Gerakan Anak Muda Melarang Kantong Plastik di Pulau Dewata
2018.04.18
Denpasar

Fuad Awaluddin (21) bersama dua temannya bertanya ke pengunjung kapal Rainbow Warrior milik organisasi lingkungan Greenpeace di Pelabuhan Benoa, Bali, Sabtu, 14 April 2018.
Selain kondisi sampah di Bali, mereka juga menanyakan pendapat narasumber cara mengatasi masalah sampah.
Narasumber utama ialah anak-anak belasan tahun. Mereka merekam pendapat narasumber yang akan digunakan untuk materi kampanye kepedulian pada sampah.
“Karena anak-anak muda masih lama hidupnya dibanding yang senior. Kalau mereka tidak berubah, tak akan ada perbaikan dalam pengelolaan sampah,” kata Fuad.
Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Universitas Ahmad Yani Bandung itu, adalah salah satu sukarelawan Bye Bye Plastic Bags, organisasi yang dikenalnya melalui media sosial.
Kampanye di Rainbow Warrior yang sedang singgah di Bali usai berlayar dari Papua adalah kegiatan pertama yang diikutinya bersama Bye Bye Plastic Bags.
“Saya ingin melihat bagaimana isu lingkungan berhubungan dengan politik. Karena Bye Bye Plastic Bags kan juga melakukan advokasi dengan Pemerintah Provinsi Bali untuk melarang penggunaan sampah plastik,” lanjutnya.
Bye Bye Plastic Bags yang disebut Fuad adalah gerakan dan kampanye anak-anak muda di Bali untuk menolak kantong plastik. Pendiri gerakan ini adalah dua bersaudara, Isabel Wijsen (15) dan Melati Wijsen (17) pada 2013 lalu.
Mereka lahir dan besar di Bali dari pasangan Indonesia - Belanda.
Melati yang mengidolakan Mahatma Gandhi ingin memulai gerakan berarti untuk Bali ketika melihat banyak sampah plastik di Pulau Dewata. Dia pun menggagas gerakan Bye Bye Plastic Bags bersama adiknya, Isabel.
Petisi, lobi, advokasi, dan kampanye
Mereka memulai dengan hal sederhana: membuat petisi daring di situs Avaaz yang mengajak publik untuk melarang penggunaan kantong plastik.
Petisi daring yang diluncurkan pada Januari 2014 mendapat dukungan 77.000 tanda tangan di situs dan sekitar 10.000 di atas kertas, terutama dari kampanye di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali.
Tiga bulan kemudian, mereka meluncurkan proyek pertama di Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi, Badung, setelah melobi pihak desa agar melakukan pendidikan tentang sampah di sekolah.
Mereka membuat materi kampanye peduli sampah dan membagi kantong non-plastik ke toko-toko di desa itu tiap akhir pekan.
November tahun sama, mereka melobi Pemprov Bali. Hasilnya, Gubernur Bali Made Mangku Pastika sepakat untuk mengurangi penggunaan tas plastik dan mengimbau komunitas-komunitas di Bali agar tidak memakai tas plastik lagi mulai 1 Januari 2016.
Bye Bye Plastic Bags juga menggagas gerakan bersih-bersih pantai di seluruh Pulau Dewata dalam rangkaian Hari Peduli Sampah Nasional yang diperingati tiap 24 Februari melalui apa yang disebut One Island One Voice.
Tahun ini, gerakan bersih pantai dipusatkan di Pantai Kuta, magnet pariwisata Bali.
Pada 24 Februari 2018, mereka menggelar aksi bersih pantai yang diklaim diikuti 25.000 peserta, termasuk sejumlah selebritis.
Hari Bumi
Melati dan Isabel juga mengampanyekan pelarangan kantong plastik di berbagai pertemuan tingkat nasional maupun internasional.
Mereka berbicara di forum-forum tingkat tinggi bahkan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pada Desember 2015 misalnya mereka menghadiri Konferensi Perubahan Iklim di Paris, Perancis.
Tahun ini, mereka juga berbicara di Forum Kelautan PBB, di mana Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga menjadi salah satu pembicara.
Kepedulian mereka atas sampah plastik juga menjadi kepedulian dunia. Hari Bumi yang diperingati setiap 22 April, pada tahun ini, bertemakan “Mengakhiri Polusi Plastik”.
“Polusi plastik adalah tantangan kita sekarang yang selalu ada. Kita melihat plastik mengambang di sungai, laut, dan laguna. Mengotori lanskap dan mempengaruhi kesehatan kita dan masa depan miliaran anak-anak dan remaja. Kita semua telah berkontribusi pada masalah ini - sebagian besar tidak disadari - dan kita harus bekerja untuk mengurangi dan pada akhirnya untuk Mengakhiri Polusi Plastik,” kata Valeria Merino, Wakil Presiden Hari Bumi Sedunia seperti dikutip di laman earthday.org.
Gerakan Global
Bye Bye Plastic Bags kini telah menjadi gerakan anak muda global.
Menurut Isabel, saat ini mereka memiliki sekitar 30 sukarelawan di Bali yang semuanya berusia belasan tahun.
Secara global, mereka mengklaim memiliki cabang di 17 kota baik di Indonesia maupun luar negeri, termasuk Singapura, Spanyol, Australia, China, New York, hingga Meksiko.
“Kami aktif terhubung melalui teknologi, terutama Internet dan media sosial,” kata Isabel kepada BeritaBenar.
Untuk mendanai gerakan, mereka mendapat dukungan dana dari sumbangan pribadi, lembaga internasional, dan lembaga bisnis. Mereka juga melakukan kewirausahaan sosial dengan membuat tas alternatif.
“Kami ingin mengajak warga desa membuat tas yang bisa digunakan sebagai pengganti kantong plastik,” jelas Isabel.
Melati mengatakan bersih-bersih pantai bukan solusi untuk menangani sampah.
“Kita perlu regulasi untuk melarang penggunaan kantong plastik. Teknologi dan inovasi juga sudah ada agar kita tidak lagi menggunakan kantong plastik,” pungkasnya.
Selain itu, “Organisasi, dunia usaha, desa, dan individu bisa membuat solusi masing-masing untuk mengurangi sampah,” pungkasnya.