8 Pelanggar Syariat Islam Dicambuk di Aceh
2020.03.02
Jakarta

Seorang pria yang melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah perempuan di Banda Aceh dicambuk bersama tujuh orang lainnya hari Senin (2/3/2020), setelah dinyatakan melanggar aturan Syariat Islam yang berlaku di Aceh.
Hukuman cambuk terhadap para pelanggar syariat Islam itu berlangsung di Taman Bustanussalatin, Taman Sari, Banda Aceh, disaksikan oleh ratusan masyarakat.
Wahyu Muhclisa mendapatkan sebatan rotan sebanyak 42 kali karena melanggar pasal tentang jinayat setelah terbukti bersalah melakukan pelecehan seksual terhadap dua gadis remaja dan seorang ibu pada Desember lalu.
Sebenarnya Majelis Hakim Pengadilan Syariah Banda Aceh menjatuhkan 45 cambukan baginya, hukumannya dikurangi karena dia telah sempat ditahan selama 3 bulan.
Wahyu tertangkap setelah salah seorang korban yang merupakan seorang ibu yang mengejar pelaku dan menyerempet sepeda motor yang digunakan pelaku.
“Oleh ibu-ibu tersebut, ditendangnya motor pelaku hingga terjatuh, lalu pelaku digiring masyarakat ke Polresta. Korban langsung buat laporan saat itu juga,” kata Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Banda Aceh, Ipda Puti Rahmadiani, saat dihubungi BenarNews.
Puti menjelaskan, terdakwa tidak dijerat dengan pasal kesusilaan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), karena jaksa memilih menuntut terdakwa dengan peraturan daerah tentang pidana syariat Islam tersebut. Pengadilan juga setuju menerapkan aturan itu bagi terdakwa. “Hukuman itu ditentukan oleh pengadilan,” ujarnya.
Aceh telah menerapkan hukum syariat Islam secara parsial sejak tahun 2002 lalu. Pada 2014 Aceh memiliki kodifikasi hukum pidana Islam yang tertuang dalam Qanun atau peraturan daerah No 6 tentang hukum jinayah.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh, Muhammad Hidayat, menjelaskan pelecehan seksual menjadi salah satu dari 14 tindak pidana syariat Islam yang diatur dalam Qanun Aceh No 6 Tahun 2014.
“Jadi karena ini meresahkan dan memang pengadilan memutuskan, maka pelaku dijerat dengan syariat sebagaimana tertuang dalam Qanun. Semua kasus ini diserahkan dari kepolisian, kita hanya sebagai penyelenggara saja,” ujarnya.
Berbuat mesum
Eksekusi cambuk perdana di tahun 2020 yang dilakukan pemerintah Kota Banda Aceh ini juga dijatuhkan kepada tujuh pelanggar syariat Islam lain yaitu melakukan perbuatan mesum atau berduaan dengan pasangan yang tidak terikat dalam hubungan perkawinan.
Dua di antaranya, pasangan kepala sekolah dan wakil kepala sekolah di Aceh Jaya, yang berbuat mesum di sebuah hotel di Banda Aceh. Keduanya mendapatkan hukuman cambuk sebanyak 25 kali sabetan.
Muhammad Hidayat menjelaskan, kepala sekolah dan wakilnya itu berinsial AW (43), dan HO (35) itu digrebek petugas polisi syariat kota Banda Aceh, setelah mendapatkan laporan dari suami AW yang sebelumnya membuntuti keduanya. Suami AW juga ikut menyaksikan proses pengerebekan yang terjadi pada 27 Oktober 2019 lalu.
"Menurut keterangan wakil kepala sekolah, keduanya sudah berhubungan badan. Tapi AW mengaku masih sebatas bermesraan," kata Hidayat.
Dalam persidangan, keduanya divonis masing-masing 30 kali cambukan. Namun karena sudah menjalani hukuman penjara selama lima bulan, hukuman terhadap mereka dikurangi lima kali.
Selain terhadap dua pendidik tersebut, prosesi cambuk juga dilakukan terhadap lima remaja – tiga perempuan dan dua laki-laki- yang dilaporkan warga berbuat mesum. Mereka dijatuhi hukuman cambuk mulai 21 hingga 25
Eksekusi cambuk bagi terpidana perempuan dilakukan oleh algojo perempuan yang telah disiapkan dan ditunjuk oleh Mahkamah Syariah Banda Aceh.
“Seluruh proses cambuk ini dilakukan berdasarkan ketetapan Qanun hukum acara Jinayah. Jadi semuanya sesuai dengan prosedur termasuk jarak algojo mengeksekusi” kata Hidayat.
Konsisten
Meski ditentang organisasi hak asasi manusia dan dunia internasional karena melanggar hak asasi manusia, Aceh masih tetap menjalankan pidana syariat Islam dengan menerapkan hukuman cambuk bagi pelanggarnya.
Aceh adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat Islam. Pemerintah Pusat memberikan penerapan hukum Islam tersebut, untuk meredam tuntutan pisahnya Aceh dari Indonesia pasca konflik berkepanjangan antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia yang diakhiri melalui perundingan di Helsinki Finlandia, pada 15 Agustus 2005.
Sebelumnya mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sempat mewacanakan memindahkan eksekusi cambuk dari yang selama ini dilakukan di tempat terbuka, ke dalam areal penjara yang tertutup, untuk menghindari kecaman internasional yang menilai hukuman tersebut tidak pantas untuk dilihat anak-anak.
Namun sejak Irwandi menjalani hukuman penjara karena kasus korupsi, hal itu belum terwujud dan masih dibahas oleh pemerintah Aceh dan DPR Aceh.