INKA Ekspor 150 Gerbong Kereta Api ke Bangladesh
2016.06.29
Surabaya

Indonesia kembali mengirim 23 gerbong kereta api ke Bangladesh sebagai bagian 150 unit yang dipesan negara itu dengan nilai kontrak US$73 juta atau sekitar Rp950 miliar. Ekspor tersebut adalah yang kedua setelah pada 31 Maret lalu dikirim 15 unit gerbong.
Senior Manager Sekretariat Protokoler Humas PT Industri Kereta Api (INKA), Cholik Muhammad mengatakan, Rabu, 29 Juni 2016, bahwa pihaknya bisa mengekspor gerbong kereta api setelah mengalahkan Tiongkok dan India dalam tender yang dilaksanakan Bangladesh.
“Dengan harga dan kualitas yang sama, kami berani bertarung dengan kompetitor negara lain,” katanya kepada BeritaBenar.
Sama seperti ekspor gelombang pertama, pengiriman 23 gerbong kereta api tahap kedua juga dilakukan melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, pada Minggu, 26 Juni 2016.
Cholik menyatakan dari 150 kereta dipesan Bangladesh, 100 di antaranya merupakan kereta meter gauge (MG) untuk rel 1.000 mm dan 50 unit lainnya adalah broad gauge (BG) digunakan untuk rel 1.676 mm.
Untuk MG, tipe tempat duduk diaplikasikan 2-2, yaitu dua seat pada sisi kiri dan dua seat di sisi kanan, dengan jalan di bagian tengah. Sementara itu, model BG memiliki kursi dengan formasi 2-3.
Kereta yang diekspor ke Bangladesh berbeda dengan kereta api beroperasi di Indonesia. Hal ini karena masyarakat Bangladesh yang memiliki tradisi naik hingga ke atap kereta.
“Di Bangladesh, unsur utama dari kereta adalah kekokohan rangka dan bodi,” terang Cholik.
Bukan pertama
Ini adalah kemenangan kedua bagi INKA setelah pada tahun 2006 juga pernah mengirim 50 unit gerbong kereta eksekutif di Bangladesh. Sebelumnya, perusahaan persero milik negara itu telah mengekspor kereta api ke Filipina, Australia, Singapura, Malaysia dan Thailand pada 2009 dan 2012.
“Ke Filipina, kami mengirim lokomotif, dan di Singapura gerbong datar, Thailand kereta untuk angkut batu, Australia memesan kereta coki-coki dan Malaysia memesan kereta pembangkit serta kereta penumpang,” jelas Cholik.
Selain negara-negara tersebut, PT INKA juga berencana akan melakukan ekspor ke Myanmar dan Mesir.
Seluruh proses pembuatan dan pengiriman lokomotif dan gerbong kereta api ke luar negeri berasal dari anggaran sendiri, ungkap Cholik.
Saat ini, PT INKA mendapatkan fasilitas dari Bank Expor Impor berupa fasilitas modal untuk ekspor dengan biaya ringan 6 persen per tahun, katanya.
Tidak hanya ke luar negeri, PT INKA juga memenuhi sebagian besar kebutuhan kereta api, yang dikelola PT Kereta Api Indonesia (KAI) maupun Kementerian Perhubungan.
Untuk pemenuhan KAI, INKA biasanya memproduksi kereta eksekutif dan ekonomi, sedangkan bagi Kementerian Perhubungan hanya sebatas kereta kerja saja.
Perlu pembenahan
Humas PT KAI Daop 8 Surabaya, Suprapto mengatakan, produk INKA khususnya gerbong barang dan kereta, sudah memiliki standar yang bagus. Khusus kereta, baik interior dan eksterior sudah bisa disejajarkan dengan produk luar negeri.
Perbaikan yang harus dilakukan INKA, kata dia, adalah pengembangan kereta yang punya mesin penggerak sendiri seperti Kereta Rel Diesel (KRD) dan Kereta Rel Listrik (KRL).
“KRD dan KRL masih butuh penelitian dan pengembangan lebih lanjut. Sebisa mungkin, untuk kedua jenis kereta ini, jangan sampai dapat hibah lagi dari Jepang,” terangnya.
Di wilayah Daop 8 Surabaya, saat ini sudah ada 853 sarana kereta yang merupakan produk PT INKA.
Suprapto juga membandingkan kualitas kereta PT INKA dan milik Tiongkok. “Saat saya tugas di Palembang, di 2015 dan 2016, kami memesan 1.200 kereta dari PT INKA dan China. Keduanya, sama bagus dan bisa bersaing,” tuturnya.
Mampu bersaing
Pengamat ekonomi Immanuel Yosua mengatakan, dengan banyaknya ekspor yang dilakukan PT INKA, menjadi bukti kalau Indonesia mampu bersaing dalam memperebutkan pangsa pasar di luar negeri. Bangladesh dinilai sebagai contoh bahwa Indonesia tidak kalah bersaing dengan Tiongkok maupun India.
Hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana PT INKA mampu menjaga kualitas dan stabilitas harga dengan para kompetitor. “Yang penting adalah kualitas bisa bersaing, begitu juga dengan harga,” ujar mantan komisioner Komisi Pelayanan Publik Jawa Timur ini.
Menurut Yosua, dengan terus menjaga kualitas dan harga, negara yang membeli produk INKA akan terus bertambah. “Yang terpenting adalah harus ada standarisasi dan verifikasi dari INKA terhadap produk yang dihasilkannya,” pungkas Yosua.