Banyaknya Proyek Investasi China Sebabkan Tenaga Asing Asal Negara itu Mendominasi
2022.02.08
Jakarta

Jumlah pekerja asal China tercatat meningkat dan mendominasi dibandingkan tenaga asing dari negara lain di Indonesia pada tahun lalu, seiring dengan meningkatnya proyek-proyek infrastruktur yang didanai negara Asia Timur itu, demikian pemerintah dan analis pada Selasa.
Sepanjang 2021, jumlah pekerja asal China yang bekerja di Indonesia mencapai 37.711 orang atau setara 42 persen dari total tenaga asing yang berjumlah 88.271 pekerja, sebut Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kemenaker Suhartono dalam rapat bersama DPR RI.
“Karena trennya sudah menurun ini, memang masih yang terbesar adalah dari China, kemudian dari Jepang dan Korea Selatan,” kata Suhartono, dalam pernyataan yang disiarkan langsung melalui saluran televisi parlemen, Selasa (8/2). Adapun jumlah pekerja asal Jepang mencapai 9.870 orang dan Korea Selatan sebanyak 9.302 orang.
Dalam keterangannya, Suhartono menjelaskan jumlah pekerja asing yang masuk ke Indonesia selama periode 2021 tercatat menurun lantaran pembatasan mobilitas akibat pandemi COVID-19. Kendati demikian, angka pekerja asing asal China tetap bertambah pada bila dibandingkan dengan periode tahun 2020.
Pada 2020, China mengirim 35.781 pekerjanya atau setara 36,17 persen dari keseluruhan pekerja asing sepanjang tahun itu yang mencapai 93.374 orang. Jepang dan Korea Selatan berada di posisi kedua dan ketiga, masing-masing mengirim 12.823 dan 9.097 orang pada 2020.
Kementerian Ketenagakerjaan tidak memberikan perincian terkait sektor-sektor apa saja yang memperkerjakan tenaga kerja asal China tersebut. Kendati demikian, Suhartono mengungkap sebagian besar pekerja asing yang bekerja di Indonesia direkrut untuk jabatan seperti konsultan, direksi, dan tenaga profesional lainnya.
“Untuk yang profesional ini kebanyakan tenaga teknis. Misalnya untuk pemasangan alat-alat berat, karena ini berkaitan dengan masalah bahasa, petunjuknya dari negara asal mereka. Jadi membutuhkan ini. Tapi mereka kebanyakan waktunya tidak panjang, hanya sekitar 6 bulan,” kata Suhartono.
Deputi bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Pungky Sumati, menambahkan fenomena pekerja China tidak lepas dari ketiadaan pekerja lokal mumpuni dalam proyek-proyek prestisius Beijing di Jakarta, salah satunya proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Jakarta-Bandung.
Sejumlah pekerjaan mendasar dalam proyek yang penuntasannya kembali molor hingga pertengahan tahun depan itu, terang Pungky, masih belum bisa dilakukan pekerja lokal. Salah satunya pengeleasan rel yang masih harus dilakukan pekerja China.
"Setelah berdiskusi, ternyata kita belum pernah membuat rel yang akan digunakan sehingga butuh teknik pengeleasan yang berkualitas tinggi yang memang belum kita miliki," kata Pungky.
"Hal itu yang mengapa kadang kita masih membutuhkan tenaga ahli, meski sifatnya amat teknis. Kita belum memiliki kapasitas itu."
Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet tak membantah keberadaan pekerja China dalam proyeknya, tapi ia berdalih jumlah tenaga kerja asing telah menurun seiring waktu karena tingkat kesulitan pekerjaan mulai berkurang.
Saat awal pengerjaan, rasio TKA China dibanding pekerja lokal sebanyak 1:4, namun kini telah menjadi 1:7.
"Pada awal perencanaan, dengan kesulitan tinggi terkait teknologi kereta cepat, perbandingan tenaga asing dengan lokal memang sempat 1:4," kata Dwiyana, sembari menambahkan bahwa jumlah itu bakal terus berkurang seiring waktu.
Dari total 15.486 pekerja kereta cepat, jumlah pekerja asing tercatat sebanyak 2.010 orang berbanding 13.477 pekerja Indonesia.
Proyek infrastruktur
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegoro sepakat dengan penyataa pemerintah bahwa peningkatan pekerja China dipicu keberadaan proyek-proyek negara tersebut di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, seperti proyek smelter, pertambangan, dan kereta cepat.
“Hal itu tentu didorong oleh dominasi dan keberlanjutan proyek yang dikelola China, seperti kereta cepat," kata Bhima ketika dihubungi.
Terkait jumlah pekerja asing asal China yang tidak berbanding lurus investasinya di Indonesia, Bhima pun meragukannya. Ia menduga, investasi China sejatinya bisa lebih besar di Indonesia karena beberapa penanaman modal dilakukan via Singapura yang selama ini dikenal sebagai pusat bisnis.
“Melihat Singapura yang selama ini menjadi hub bisnis, sangat besar potensi investasi China mengalir lewat Singapura," katanya.
Merujuk data Kementerian Investasi dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang dilansir pada Kamis (27/1), Singapura tercatat sebagai negara dengan investasi terbesar di Indonesia, mencapai U.S.$9,4 juta atau 30,2 persen dari total investasi asing di Tanah Air.
Sementara China berada di posisi ketiga, dengan total investasi U.S.$3,2 juta atau 10,2 persen dari keseluruhan investasi, di bawah Hong Kong yang menanam U.S.$4,6 juta di Indonesia.
Indonesia menjadi salah satu negara tujuan China untuk melanggengkan ambisinya dalam pembangunan proyek infrastruktur untuk mendukung jalur perdagangan negara itu yang dikenal dengan nama Belt and Road Initiative.
Selain proyek kereta cepat, China juga berinvestasi dalam sejumlah proyek pembangunan pembangkit listrik baik yang bertenaga uap maupun air di antaranya di Sumatra, Kalimantan, dan Jawa. Selain itu, China juga menanamkan modalnya pada beberapa industri pengolahan (smelter) bijih nikel yang menjadi bahan baku utama dalam pembuatan baterai bagi industri kendaraan listrik.
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan pada November tahun lalu yang mengatakan bahwa keberadaan pekerja China pada sektor tambang dan smelter dikarenakan sumber daya manusia (SDM) lokal yang memenuhi kualifikasi masih tergolong sedikit.
Begitu juga pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah tatkala rapat bersama anggota parlemen pada Mei 2021 yang mengatakan bahwa maraknya pekerja China ke Indonesia dipicu ramainya investasi negara tersebut.
"Kenapa TKA China lebih besar? Tentu saja karena banyak investasi yang masuk ke Indonesia berasal dari China,' ujar Ida dalam rapat tersebut.