Tolak RUU KUHP, Ribuan Mahasiswa di Sejumlah Daerah Demonstrasi
2019.09.23
Jakarta, Yogyakarta & Malang

Ribuan mahasiswa, Senin, 23 September 2019, melancarkan aksi unjuk rasa di sejumlah daerah untuk menolak pengesahan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan sejumlah perundang-undangan yang dinilai kontroversial.
Sekitar 2.000 mahasiswa dari beragam universitas yang berunjuk rasa di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, berorasi bergantian serta meneriakkan, "Reformasi Dikorupsi!"
Selain menentang pengesahan revisi KUHP, mereka juga menentang pengesahan revisi UU Pertanahan, Ketenagakerjaan, Pertambangan dan Mineral yang rencananya akan diresmikan sebelum masa tugas DPR 2014-2019 berakhir pada 30 September mendatang.
"Hidup rakyat Indonesia! DPR hanya wakil rakyat. Jangan takut!" teriak seorang orator.
Suasana unjuk rasa sempat memanas saat massa tandingan yang mendukung pengesahan KUHP melempar botol ke arah mahasiswa, menjelang sore.
Saat memasuki malam, demo berubah ricuh setelah sejumlah mahasiswa berusaha masuk ke tol di depan gedung DPR, sementara polisi mengimbau massa agar tak menutup jalan tol.
Unjuk rasa kali ini merupakan rangkaian demonstrasi yang berlangsung di depan kompleks parlemen sejak pekan lalu. Menurut rencana, aksi serupa kembali akan digelar esok hari, bertepatan dengan rapat paripurna DPR.
"Kami tidak akan berhenti sampai DPR dan pemerintah membatalkan pengesahan revisi KUHP yang ngawur," kata seorang mahasiswa Universitas Trisakti yang hanya menyebut namanya Ray.
Sejumlah pasal yang dianggap kontroversial diantaranya, pemberlakuan denda pada gelandangan atau pengemis, hukuman penjara atas hubungan seksual diluar nikah, pemidanaan atas aktivitas LGBT, dan hukuman atas mereka yang dianggap menghina presiden.
Sebelumnya, DPR menjadwalkan pengesahan rancangan KUHP, Selasa, 24 September 2019.
Kuatnya desakan kalangan masyarakat sipil membuat Presiden Joko “Jokowi’ Widodo pada Jumat lalu, meminta DPR untuk menunda pengesahan Rancangan KUHP.
Namun, Ketua Panitia Kerja Rancangan KUHP, Mulfachri Harahap mengatakan rencana pengesahan tidak dilakukan, Selasa, seperti dijadwalkan sebelumnya karena akan dibawa lebih dulu dalam forum lobi antara DPR dan pemerintah.
"Mungkin tidak dalam paripurna terdekat. Masih ada tiga kali paripurna lagi sampai tanggal 30 September. Sebelum itu akan ada forum lobi dengan pemerintah," katanya seperti dikutip dari laman CNN Indonesia.
Aksi mahasiswa dengan tuntutan yang sama juga digelar di Makassar, Sulawesi Selatan: Bandung dan Cirebon, Jawa Barat; Jombang dan Malang, Jawa Timur; Yogyakarta serta beberapa daerah lain.
#GejayanMemanggil
Di Yogyakarta, ribuan massa mahasiswa dan masyarakat yang melakukan aksi bertajuk #GejayanMemanggil di pertigaan Kolombo, Gejayan, berorasi dan menyerukan aneka yel-yel meski ada seruan dari beberapa universitas agar mahasiswa tak ikut demo.
Universitas yang mengeluarkan edaran di antaranya Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), dan Universitas Sanatha Dharma (USD).
Nailendra, koordinator aksi mengatakan bahwa massa gabungan tidak membawa nama kampus atau organisasi tertentu, karena mereka tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak.
“Kami menghormati sikap kampus. Semua punya jalan masing-masing, mahasiswa Jogja yang mengikuti aksi ini tidak membawa nama kampus,” ujarnya.
Para pengunjuk rasa membawa spanduk dan poster yang antara lain bertuliskan, “All the next Soeharto don’t deserve our future”, “KPK dilemahkan, Koruptor diloloskan”, “Saya sedih negara ini diperkosa janji mereka”, dan “Tolak ORBA 2, jangan jadi boneka”.
Para demonstran juga menuntut pemerintah dan DPR agar menunda pengesahan RKUHP serta membatalkan UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah disahkan DPR pada 17 September lalu.
“Kami di sini murni dari masyarakat, ada pelajar dan pekerja, ini gerakan organik,” ujar Nailendra saat menjelaskan terkait tuntutan yang diusung aksi #GejayanMemanggil.
Mantan aktivis Mei 1998 dari Dewan Mahasiswa UGM, Titok Hariyanto, melihat aksi #GejayanMemanggil memiliki konteks berbeda dengan perlawanan yang dilakukan para mahasiswa pada masa Orde Baru.
“Aksi-aksi Mahasiswa 1998 lahir dari serangkaian perlawanan terhadap rezim otoriter Orde Baru yang menindas dan represif. Sementara politik kita saat ini sudah demokratis, walaupun masih ada tantangan yaitu kuatnya oligarki,” ujarnya kepada BeritaBenar.
“DPR dan Pemerintah harus membuka ruang dialog dengan masyarakat untuk perbaikan isi RUU yang sedang dibahas.”
Hitamkan Malang
Ribuan mahasiswa yang berdemo di depan gedung DPRD Kota Malang, Jawa Timur, mengenakan pakaian serba hitam sebagai tanda berkabung, sekaligus memprotes rencana pengesahan sejumlah Undang-undang yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat.
“Menyerukan DPR membatalkan perubahan 72 Undang-undang yang hanya berpihak kepada investor,” kata koordinator aksi, Reni Eka Mardiana alias Rere.
Para mahasiswa bergerak, mereka meninggalkan kampus dan berkumpul di depan DPRD sejak pagi. Pergerakan mahasiswa tak lepas dari kampanye lewat media sosial dan peran dosen di sejumlah peguruan tinggi.
“Awalnya diprediksi massa aksi sekitar 150 orang,” kata Rere.
Tidak disangka, gelombang mahasiswa terus berdatangan dari berbagai perguruan tinggi ditambah sejumlah dosen yang menganjurkan mahasiswanya turun ke jalan selama tiga hari untuk memperjuangkan kepentingan rakyat.