Jokowi: Indonesia Tak Bisa Lockdown karena Rakyat Menjerit

WHO peringatkan pemerintah memperketat pembatasan sosial karena kasus COVID-19 yang tinggi di Tanah Air.
Tria Dianti
2021.07.30
Jakarta
Jokowi: Indonesia Tak Bisa Lockdown karena Rakyat Menjerit Seorang warga menerima vaksin Sinovac COVID-19 bertempat di Kepolisian Daerah Papua Barat di Sorong, Papua Barat, 30 Juli 2021.
AFP

Walaupun Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendesak Indonesia untuk memperketat pembatasan dalam mengatasi pandemi COVID-19, pemerintah tidak bisa menerapkan lockdown seperti negara lain karena mendapatkan banyak protes dari masyarakat kecil, kata Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Jumat (30/7).

“Tidak bisa kita lockdown seperti negara lain. Lockdown itu tutup total,” ujar Jokowi di Istana Negara Jakarta.

Menurutnya, pemerintah mengutamakan kesehatan dengan menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), tapi juga harus tetap membuka perekonomian walau terbatas.

“Kemarin yang namanya PPKM darurat saja itu kan semi-lockdown. Tapi yang namanya semi lockdown saja, saya masuk kampung semuanya menjerit minta dibuka,” kata Jokowi

“Kalau lockdown bisa bayangkan dan itu belum juga bisa jamin permasalahan bisa selesai.”

WHO sebelumnya memperingatkan Indonesia untuk memperketat pembatasan sosial karena kasus di Indonesia yang cukup tinggi, bahkan menjadi episenter baru COVID-19 di Asia mengalahkan India yang pada April lalu menjadi wilayah terparah terdampak virus corona varian delta.

"Indonesia saat ini menghadapi tingkat transmisi yang sangat tinggi, dan ini merupakan indikasi dari sangat penting untuk menerapkan pembatasan sosial yang ketat dan, khususnya pembatasan gerak di seluruh negeri," tulis laporan WHO soal kondisi COVID-19 di Indonesia pekan lalu.

Jokowi menilai saat ini kasus di Indonesia perlahan mulai turun, ditandai dengan kapasitas tempat tidur (BOR) di wisma atlet yang tadinya lebih dari 90 persen turun menjadi 38 persen.

Sementara dilakukannya PPKM level 4 di Jawa, Bali dan beberapa wilayah di Indonesia, Jokowi mendorong para pelaku usaha tetap bertahan sekuat tenaga meskipun mungkin omzetnya turun sampai 75 persen.

“Ya tetap harus kita jalani karena ini kita masih berproses menuju pada vaksinasi 70 persen yang kita harapkan nanti akhir tahun ini bisa kita selesaikan,” ujarnya.

“Kalau sudah 70 persen ini paling tidak daya tular dari virus ini menjadi agak terhambat kalau sudah tercapai yang namanya kekebalan komunal atau herd immunity," tambahnya.

Menyebarnya varian delta menyebabkan Indonesia menjadi negara dengan kasus aktif terbesar di Asia Tenggara dengan lebih dari 540 ribu kasus.

Per Jumat (30/7), jumlah yang terjangkit COVID-19 di Indonesia bertambah 41.268, membuat total kasus menjadi 3.372.374.

Jumlah yang meninggal bertambah 1.759, sehingga total kematian di Indonesia menjadi 92.311.

Berdasarkan data WHO, tolak ukur deteksi kasus secara minimum 1 per 1000 populasi dapat dicapai di beberapa daerah seperti  Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Banten, Sumatra Barat, Kalimantan Timur, Papua Barat, Riau, dan Kalimantan Tengah selama tiga minggu terakhir.

“Meski demikian, provinsi-provinsi tersebut masih memiliki proporsi tes positif lebih dari 5%, yang berarti penularannya masih sangat tinggi di masyarakat,” sebut laporan WHO.

Berdasarkan data dari tim LaporCovid19, hingga 23 Juli, angka kematian positif COVID-19  diperkirakan telah mencapai 100.436 jiwa atau terdapat selisih angka kematian sebesar 19.838 atau 24,6 persen dari data pemerintah.

“Kondisi ini menunjukkan, ada masalah serius dalam pendataan kematian akibat pandemi di Indonesia karena ada lebih dari 19.000 pasien positif COVID-19 meninggal yang datanya belum tercatat di pemerintah pusat,” ujar inisiator LaporCovid19, Irma Hidayana kepada BenarNews (27/7).

Sementara jumlah pasien meninggal dengan status “kemungkinan” menderita COVID-19 (probable) sebanyak 22.926 jiwa. Oleh karena itu, jika menggunakan data pemerintah provinsi maka jumlah warga yang meninggal baik berstatus positif maupun probable telah mencapai 123.362 jiwa. 

Berdasarkan data LaporCovid-19, per Jumat, setidaknya terdapat 2.830 orang yang meninggal saat isolasi mandiri dan belum mendapatkan fasilitas medis dari rumah sakit, sebagian besar terjadi di Jakarta.

Juru bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan data di kabupaten kota berbeda karena mereka juga menggunakan data rekap manual.

“Jadi dilaporkan ke pusat itu data yang melalui New All Records (NAR) adalah kasus kematian yang sudah konfirm. Sementara seringkali data kasus meninggal yang belakangan keluar tidak diupdate atau dilaporkan kembali ke pusat,” ujarnya kepada BenarNews.

Petugas kesehatan membawa jenazah penderita COVID-19 yang meninggal saat melakukan isolasi mandiri di rumahnya di Bandung, 28 Juli 2021. [AFP]
Petugas kesehatan membawa jenazah penderita COVID-19 yang meninggal saat melakukan isolasi mandiri di rumahnya di Bandung, 28 Juli 2021. [AFP]

3T Lemah 

Pakar epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman  mengatakan dalam menanggulangi pandemi itu lockdown hanya sebagai strategi tambahan sementara strategi utamanya yaitu pelacakan, pengetesan dan perawatan (tracing, testing dan treatment atau 3T).

Masalahnya, menurut Dicky, 3T di Indonesia lemah sehingga PPKM model apapun tidak begitu berpengaruh. Ia mencontohkan Vietnam yang bisa menanggulangi pandemi karena pelacakannya luar biasa, bisa 100 orang tiap kasus. Sementara di Indonesia pelacakan 10 orang saja berat sekali.

“Ini sudah mengabaikan namanya, karena sudah setahun berjalan tapi testingnya tidak pernah cukup dari skala jumlah penduduk maupun eskalasi pandeminya. Paradigmanya harus diubah, jadi menemukan kasus itu prestasi, bukan ditutup-tutupi,” katanya.

Ia memprediksi Indonesia akan menjadi salah satu negara terakhir yang keluar dari pandemi karena respons awal yang tidak memadai dan banyak dipengaruhi oleh kompromi politik dan ekonomi.

1,2 juta dosis Sinopharm tiba

Vaksin COVID-19 produksi Cina kembali tiba di Tanah Air, kali ini merupakan tahap ke-31, dengan jumlah 1,5 juta dosis atau setara 750.000 vial untuk digunakan dalam program vaksinasi “gotong royong” yang menyasar perusahaan.

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) I, Pahala Nugraha Mansury dalam keterangan persnya secara virtual mengatakan vaksinasi gotong royong merupakan opsi tambahan bagi masyarakat khususnya korporasi, karyawan dan keluarga mereka.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 menetapkan dua merek vaksin buatan perusahaan Cina, Sinopharm dan CanSino, untuk digunakan dalam program vaksinasi gotong royong.

Sebelumnya pemerintah sudah menerima sebanyak 6 juta dosis vaksin Sinopharm. Dengan demikian, maka telah ada 7,5 juta dosis vaksin perusahaan Cina itu yang diterima Indonesia.

Pihak swasta menentukan capaian target 22 juta vaksin gotong royong yang rencananya sebagian akan dipenuhi oleh vaksin Sinopharm sebanyak 15 juta dosis vaksin, sementara sisanya akan dipenuhi oleh vaksin CanSino dengan target pengiriman akhir Juli hingga akhir tahun 2021.

Hingga hari ini, setidaknya 20juta penduduk telah mendapatkan vaksin lengkap, atau sekitar 7,4 persen dari keseluruhan 270 juta penduduk Indonesia. Pemerintah menargetkan setidaknya 208 juta penduduk tervaksinasi untuk tercapainya kekebalan komunitas.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.