Cegah Lonjakan Penduduk, BKKBN Minta Pasangan Tunda Kehamilan Selama Pandemi

Tambahan kasus COVID-19 perhari capai rekor 973.
Ronna Nirmala & Tia Asmara
2020.05.21
Jakarta
200521_ID_Covid_BabyBoom_1000.jpg Bayi –bayi yang baru lahir, terlihat mengenakan pelindung wajah sebagai tindakan perlindungan di tengah pandemi COVID-19, di sebuah rumah sakit bersalin di Jakarta, 21 April 2020.
AFP

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengimbau masyarakat untuk menunda kehamilan sampai wabah COVID-19 di Indonesia mereda untuk menghindari lonjakan pertumbuhan penduduk drastis pada tahun 2021.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang berlaku di sejumlah daerah membuat warga mengabaikan upaya untuk mengakses alat kontrasepsi. BKKBN mencatat, setidaknya 10 persen pasangan usia produktif tidak lagi memakai kontrasepsi sepanjang periode Maret hingga April 2020.

“Perkiraannya, pasangan yang putus kontrasepsi sekitar 2,5 juta sampai 3 juta,” kata Hasto kepada BenarNews, Kamis (21/5).

“Dari tiap 100 pasangan yang putus kontrasepsi, 15 di antaranya berpotensi hamil. Dari situ kami prediksi jumlah kehamilan selama periode wabah ini bisa mencapai 420 ribu,” tambah Hasto seraya menyebut 95 persen pengguna kontrasepsi di Indonesia adalah wanita.

Data BKKBN menyatakan sekitar 4,8 juta bayi dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia. Sementara, jumlah keluarga berencana (KB) yang tercatat pada 2019 mencapai 28 juta pasangan.

“Dengan tambahan 420.000 kelahiran tahun depan, maka angka pertumbuhan penduduk Indonesia bisa melonjak drastis. Jika Anda berencana hamil, maka sekarang bukanlah waktu yang tepat,” ujarnya.

Salah satu peningkatan angka kehamilan pasangan usia subur terjadi di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya menyebut angka kehamilan selama periode Januari hingga Maret melonjak hingga 105 persen dibanding tahun lalu.

Pada Januari-Maret 2019, angka kehamilan di Kota Tasikmalaya tercatat sebanyak 1.500, sedang pada periode tiga bulan pertama 2020, jumlah perempuan yang dilaporkan tengah hamil mencapai 3.219 orang.

“April-Mei bisa naik lagi, tapi untuk April masih dihitung dari tiap Puskesmas,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Uus Supangat, dilansir Kumparan.

Hasto menduga, penurunan angka pemakaian alat kontrasepsi salah satunya terjadi karena banyak pasangan yang khawatir tertular COVID-19 saat mengakses layanan kesehatan. Selain itu, pembatasan pelayanan oleh bidan atau dokter juga membuat sejumlah pasangan mengurungkan niat untuk berkonsultasi.

“Yang biasanya melayani banyak pasien mereka jadi membatasi karena menghindari risiko kontak dengan pasien. Ini juga berdampak bagi para akseptor KB,” kata Hasto.

Untuk mengantisipasi penambahan angka kehamilan, saat ini BKKBN bersama bidan dan aparat TNI melakukan pelayanan KB dari pintu ke pintu, sambil juga memastikan ketersediaan alat perlindungan diri (APD) bagi tenaga medis di bidang kesehatan reproduksi dan kandungan.

Kasus harian tertinggi, 973

Jumlah kasus COVID-19 harian, pada Kamis (21/5) mencapai rekor tertinggi, yaitu bertambah 973 orang menjadi total 20.162, demikian dilaporkan Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan COVID-19.

“Peningkatan ini sangat luar biasa dan peningkatan inilah yang menjadi angka tertinggi,” ujar juru bicara gugus tugas, Achmad Yurianto dalam keterangan pers di Jakarta.

Sedangkan pasien sembuh bertambah 263 orang menjadi 4.838 orang dan kasus meninggal bertambah 36 orang menjadi total 1.278 jiwa.

Kenaikan tertinggi terjadi di Jawa Timur dengan kenaikan kasus mencapai 502 orang atau meningkat dari jumlah harian sebelumnya yang hanya 119 kasus, kata Yurianto.

Potensi terpapar COVID-19

Saat awal wabah virus corona merebak, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) memang meminta seluruh pasangan yang tengah menjalankan program kehamilan untuk menunda rencana kunjungan ke layanan kesehatan.

Tindakan perawatan program hamil yang ditunda itu meliputi pembatalan pengambilan dan transfer embrio, induksi ovulasi, inseminasi intrauterin (IUI), bayi tabung, dan kriopreservasi.

Sebaliknya, dokter dan bidan akan lebih fokus memberikan pelayanan kesehatan pada perempuan yang sudah dalam posisi mengandung.

Imbauan itu sejalan dengan European Society of Human Reproduction and Embryology (ESHRE), organisasi kesehatan reproduksi dan embriologi Eropa, yang menjelaskan penundaan kehamilan dilakukan untuk menghindari komplikasi kehamilan dan kelahiran selama pandemi.

Pengurus Pusat POGI, Budi Wiweko, mengatakan imbauan penundaan program hamil ini dilakukan untuk meminimalisasi dampak penularan COVID-19 pada ibu hamil dan janin.

“Meski belum ada bukti bahwa janin bisa tertular, tapi kita tetap harus lakukan antisipasi terbaik,” kata Budi yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Selain itu, sambung Budi, para tenaga medis kandungan juga sedang berfokus untuk mengurangi komplikasi pada kehamilan. “Jadi kita berupaya semaksimal mungkin menghindari proses kelahiran dengan operasi,” ucapnya.

Tak ideal

Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Angga Ansira, mengatakan prediksi kelahiran 420.000 “bayi corona” pada 2021 dipastikan akan membuat angka pertumbuhan penduduk Indonesia semakin tidak ideal.

Merujuk Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017, angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) Indonesia berada pada level 2,4, sementara, posisi idealnya adalah 2,1.

“Sebenarnya masih ada PR untuk menuju kondisi ideal 2,1. Dengan meningkatnya angka kehamilan di masa pandemi, pasti akan memengaruhi angka pertumbuhan ini,” kata Angga kepada BenarNews.

Angga berpendapat, program dan sosialisasi KB seharusnya tetap terus dilakukan melalui kunjungan langsung ke wilayah dengan angka pasangan subur yang tinggi.

Hal lain yang perlu diperhatikan, sambung Angga, adalah bagaimana pemerintah dan para pemangku kepentingan di bidang kesehatan memastikan akses layanan kesehatan serta asupan nutrisi yang layak untuk para perempuan yang tengah mengandung di tengah wabah ini.

“Karena ini merupakan kehamilan yang tidak direncanakan, bagaimana caranya menjaga nutrisi dan kesehatan ibu hamil sehingga jangan sampai ada komplikasi kehamilan yang berpengaruh saat melahirkan nanti,” katanya.

Masih dari SDKI 2017, angka kematian bayi di Indonesia tercatat sebesar 24 per seribu kelahiran hidup. Sementara angka kematian balita sebesar 32 per seribu kelahiran hidup. Angka itu masih jauh melampaui target Sustainable Development Goals (SDGs) yang dipatok sebesar 70 per seratus ribu kelahiran hidup.

Survei itu menyebut tingginya angka kematian bayi dan balita rata-ratanya disebabkan sejumlah penyakit seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), panas tinggi, dan diare.

Angga menambahkan, kehadiran bayi-bayi ini bisa mendukung bonus demografi jika dipersiapkan dengan sangat baik sejak dini. “Bonus demografi akan berhasil kalau diimbangi dengan berbagai kebijakan yang mendukung pencetakan SDM unggul,” tukasnya.

Tidak Disiplin

Menurut Yurianto, penyebab dari kenaikan kasus harian yang tinggi disebabkan karena peningkatan kapasitas testing yang meluas dan ketidakdisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan.

Dia memperingatkan ketidakpatuhan masyarakat selama musim liburan Idulfitri akan menyebabkan kasus bertambah.

Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Nasional, Wiku Adisasmito mengatakan peningkatan drastis angka positif harian perlu di eksplorasi lebih mendalam, namun kemungkinan diantaranya karena ada anggapan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Sejak pemerintah mulai membuka penerbangan domestik sejak 7 Mei 2020 lalu, masyarakat memenuhi bandara dan sejumlah fasilitas umum lainnya seperti pasar, pusat perbelanjaan untuk persiapan merayakan hari Lebaran yang jatuh pada Minggu (24/5).

“Bisa karena pengetesan yang meningkat, atau ada kasus baru yang meningkat karena ketidakdisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan 1-2 minggu yang lalu,” ujar dia kepada Benarnews.

Wiku menambahkan, Jawa Barat bisa dicontoh sebagai provinsi dengan penanganan Covid 19 terbaik menyusul jumlah peningkatan kasus positif yang terus melandai.

“Semoga beberapa provinsi lainnya bisa menyusul,” kata dia.

Bebenah

Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak mengatakan melonjaknya kasus positif di wilayahnya dikarenakan pemerintah daerah tidak hanya mengetes orang yang sakit.

“Tapi lebih karena penelusuran orang terhadap orang beresiko tinggi sehingga menjadi berpengaruh terhadap jumlah peningkatan kasus,” kata dia seperti dikutip dalam tayangan Kompas TV.

Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, mengatakan peningkatan kasus nasional didominasi kasus di Jawa timur karena kapasitas testing meningkat dari yang tadinya hanya mampu memeriksa 300 spesimen menjadi 2000 -3000 spesimen per hari.

“Jadi tidak heran banyak, sudah diperkirakan kalau Jatim menjadi salah satu yang tertinggi saat puncak menjelang lebaran,” kata dia kepada Benarnews.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.

Komentar

Nama saya bobby satria
2021-03-22 09:34

dengan adanya imbauan tersebut apakah ada regulasinya?