Darurat Penyakit Mulut dan Kuku, Kementerian Distribusikan Obat Pencegah Wabah
2022.05.12
Malang, Jawa Timur

Indonesia mulai mendistribusikan obat, vitamin, antibiotik dan penguatan imun setelah pemerintah menetapkan keadaan darurat penyebaran penyakit mulut dan kuku yang menjangkiti hewan ternak di beberapa daerah di Jawa Timur dan Aceh, terutama untuk memastikan pasokan ternak cukup menjelang hari Idul Adha bulan Juli ini.
Kementerian Pertanian menyatakan pada Kamis (12/5) kasus penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) terjadi pada ternak sapi di Kabupaten Aceh Tamiang dan Aceh Timur, sedangkan di Jawa Timur wabah menyebar di Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Lamongan dan Mojokerto.
“Sapi yang terkena PMK diberikan obat dan harus dinaikkan imunnya,” kata Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam siaran pers yang diterima BenarNews, Kamis.
Sehari sebelumnya, Menteri Syahrul mengumumkan keadaan darurat wabah penyakit yang menjangkiti hewan ternak, seperti sapi, kerbau dan kambing, dengan segera mengantisipasinya agar tidak menular lebih luas kepada binatang lainnya, terutama menjelang hari raya Idul Adha pada 9 Juli nanti.
Pedagang dan peternak terdampak
Menurut data Kementerian Pertanian, jumlah hewan kurban pada tahun lalu sebanyak 1.683.354, menurun 10 persen dari tahun 2020 akibat pandemi COVID-19.
Pedagang ternak di Jawa Timur memperkirakan penurunan jumlah hewan kurban yang akan disembelih untuk Idul Adha tahun ini akan menurun lagi sebesar 20 persen karena pemerintah melarang konsumen membeli ternak dari daerah-daerah yang terjangkit wabah PMK.
“Biasanya sekarang ini sudah ada pemesanan hewan kurban tapi saat ini sepi,” kata Muthowif, ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Sapi di Jawa Timur, kepada BenarNews.
Padahal, menurut Muthowif, Jawa Timur merupakan pemasok hewan ternak ke Jakarta dan Jawa Barat.
Menanggapi kekhawatiran para pedagang dan peternak, Menteri Syahrul mengatakan kementeriannya telah menemukan stereotip virus PMK dan diharapkan bisa memproduksi vaksin dalam waktu singkat, seraya menambahkan timnya tengah melakukan riset dan uji laboratorium untuk memproduksi vaksin dalam negeri.
“Minimal 14 hari ini kita ada vaksin dari luar negeri. Selanjutnya akan kita produksi sendiri di Pusvetma (Pusat Veteriner Farma) di Surabaya" ujarnya
Mustofa, peternak sapi asal Desa Gagah Kepuhsari, Kecamatan Balong Bedo, Kabupaten Sidoarjo mengaku sebanyak 50 ekor sapi peliharaannya tertular PMK setelah membeli dua ekor sapi di pasar hewan Krian, Sidoarjo pada pertengahan puasa April lalu.
“Awalnya tak ada tanda sakit, bahkan doyan makan, namun tiba-tiba kedua sapi mengeluarkan liur dan tak mau makan,” kata Mustofa, menambahkan setelah itu tenaga medis menyuntik keseluruhan 50 sapi yang ada dalam satu kandang.
Mustofa mengaku rugi puluhan juta bahkan gagal memasok sapi saat Idul Adha tahun ini yang rata-rata Idul Adha memasok 200 ekor sapi ke Surabaya dan Sidoarjo.
Menteri Syahrul mengungkapkan penanganan PMK akan melibatkan Kementerian Pertanian, pemerintah daerah, TNI dan Polri.
“Semua bekerja sesuai arahan Presiden Jokowi,” kata dia saat mengunjungi peternak di Gresik, Jawa Timur, Rabu.
Dia menjelaskan, di daerah Jawa Timur, pada awalnya penyakit tersebut ditemukan di Gresik pada sekitar 400 ekor sapi potong pada akhir April, lalu ditemukan sebulan setelahnya di Lamongan pada setidaknya 100 ekor sapi, dan dua hari kemudian di Mojokerto terhadap hampir 150 ekor sapi.
Penyebab datangnya virus
Mantan penyidik penyakit hewan, Soeharsono DTVS, dalam artikelnya di Kompas pada Kamis, mengatakan Indonesia pernah tertular PMK pada tahun 1983, dimulai dari Jawa Timur kemudian menyebar ke Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Indonesia berhasil bebas dari penyakit ini pada 1990 melalui vaksinasi massal hewan sensitif PMK dan pengawasan lalu lintas hewan yang sangat ketat, kata dia.
“Menjadi pertanyaan, dari mana penyakit tersebut masuk kembali ke Indonesia, dan apa dampaknya?” kata Soeharsono.
Meski belum diketahui dengan jelas asal penyakit tersebut, urai dia, tetapi ketika harga daging sapi melonjak menjelang hari raya Idul Fitri lalu, Indonesia mengimpor daging beku kerbau dari India sebanyak 36.000 ton – di mana kerbau sangat peka terhadap infeksi virus PMK.
Ketika jumlah impor daging kerbau sangat banyak, tambah Soeharsono, kemungkinan eksportir mengambil kerbau dari wilayah yang belum sepenuhnya bebas dari PMK, tetapi tidak terlihat gejala klinis PMK.
Virus PMK dapat bertahan lama dalam daging beku, kata dia, dan diduga lewat daging kerbau beku, virus itu masuk ke Indonesia.
Kepala Bidang Produksi Peternakan Dinas Pangan dan Pertanian Sidoarjo Tony Hartono menjelaskan kasus PMK diduga ditemukan gejalanya pada 15 April lalu di mana hasil diagnosa di laboratorium keluar 5 Mei tahun ini dengan hasil positif PMK.
Sampai 10 Mei, kata Tony, sebanyak 185 ekor yang tertular PMK dari 10.033 ekor yang dimonitor, 68 ekor sembuh, 15 belas mati dan 27 ekor dipotong paksa.
“Dilakukan isolasi kandang yang tertular. Tidak boleh ada keluar masuk hewan ternak,” ujarnya kepada BenarNews, menambahkan hewan ternak yang tertular diisolasi, obat, antibiotik, dan vitamin.
Namun, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nasrullah, menjelaskan hasil laboratorium menunjukkan tingkat kematian ternak yang positif PMK rendah, yakni 1 persen dari jumlah ternak yang terinfeksi virus PMK.
Sedangkan tingkat kesembuhan hewan ternak yang terinfeksi menunjukkan kemajuan yang signifikan, kata dia.
“Sapi dalam satu kandang sudah ada yang mulai makan, berdiri dan menuju sehat,” kata dia dalam keterangan tertulisnya.
Tidak menular pada manusia
Kementerian Pertanian menjelaskan PMK merupakan penyakit hewan menular yang menyerang ternak sapi kerbau, kambing, dan juga babi, yang gejalanya antara lain berupa demam tinggi, air liur berlebihan, lepuh pada rongga mulut dan lidah, serta pincang.
Meski berbahaya bagi hewan dan penularan virus itu cepat tapi virus PMK tidak menulari manusia, demikian pernyataan Kementerian.
Pejabat terkait mengatakan selain tidak menular ke manusia, daging dari hewan ternak yang terjangkit wabah PMK aman dikonsumsi jika dimasak matang dan diolah dengan benar.
“Untuk pemotongan dilakukan di rumah potong hewan secara ketat,” kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nasrullah.