
"Sedangkan terdakwa Damayanti membantu merapikan material bom seperti baut, mur, dan sumbu. Memasukkannya ke dalam kantong plastik."
Ini merupakan persidangan pertama terhadap para tersangka teroris yang terlibat dalam aksi bom bunuh diri dilakukan dua keluarga, termasuk anak-anak, yang menewaskan 10 pelaku dan 14 warga sipil Mei lalu.
Agus dan Damayanti ditangkap aparat Detasemen Khusus Antiteror 88 Mabes Polri pada Senin, 14 Mei 2018, atau beberapa jam sebelum peledakan bom di pos pemeriksaan Markas Kepolisian Resor Kota Surabaya yang dilakukan oleh seorang militan Tri Murtiono bersama istri dan ketiga anaknya.
Seorang anak Tri yang duduk di bagian depan sepeda motor selamat setelah terpental saat terjadi ledakan.
Sehari sebelumnya, militan lainnya, Dita Supriyanto bersama istri dan keempat anak mereka berbagi tugas meledakkan diri di tiga gereja di Surabaya, yaitu Gereja Pantekosta, Gereja Kristen Indonesia, dan Gereja Santa Maria Tak Bercela.
Dita adalah sejawat Agus Satrio di JAD, menjabat pimpinan kelompok untuk wilayah Surabaya.
"Aksi teror yang dilakukan Dita dan Tri merupakan bagian visi dan misi kelompok JAD Jawa Timur. Sehingga perbuatan terdakwa (Agus) dapat diancam pidana menurut Pasal 15 junto 6 Undang-undang Pemberantasan Terorisme," ujar jaksa Amril.
JAD telah dibekukan dan dinyatakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada akhir Juli lalu sebagai organisasi terlarang karena terbukti melakukan serangkaian aksi teror di Indonesia dan berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
‘Kekeliruan dakwaan’
Faris, kuasa hukum Agus Satrio dan Damayanti tak berkomentar banyak atas dakwaan jaksa.
Ia hanya mengatakan, "Terdakwa menilai ada kekeliruan dalam dakwaan."
Namun Faris tak merinci kekeliruan yang dimaksud.
Sidang lanjutan akan digelar pada Kamis pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan para saksi.
"(Saksi) warga di sekitar kontrakan para terdakwa," ujar Faris kepada BeritaBenar.
Merujuk dakwaan, Agus Satrio menyatakan sumpah setia atau berbaiat kepada ISIS dalam pertemuan di Batu, Malang, pada 2015.
Pertemuan ini ikut dihadiri Zainal Anshori yang ketika itu menjabat amir atau pimpinan JAD Jawa Timur.
Belakangan, Zainal Anshori "naik pangkat" menjadi pimpinan JAD tingkat nasional setelah Abu Musa --pimpinan sebelumnya yang ditunjuk langsung tokoh JAD Aman Abdurrahman-- berangkat ke Suriah.
Zainal telah divonis tujuh tahun penjara atas keterkaitan dalam tindak pidana terorisme pada Februari lalu oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Sedangkan, Aman Abdurrahman diganjar hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 22 Juni lalu.
Terdakwa lain
Dalam peradilan sama, jaksa juga membacakan dakwaan untuk Syamsul Arifin, pimpinan JAD Blitar di Jawa Timur.
Serupa dengan Agus Satrio, Syamsul didakwa melanggar Pasal 15 juncto 6 dan terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup hingga pidana mati.
Termaktub dalam dakwaan, Syamsul disebut gencar mengonsolidasi para pengikut JAD di wilayahnya.
"Menyampaikan visi misi, menggelar latihan fisik, hingga mendorong anggota untuk melakukan teror," terang jaksa Amril.
Syamsul, misalnya, rutin menginstruksikan pengikut JAD di Jombang untuk menggelar pertemuan rutin yang membahas masalah tauhid, merujuk ajaran Aman Abdurrahman.
Tak cuma itu, ia pun beberapa kali menggelar pelatihan militer untuk pengikut JAD sepanjang 2015 di beberapa tempat mulai di Jombang pada Januari, Maret dan Juli di Pegunungan Panderman Kabupaten Malang, dan di Blitar pada September.
"Terdakwa pun sempat diberitahu Zainal Anshori soal rencana pembentukan tim khusus yang akan ditugaskan melaksanakan aksi (teror) secara senyap seperti Kopassus (pasukan khusus Angkatan Darat Indonesia)," lanjut Amril.
"Mereka akan dilatih Abu Gar," kata Amril, menyebut nama panglima militer JAD tingkat nasional itu.
Tim khusus akhirnya tak pernah terwujud karena Abu Gar ditangkap Detasemen Khusus Antiteror 88.
Ia juga telah beroleh vonis sembilan tahun penjara pada November 2016, setelah ditemukan bukti keterkaitan dalam aksi teror di kawasan Thamrin Jakarta pada Januari 2016 yang menewaskan delapan orang --empat di antaranya pelaku.