DPRD Kembali Ingin Goyang Ahok
2016.06.08
Jakarta

Setelah beberapa waktu lalu gagal menggulingkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama terkait penetapan alokasi anggaran pembangunan, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat kembali coba untuk menggoyang kepemimpinan sosok yang akrab dipanggil Ahok itu.
Mereka menggunakan Hak Menyatakan Pendapat (HMP) untuk melengserkan Ahok. Kali ini, yang dipersoalkan adalah kasus reklamasi Teluk Jakarta dan pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
Seorang anggota dewan yang menandatangani usulan HMP adalah Prabowo Soenirman dari Fraksi Gerindra. Dia menilai kinerja Gubernur Ahok semakin tidak bagus.
"Dulu kami gunakan HMP karena masalah APBD, dimana kita melihat Pak Ahok melawan undang-undang. Kami hidupkan lagi HMP dengan catatan ada tambahan masalah baru seperti reklamasi dan Sumber Waras," ujar Prabowo kepada BeritaBenar, Senin, 6 Juni 2016.
Dia menambahkan pengumpulan tanda tangan sudah dimulai minggu lalu. Ketika kuota terpenuhi, sidang paripurna digelar. Hingga Senin, baru 17 orang yang menandatangani usulan HMP.
Prabowo menegaskan tujuan HMP untuk “melengserkan Ahok yang kami nilai telah melanggar UU. Apalagi PTUN telah memenangkan rakyat di kasus reklamasi, ini menunjukkan Ahok melanggar peraturan. Gubernur kalau (sudah) melanggar UU bisa diturunkan."
Yang dimaksud PTUN ialah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang memenangkan gugatan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) terhadap Pemprov DKI Jakarta terkait izin reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta. Tapi, putusan belum tetap karena masih dalam proses banding.
Dalam kasus Sumber Waras, Pemda DKI setuju membeli lahan 36.410 meter persegi bekas rumah sakit itu. Rencananya akan dibangun rumah sakit kanker gratis. Namun rencana ini terganjal hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebut ada beberapa hal tidak wajar dalam pembelian seperti prosesnya tanpa melalui tender.
Prosesnya panjang
Ahok yang beberapa kali dihubungi BeritaBenar tidak menjawab panggilan. Tapi, dikutip dari Kompas.com, dia optimis HMP itu tak bakal efektif karena prosesnya membutuhkan waktu panjang, sementara masa jabatannya hanya tinggal beberapa bulan lagi.
"Enggak apa-apalah, kan prosesnya panjang," ujarnya,"ha… ha… ha… kan waktunya udah pendek. Nanti kalau saya digagalkan HMP, tapi terpilih lagi (jadi gubernur), enggak enak kan saya naik lagi."
Berdasarkan UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Pasal 336 Ayat 1 huruf b, HMP diusulkan oleh sedikitnya 20 anggota DPRD yang berasal minimal dari dua fraksi.
Selanjutnya diajukan ke pimpinan dewan. Bila dalam rapat disetujui, baru digelar sidang paripurna, yang perlu 80 anggota DPR DKI hadir sidang atau 3/4 dari 106 total anggota DPR DKI Jakarta untuk membentuk panitia khusus HMP.
Kalau jumlah kurang, paripurna tidak bisa digelar. Apabila sudah kuorum, ada syarat lain harus ditempuh untuk mengesahkan panitia HMP, yaitu dukungan minimal 53 anggota dewan yang hadir di ruang sidang. Jika dukungannya di bawah itu, maka HMP tak bisa dilaksanakan.
Bukan menggulingkan
Steven Setiabudi Musa, anggota dewan dari Fraksi PDI Perjuangan mengatakan bahwa pihaknya setuju penggunaan HMP, tapi hanya sebatas alat kontrol atas kinerja Ahok.
"HMP adalah hak yang melekat pada setiap anggota dewan. Jadi semua anggota dewan punya hak atau tidak (untuk menggunakannya). Seperti hak angket dulu, tapi kami tidak bertujuan untuk menggulingkan Ahok," ujar Steven kepada BeritaBenar.
Sejauh ini, tambah dia, belum ada anggota dari fraksinya menandatangani usulan HMP. Meski demikian, katanya lagi, jika nanti memang ditemukan pelanggaran yang dilakukan Ahok, akan diserahkan kepada proses hukum.
Terlepas dari rencana HMP itu, Steven meminta agar Ahok memperbaiki komunikasinya baik dengan anggota dewan maupun lembaga-lembaga lainnya.
"Memang komunikasi Ahok buruk, jadi akan ada kegaduhan terus. Ini melelahkan," tegasnya, “intinya adalah komunikasi dan saling percaya.”
Zainal Arifin Mochtar, pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM) yang ditanya BeritaBenar, Selasa, menyatakan, untuk bisa melengserkan seorang gubernur harus ada kejelasan pelanggaran yang dilakukan.
“Kalau mau buat HMP harus ada dugaan pelanggaran peraturan. Melengserkan tujuan, tapi harus ada proses. Misalnya presiden di-impeach, harus ada alasannya. HMP harus tertulis, apa saja yang dilanggar,” katanya.
Beberapa waktu lalu Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa sudah cukup banyak pejabat negara tersangkut kasus korupsi. Selama waktu 10 tahun terakhir, menurut dia, terdapat 45 anggota DPR diproses Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta sembilan menteri, 19 gubernur dan 200 bupati lebih yang masuk penjara.
Beberapa nama gubernur yang tersandung kasus korupsi saat masih menjabat adalah Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjo Nugroho, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak dan Gubernur Riau Annas Maamun.
Tak terpengaruh
Sementara itu, kelompok Teman Ahok yang diminta tanggapannya mengaku tak akan terpengaruh oleh langkah politik DPRD dalam menggunakan haknya untuk menggoyang sang gubernur dari etnis Tionghoa pertama di DKI Jakarta itu.
Singgih Widiyastono dari Teman Ahok mengaku, mereka tetap konsisten dengan upaya mengumpulkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga dalam rangka menggalang dukungan untuk Ahok kembali maju dalam Pilkada 2017 melalui jalur independen.
"Sampai saat ini, kami telah mengumpulkan lebih dari 900 ribu fotokopi KTP dan tengah memvalidasinya. Targetnya hingga Juli, kami mampu mengumpulkan satu juta fotokopi KTP seperti disyaratkan. Kami punya lebih 100 posko pengumpulan fotokopi," ujarnya.