Korban Gempa di Donggala Berharap Bantuan di Tengah Keputusasaan
2018.10.02
Donggala

Desa Wani I, II, dan III di Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, luluh lantak usai diguncang gempa bumi dengan kekuatan 7,4 skala Richter (SR) yang disusul tsunami, Jumat pekan lalu.
Rumah-rumah penduduk ketiga desa di dekat laut itu nyaris rata tanah. Beberapa kapal tergeletak di daratan karena dihempas gelombang dahsyat.
Menurut penuturan penduduk setempat, tim penyelamat dan pasokan bantuan makanan belum masuk ke ketiga desa tersebut hingga Selasa, 2 Oktober 2018.
Andi Abdullah, seorang warga Wani II, mengaku belum satu pun tim penyelamat masuk ke desanya sehingga ada korban tewas belum dievakuasi karena tertimbun reruntuhan bangunan.
“Di desa kami, ada 10 meninggal dunia dan empat orang hilang,” katanya saat ditemui BeritaBenar usai mengamankan beberapa barang dari puing rumahnya.
Jumlah kepastian korban jiwa, namun demikian, belum diketahui karena pemerintah belum masuk ke wilayah tersebut.
Ia menambahkan, tujuh dari 10 korban tewas telah dievakuasi secara gotong royong, sedangkan tiga lagi masih tertimbun reruntuhan rumah.
“Kami tidak bisa evakuasi karena kesulitan alat berat,” ungkap Andi.
Desa Wani II dihuni sekitar 700 kepala keluarga (KK). Sedangkan, Wani I memiliki sekira 600 KK dan Wani III berjumlah 500 KK.
Dari ketiga desa itu diketahui total korban jiwa mencapai puluhan orang, belasan hilang, dan ratusan orang mengalami luka-luka.
Warga tiga desa yang selamat bertahan di sejumlah lokasi pengungsian. Mereka takut pulang karena rumah mereka sudah hancur dan gempa susulan terus terjadi.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Willem Rampangilei, menyatakan hingga pukul 17:00 waktu setempat Selasa, korban tewas telah mencapai 1.374 orang.
"Adapun yang hilang 113 orang, dan masih ada beberapa jenazah masih tertimbun, dan kita belum tahu berapa jumlahnya," katanya dalam jumpa pers di Palu.
Sebelumnya di Jakarta, Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, menyatakan 799 orang terluka dan 61.867 lainnya mengungsi yang tersebar di 109 titik penampungan.
Tapi, tidak jelas apakah korban tewas maupun warga mengungsi itu termasuk dari Wani I, II, dan III, tiga desa yang dapat ditempuh dua jam dengan mobil dari Banawa, ibukota Donggala.
Sewa alat berat
Warga Wani II lain, Sukri, menyebutkan mereka terpaksa menyewa satu alat berat untuk membersihkan lingkungan dari puing tsunami.
“Kami sendiri yang datangkan alat berat. Kalau tidak begitu, terkurung kami,” katanya.
Sukri mengaku, hingga lima hari pasca-bencana belum ada bantuan ke desa mereka, akibatnya warga kekurangan bahan makanan dan minuman.
Selain itu, warga yang terluka akibat terkena reruntuhan rumah belum mendapatkan perawatan medis.
“Makanya melalui media ini kami minta semua bantuan dari pemerintah dan dermawan cepat masuk ke desa kami. Jangan Palu terus yang diperhatikan, kami di sini juga butuh bantuan,” ungkapnya.
Dia menambahkan, warga tiga desa juga berharap bantuan Bahan Bakar Minyak (BBM) sehingga bisa menggunakan listrik.
Warga Wani I, Muhamad Taufik menyatakan, yang paling mendesak dibutuhkan di desa mereka selain kebutuhan pokok juga kebutuhan bayi, seperti popok, susu, dan makanan bayi.
“Persedian warga untuk bayinya sudah mau habis,” tuturnya.
“Sudah ada yang demam dan batuk. Belum lagi warga yang selamat namun mengalami luka. Semuanya membutuhkan perawatan,” imbuhnya.
“Untung ada perawat dan mantri di desa ini. Jadi anak-anak dikasih obat seadanya. Itu pun sudah mau habis.”
Seperti kota mati
Sementara itu, kondisi ibu kota Donggala, Banawa, seperti kota mati. Aktivitas warga lumpuh, karena tidak ada listrik. Saat malam, kota dalam keadaan gelap gulita.
Sejumlah fasilitas umum di Banawa juga hancur. Banyak jalan yang terbelah, jembatan roboh di beberapa titik, hingga gedung pemerintahan yang ambruk.
Pantauan BeritaBenar, belum satu pun perkantoran buka. Yang tampak hanya warga sedang mencari barang yang bisa diselamatkan dari puing rumahnya yang hancur.
Aktivitas perekonomian juga pun tidak berjalan di sana. Baik toko, swalayan, hingga warung makan masih tutup.
“Mau beli makanan dan minuman di mana, semua masih tutup,” kata Muhamad Iksan, seorang warga kota Banawa, kepada BeritaBenar.
Menurutnya, meski ada beberapa warung yang buka, tapi tetap sulit bagi warga karena banyak mereka tidak memiliki uang.
“Mau transaksi di ATM atau bank, belum ada yang buka. Susah memang. Makanya kami bilang luar biasa cobaan yang diberikan kepada kami di Donggala,” imbuh Iksan.
34 jasad murid
Sementara itu dari kabupaten Sigi yang berbatasan dengan Palu, Palang Merah Indonesia melaporkan bahwa relawan mereka telah menemukan mayat 34 siswa yang terkubur tanah longsor di lokasi sebuah gereja.
Gereja tersebut sebelumnya melaporkan bahwa 86 siswa yang sedang mengikuti kamp studi keagamaan di sana hilang setelah gempa hari Jumat lalu, demikian disampaikan juru bicara PMI, Aulia Arriani.
Pada hari Selasa, gempa berkekuatan 6,3 SR telah mengguncang Pulau Sumba, di Nusa Tenggara Timur.
Gempa itu menyebabkan rusaknya sejumlah bangunan namun tidak ada laporan korban jiwa, demikian disampaikan Martina D. Jera, kepala badan penanggulangan bencana di Kabupaten Sumba Timur.
Sehari sebelumnya Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah membuka pintu untuk masuknya bantuan internasional, pasca gempa Sulawesi.
Setidaknya 26 negara telah menawarkan bantuan darurat, demikian menurut BNPB.
Gempa di Sulawesi terjadi tidak lama setelah gempa Lombok yang menyebabkan tewasnya 564 orang, dan lebih dari 1.500 orang luka-luka.
Pada 26 Desember 2004, sekitar 170.000 orang dilaporkan tewas di Aceh akibat tsunami yang terjadi di kawasan Samudra Hindia, yang merenggut total sekitar 230.000 jiwa di 13 negara.
Ahmad Syamsudin di Jakarta turut berkontribusi dalam laporan ini.