Jokowi Beri Penghargaan Kepada 23 Tenaga Medis yang Gugur Selama Pandemi
2020.11.11
Jakarta

Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada Rabu (11/11) menganugerahkan bintang jasa kepada tenaga medis yang gugur selama pandemi COVID-19 dalam seremoni terbatas yang digelar di Istana Negara, Jakarta.
Pemberian penghargaan diberikan kepada 23 dokter dan perawat yang meninggal dunia baik karena terinfeksi maupun kelelahan saat menangani pasien dengan kategori tanda kehormatan yakni Bintang Jasa Pratama dan Bintang Jasa Nararya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mohammad Mahfud MD mengatakan pemberian gelar ini merupakan kelanjutan dari rangkaian acara pemberian gelar yang sama pada awal Agustus kemarin. Ketika itu, sebanyak 22 tenaga medis yang gugur akibat COVID-19 juga diberikan tanda kehormatan serupa.
“Karena suasana COVID-19, apa yang sudah disepakati pada bulan Agustus itu dulu dipecah dua. Separuh di Agustus, separuh sekarang. Sehingga suasana COVID-19 terpenuhi standarnya,” kata Mahfud kepada wartawan di Jakarta, Rabu.
Pemberian tanda jasa tertinggi negara itu disebut Mahfud sebagai bentuk penghormatan pemerintah kepada seluruh tenaga medis yang menjadi garis depan penanganan pandemi COVID-19 di Tanah Air. Selain tanda jasa, ahli waris juga akan mendapat uang santunan masing-masing senilai Rp300 juta.
Sebanyak 282 tenaga medis dan kesehatan dilaporkan telah wafat akibat COVID-19, sebut data terbaru Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Jumlah itu terdiri dari 159 dokter umum dan spesialis, 114 perawat, dan sembilan dokter gigi di 20 provinsi.
Juru Bicara IDI, Halik Malik, mengapresiasi penghargaan yang diberikan Negara kepada para tenaga medis yang telah gugur namun tetap berharap pemerintah dan masyarakat terus bekerja sama dalam memberikan peran yang lebih optimal dalam menekan penyebaran COVID-19.
“Upaya perlindungan terhadap tenaga kesehatan menjadi tanggung jawab bersama, termasuk masyarakat, pemerintah dan pimpinan fasilitas kesehatan karena tenaga kesehatan adalah benteng pertahanan terakhir,” kata Halik kepada BenarNews, Rabu.
Halik berharap kebijakan relaksasi terhadap jam kerja tenaga medis segera diimplementasikan untuk mengurangi risiko kematian akibat kelelahan dalam bekerja.
“Sekarang mereka harus bekerja dengan menggunakan alat pelindung diri (APD), ini sangat melelahkan bagi dokter untuk tetap bekerja secara optimal. Kebugaran tubuh dokter dan petugas lainnya dalam bekerja terkait langsung dengan kualitas pelayanan,” katanya.
Ketua Tim Mitigasi IDI, Adib Khumaidi, mengatakan apresiasi dari pemerintah dan kepatuhan masyarakat adalah dua hal utama yang mampu meningkatkan ketahanan mental para tenaga medis dan petugas kesehatan dalam mengatasi wabah.
“Kami berharap pemerintah juga memberikan jaminan kesehatan dan kesejahteraan yang masih menjalankan tugasnya maupun yang sedang dirawat,” kata Adib dalam pernyataan tertulis IDI.
Adib mengatakan, jika dihitung reratanya, tiap satu dokter di Indonesia melayani sekitar 30.000 pasien.
“Yang paling penting kepada masyarakat bagaimana membantu kami untuk mematuhi protokol kesehatan 3M; menjaga jarak, mencuci tangan, memakai masker. Itu akan sangat membantu kami,” tambahnya.
Per Rabu, angka terkonfirmasi positif COVID-19 di Indonesia mencapai 448.118, dengan tambahan 3.770 kasus baru dalam 24 jam terakhir, sebut laporan harian Kementerian Kesehatan.
Angka kematian bertambah 75 kasus dibandingkan hari sebelumnya, sehingga jumlah total menjadi 14.836.
Jokowi sebelumnya mengatakan angka kematian pasien COVID-19 yang mencapai 3,3 persen menjadi pekerjaan rumah yang masih harus ditekan karena masih tergolong tinggi dibandingkan dengan rata-rata dunia sebesar 2,47 persen.
“Ini yang patut jadi perhatian kita semua dan berkaitan dengan COVID. Hati-hati, jadi perhatian kita semua," kata Jokowi, saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna pekan lalu.
Kemajuan uji coba vaksin Sinovac
Juru Bicara Tim Uji Klinis Fase 3 Vaksin COVID-19, Rodman Tarigan, mengatakan uji coba tahap ketiga vaksin buatan perusahaan Cina, Sinovac, berjalan sesuai target dengan saat ini berada pada masa monitoring setelah lebih dari seribu relawan menerima suntikan kedua.
Rodman dalam pernyataan tertulisnya, Rabu, mengatakan sejauh ini belum ada laporan mengenai Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) yang serius dari 1.603 relawan yang sudah menerima suntikan kedua itu.
“Setiap relawan yang sudah mendapatkan suntikan pertama dan kedua, hingga uji klinis selesai akan diawasi dan dimonitor terus, sehingga apapun kejadian yang menimpa relawan pasti terawasi,” kata Rodman.
Dalam pemantauan tersebut, tim uji klinis vaksin juga berkoordinasi dengan komite etik, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Data Safety Monitoring Board (DSMB) untuk memastikan penyebab dari setiap peristiwa yang ditemukan apakah berhubungan langsung dengan vaksin atau faktor lainnya (co-incident).
Pemerintah telah menandatangani komitmen pembelian vaksin dari perusahaan farmasi asal Cina, Sinovac, sebanyak 3 juta dosis yang akan dikirimkan secara bertahap pada November dan Desember 2020.
Saat ini Indonesia tengah melakukan uji klinis vaksin COVID-19 tahap ketiga yang jika berjalan sukses, maka vaksin bisa dipasarkan secara luas pada awal tahun 2021.
Pada Selasa, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa harapan memiliki vaksin COVID-19 pada akhir tahun semakin nyata setelah uji klinis dari perusahaan farmasi Pfizer dan BioNtech menunjukkan efektivitas pencegahan hingga 90 persen.
Terkait hal ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku pemerintah tengah mempertimbangkan pembelian vaksin Pfizer.
“Ini sedang disiapkan untuk menjadi bagian berikutnya, karena masih banyak yang dibahas terkait pengadaan vaksin,” kata Airlangga kepada wartawan.
Sementara itu, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, menjamin vaksin yang akan diberikan pemerintah sudah teruji sehingga aman untuk digunakan.
“Pemerintah pastikan vaksin ini aman digunakan manusia karena melalui tahap pra-klinis dan klinis. Risiko yang ditimbulkan vaksin rendah, manfaatnya lebih tinggi,” kata Wiku dalam telekonferensi harian.
Kementerian Kesehatan sebelumnya Indonesia membutuhkan 320 juta dosis vaksin untuk memvaksinasi 160 juta penduduk atau 70 persen populasi. Pemberian akan diutamakan kepada kelompok usia 18-59 tahun yang tidak memiliki riwayat penyakit penyerta atau komorbid yang berat.