Filipina: Perempuan Indonesia, Janda Pimpinan Militan Marawi Ditangkap
2017.11.05
Cagayan de Oro & Iligan City, Filipina

Polisi menangkap janda militan Omarkhayam Maute, Minggu, 5 November 2017, dan menyita bahan-bahan pembuat bom dari rumahnya di Filipina selatan, kata aparat.
Tersangka, Minhati Madrais, dibawa ke tahanan polisi di kota Iligan, sekitar 30 km (19 mil) utara Marawi, kota yang dikepung selama lima bulan oleh pejuang pro kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang dipimpin oleh almarhum suaminya. Pekerja sosial mengambil hak asuh atas keenam anaknya - empat perempuan dan dua laki-laki.
Polisi menemukan bahan yang digunakan untuk membuat alat peledak rakitan, termasuk detonator dan tali peledak, serta paspor Indonesia milik Minhati yang telah kadaluwarsa saat pihak berwenang menggerebek rumahnya, direktur polisi wilayah Timoteo Gascon Pacleb mengatakan dalam laporannya.
"Berdasarkan paspornya, dia masuk ke negara ini tiga kali antara tahun 2012 dan 2016. Ketika paspornya kadaluarsa tahun 2016, dia mengajukan perpanjangan izin kapan pun ketika ia berada di sini," Senior Supt. Leony Roy Gia, kepala polisi Iligan, mengatakan kepada BeritaBenar.
Gia mengatakan Minhati diinterogasi untuk mengumpulkan informasi tentang anggota kelompok militan yang tersisa di kota Marawi atau di Mindanao, pulau terbesar ketiga di negara itu.
Penangkapan dilakukan setelah para pejabat mengarahkan personil polisi di provinsi tersebut untuk bersiaga tinggi, karena pihak berwenang menyatakan kekhawatiran bahwa gerilyawan mungkin akan berusaha untuk melarikan diri dari pertempuran senjata di Marawi, di mana sejumlah 39 militan melakukan pertempuran dengan pasukan pemerintah.
Pejabat mengatakan bahwa pejuang yang tersisa, mungkin termasuk sejumlah militan asing, semakin putus asa ketika militer memperketat keamanannya di daerah pertempuran.
Minhati, perempuan yang berprofesi sebagai guru tersebut, bertemu Omarkhayam saat mereka kuliah di Mesir. Setelah menyelesaikan studinya di universitas, mereka kembali ke Indonesia, namun akhirnya kembali ke Marawi, kata polisi.
Pekan lalu, polisi juga menangkap Mohammad Ilham Syahputra (23), seorang militan Indonesia, saat dia meninggalkan rekan-rekannya dan berenang melintasi sebuah danau di Marawi, sebuah kota yang dipenuhi bangunan masjid berpenduduk sekitar 200.000 jiwa dengan mayoritas Muslim. Kota tersebut kini telah berubah menjadi puing-puing,
Pertempuran Marawi pecah pada 23 Mei ketika polisi dan militer bergerak untuk menangkap Isnilon Hapilon, pemimpin ISIS Asia Tenggara yang juga merupakan orang yang paling dicari FBI.
Namun mereka disambut oleh kekuatan besar petempur militan, termasuk dari kelompok Abu Sayyaf yang dipimpin Hapilon dan beberapa pejuang dari Timur Tengah dan Asia Tenggara. Mereka juga didukung oleh kelompok militan lokal yang dipimpin oleh Omarkhayam dan saudaranya, Abdullah Maute.
Penembak jitu dari kelompok militan mengambil posisi strategis di gedung-gedung, namun jet-jet Angkatan Udara mematahkan ancaman tersebut dengan melakukan pemboman setiap hari.
Hapilon dan Omarkhayam tewas di tangan pasukan pemerintah pada 16 Oktober, sementara Abdullah terbunuh sebelumnya.
Mahmud Ahmad, seorang profesor universitas Malaysia yang diduga mendanai serangan militan di Marawi, juga tewas, demikian dilaporkan militer. Beberapa orang yang disandera militan ISIS yang berhasil melarikan diri memberikan kesaksian atas kematian Mahmud, namun jenazahnya belum bisa ditemukan.
Pertempuran tersebut, yang memicu kekhawatiran bahwa ISIS mungkin mendapatkan tempat pijakan di Asia Tenggara, menewaskan hampir 1.000 gerilyawan, 165 tentara dan polisi serta 47 warga sipil.
Jeoffrey Maitem di Iligan ikut berkontribusi dalam laporan ini.