15 Terpidana Mati Segera Dieksekusi
2016.05.10
Klaten

Sebanyak 15 terpidana mati kasus narkoba segera dihadapkan pada regu tembak, pertengahan bulan ini. Beberapa dari mereka sudah berada di Nusakambangan dan yang masih di sejumlah penjara lain akan segera dipindahkan dalam waktu dekat.
Meski tak mau menyebutkan secara pasti siapa saja ke-15 terpidana mati yang akan masuk dalam eksekusi tahap ketiga, Kabid Humas Polda Jateng Kombes. Pol. Alloysius Liliek Darmanto mengatakan mereka yang dieksekusi mati itu bukan hanya Warga Negara Indonesia (WNI) saja melainkan juga Warga Negara Asing (WNA).
“Lima di antaranya WNI dan sepuluh lainnya WNA,” ujar Liliek kepada BeritaBenar, Selasa, 10 Mei 2016.
Dia merincikan bahwa kesepuluh warga negara asing itu terdiri dari empat warga China, dua Nigeria, dua Senegal dan masing-masing seorang warga Pakistan dan Zimbabwe.
Sedangkan “WNI adalah seorang perempuan dan empat laki-laki,” ujarnya, menolak menyebutkan identitas mereka.
Dia menambahkan, Polda Jateng sudah menyiapkan 180 personel Brimob untuk mengeksekusi mereka. Setiap terpidana mati dihadapkan pada sepuluh eksekutor ditambah dua personel yang bertugas memberi petunjuk letak terpidana mati.
“Meski begitu, eksekutor belum diberangkatkan ke Nusakambangan karena masih menunggu perintah lebih lanjut dari Kejaksaan Agung,” jelasnya.
Seperti pengalaman sebelumnya, katanya, eksekutor dikirim ke Nusakambangan sekitar 72 jam sebelum pelaksanaan eksekusi yang dibarengi dengan peningkatan keamanan di sekitar Dermaga Wijayapura, Cilacap, pelabuhan terdekat menuju pulau penjara kelas kakap itu.
Dipindahkan ke Nusakambangan
Selama dua minggu terakhir, ada empat narapidana telah dipindahkan ke Nusakambangan. Tanggal 30 April, Zulfikar, terpidana mati kasus narkoba dipindah dari Lapas Narkotika Jakarta ke Nusakambangan. Pada 8 Mei, tiga terpidana mati kasus narkoba dari Lapas Batam, yaitu Suryanto, Agus Hadi, dan Pudjo Lestari, juga dibawa ke Lapas Batu Nusakambangan.
Koordinator Lapas Nusakambangan Abdul Haris mengatakan bahwa pihaknya tidak tahu apakah pemindahan tersebut berkaitan dengan rencana eksekusi mati tersebut atau tidak.
“Semua kewenangan Jaksa Agung, kami hanya bertugas menampung saja,” ujarnya saat dikonfirmasi BeritaBenar.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Amir Yanto, yang beberapa kali dihubungi tidak mengangkat telepon. Tapi dalam keterangan sebelumnya kepada BeritaBenar, ia menyatakan persiapannya terus dilakukan sambil menunggu perintah Jaksa Agung.
Pada 29 April 2015, delapan terpidana mati dieksekusi mati di Nusakambangan meski ditentang aktivis hak asasi manusia (HAM). Sebelumnya, 18 Januari 2015, bertempat di Boyolali, Jateng, enam narapidana juga dieksekusi regu tembak.
Desak kaji ulang
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menilai sudah selayaknya hukuman mati dikaji ulang. Menurutnya, hukuman bukan alat balas dendam kepada orang yang dianggap bersalah karena melakukan pidana, tapi juga harus mengubah sistem yang menyebabkan kejahatan terjadi.
“Tindak pidana narkoba itu sebuah rangkaian yang melibatkan banyak orang, tidak bisa dibebankan pada satu atau dua orang yang tertangkap saja,” ujar Haris kepada BeritaBenar.
Dia berharap pemerintah tidak tebang pilih dalam mengungkapkan kasus narkoba. Pemerintah harus berani mengungkap jaringan besar di balik peredaran narkoba di Indonesia meski nanti melibatkan aparatur negara baik dari TNI maupun Polri.
“Narkoba adalah sebuah rangkaian besar dan itu tidak pernah dibongkar,” tegas Arif yang konsisten menentang hukuman mati.
Menurut Haris, sejahat apapun orang tersebut ada syarat berat yang harus dipenuhi. Hukuman mati sama dengan menghilangkan nyawa manusia. Seluruh haknya dalam prosedur hukum harus benar-benar sudah dipenuhi dan dipastikan tidak akan ada koreksi.
“Ketika terjadi kesalahan dan ternyata orang yang sebelumnya ditangkap sebagai penjahat ternyata tidak bersalah, bila dia masih hidup, koreksi bisa dilakukan. Beda kalau dia sudah terlanjur dieksekusi mati,” ujarnya.