Pengamat: Debat Terakhir Pengaruhi Hasil Pilkada Jakarta

Masyarakat Jakarta diminta untuk tak terlalu percaya dengan hasil survei yang dilakukan banyak lembaga, tetapi memilih seusai hati nurani dan kebutuhan.
Arie Firdaus
2017.02.10
Jakarta
170210_ID_Pilkada_1000.jpg Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyangsyah (kanan) mengecek surat suara pemilihan kepala daerah saat mendatangi perusahaan percetakan di Pulogadung, Jakarta, 11 Januari 2017.
AFP

Lebih dari 7,1 juta warga Jakarta terdaftar sebagai pemilih untuk berpartisipasi dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) guna memilih pasangan gubernur dan wakil gubernur pada 15 Februari mendatang.

Persaingan berlangsung ketat menyusul hasil beragam lembaga-lembaga survei yang menyatakan bahwa ketiga pasangan calon berpotensi memenangi Pilkada DKI Jakarta.

"Menurut saya, debat terakhir akan berpengaruh besar terhadap hasil nantinya," kata pengamat politik dari Universitas Padjajaran Muradi kepada BeritaBenar, Jumat, 10 Februari 2017.

Dampak debat itu, menurutnya, berpengaruh kepada masyarakat golongan menengah ke atas, dengan besaran suara 7-15 persen.

"Mereka pada dasarnya sudah memutuskan (pilihan), tapi belum sreg betul," ujarnya. "Jadi, debat terakhir ibarat last battle untuk memperebutkan besaran suara tadi.”

Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta menggelar tiga debat terbuka terhadap pasangan calon gubernur.

Debat pertama digelar pada 13 Januari dengan tema sosial, ekonomi, pendidikan, keamanan, lingkungan, dan transportasi.

Debat kedua berlangsung 27 Januari mengangkat tema reformasi birokrasi, pelayanan publik, serta strategi penataan kawasan perkotaan; serta debat ketiga dilangsungkan, Jumat malam, 10 Februari 2017, bertemakan kependudukan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat Jakarta.

Mengomentari performa ketiga calon, Muradi menyebut pasangan nomor urut 2 yang juga petahana Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat masih unggul dari dua pasangan lain: pasangan nomor 1 Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni dan nomor 3 Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno.

"Khususnya pasangan nomor 1, masih terjebak dalam berbagai narasi," kata Muradi.

"Adapun nomor 3 membaik di debat kedua. Anies, menurut saya, bahkan lebih baik soal penguasan panggung ketimbang Ahok."

Batu loncatan

Pilkada DKI Jakarta kerap disebut sebagai batu loncatan untuk maju dalam pemilihan presiden.

Muradi sepakat dengan analisa tersebut. Ia mencontohkan naiknya Joko Widodo ke jabatan Presiden Indonesia, dua tahun usai terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Tak mengherankan kemudian, lanjutnya, Pilkada DKI Jakarta 2017 melibatkan tiga elit politik Indonesia saat ini, yaitu Presiden ke-6 Indonesia yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengusung anaknya Agus untuk berpasangan dengan mantan Wali Kota Jakarta Pusat Sylviana Murni.

Kemudian Presiden ke-4 Indonesia yang juga Ketua Umum PDI-P Megawati Sukarnoputri mengusung pasangan Ahok-Djarot; dan Ketua Umum Partai Gerindra yang juga pesaing Joko Widodo dalam Pilpres 2014, Prabowo Subianto yang mengusung mantan Menteri Pendidikan Anies Baswedan, berpasangan dengan pengusaha Sandiaga Uno.

“Ibaratnya siapa yang menguasai Jakarta, kan, akan menguasai nasional. Makanya Pilkada Jakarta ini berasa Pilpres,” kata Muradi.

Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, sepakat dengan dengan Muradi.

“Siapa yang menang akan mengelola Rp 70 triliun, atau 80 persen dari peredaran uang di Indonesia,” katanya. “Sehingga setiap partai politik berusaha mengontrol Jakarta.”

Survei berbeda

Pertarungan Pilkada DKI adalah yang paling menarik perhatian publik nasional padahal di waktu bersamaan juga digelar Pilkada serentak untuk memilih enam gubernur di Aceh, Bangka Belitung, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat, serta bupati di 76 kabupaten dan walikota di 18 kota.

Pilkada DKI semakin memanas karena hasil survei beberapa lembaga menunjukkan hasil berbeda, mengunggulkan setiap pasangan calon.

Lembaga survei Indikator Politik, misalnya, menempatkan pasangan Ahok-Djarot di posisi pertama dengan tingkat elektabilitas mencapai 39,04 persen, kemudian disusul pasangan Anies-Sandiaga dengan elektabilitas 35,36 persen di peringkat kedua, dan pasangan Agus-Sylviana di peringkat buncit dengan 19,45 persen.

Poltracking Indonesia menunjukkan hasil berbeda, ketika pasangan Anies-Sandiaga berada di posisi pertama dengan tingkat elektabilitas 31,50 persen.

Pasangan Ahok-Djarot di peringkat kedua dengan elektabilitas 30,13 persen, disusul Agus-Sylviana dengan elektabilitas 25,75 persen. Undecided voters tercatat sebesar 12,62 persen.

Adapun Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA menempatkan pasangan Agus-Sylviana di posisi pertama dengan tingkat elektabilitas mencapai 33,6 persen.

Sedangkan, pasangan petahanan Agus-Djarot berada di peringkat kedua dengan 27,1 persen, disusul pasangan Anies-Sandiaga dengan tingkat elektabilitas 23,6 persen.

Merujuk pada Undang-undang Kekhususan Nomor 29/2007 tentang Ibu Kota, pasangan calon yang memenangkan Pilkada harus meraup suara lebih dari 50 persen.

Jika tidak, Pilkada berlanjut ke putaran kedua diikuti dua pasangan dengan suara terbanyak.

‘Jangan menjadi pedoman’

Emrus meminta masyarakat Jakarta untuk tak terlalu percaya dengan hasil survei yang dilakukan banyak lembaga. Ia meminta masyarakat memilih sesuai hati nurani dan kebutuhan.

“Jangan dijadikan pedoman. Masyarakat harus tahu siapa penyandang dana survei,” katanya.

Agus Maulana (55), seorang pendukung Agus-Sylvi sejalan dengan pernyataan tersebut. Dia menyebut program Rp 1 miliar per Rukun Warga sebagai pertimbangannya memilih pasangan nomor satu.

Adapun Anthony, pendukung Ahok-Djarot mengatakan dia memilih pasangan petahana karena berharap pembangunan di Jakarta dilanjutkan.

“Ada yang belum selesai,” katanya.

Sedangkan, Dahlia yang merupakan pendukung pasangan Anies-Sandi menilai program One Kecamatan One Center Enterpreneur Center (OK OCE) sebagai pertimbangan untuk menyokong pasangan nomor tiga.

“Saya tertarik program yang akan memberdayakan usaha kecil menengah itu,” katanya.

Ismira Lutfia Tisnadibrata di Jakarta ikut berkontribusi dalam artikel ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.