Bank Dunia: Indonesia Rugi Rp72,95 Triliun Akibat Kebakaran Hutan

Lebih dari 942.000 hektar hutan dan lahan terbakar tahun ini atau yang terbesar sejak karhulta hebat melanda tahun 2015, dimana saat itu sekitar 2 juta hektar lahan terbakar.
Tia Asmara
2019.12.11
Jakarta
191211-ID-fires-620.jpg Pemadam kebakaran menyemprotkan air ke lahan terbakar di Kampar, province Riau, 18 Sept 2019.
AP

Bank Dunia memperkirakan bahwa Indonesia mengalami kerusakan dan kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan senilai lebih dari US$5,2 miliar atau sekitar Rp72,95 triliun, selama tahun 2019.

Angka itu hampir sama dengan 0,5 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia, kata Bank Dunia dalam laporan Indonesia Economic Quarterly yang dirilis di Jakarta, Rabu, 11 Desember 2019.

Menurut Bank Dunia, kebakaran tahun ini adalah yang terparah melanda Indonesia sejak 2015 sehingga menimbulkan kabut asap tebal – hingga ke negara tetangga, Malaysia dan Singapura – dan berbagai dampak lain.

"Tidak seperti kebakaran di hutan kawasan Amerika Utara, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia adalah perbuatan manusia dan telah menjadi permasalahan kronis tahunan sejak 1997 lalu," tulis Bank Dunia.

Ditambahkan bahwa kerugian itu merupakan hasil penilaian akibat kebakaran yang terjadi mulai dari Juni hingga Oktober 2019 di delapan provinsi. Bahkan, di beberapa daerah, kebakaran masih berlanjut hingga November.

Kedelapan provinsi itu adalah Riau, Sumatra Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Papua.

Beberapa daerah lain juga sempat terjadi karhutla dalam skala lebih kecil.

Bank Dunia menyatakan kebakaran dan kabut asap yang ditimbulkan telah berdampak negatif secara signifikan terhadap ekonomi, dimana kerusakan langsung diperkirakan mencapai US$157 juta.

"Dan kerugian dari kegiatan ekonomi yang terpengaruh diperkirakan mencapai US$5 miliar," tulis Bank Dunia.

Kerugian tidak termasuk dampak jangka panjang terhadap penduduk terdampak dan berkurangnya kualitas pendidikan karena terganggunya kesehatan guru dan murid.

Dalam laporan itu, Bank Dunia juga menyebutkan bahwa hingga September 2019, sekitar 900.000 warga mengalami masalah kesehatan terkait pernapasan dan sebanyak 12 bandara nasional mengalami gangguan operasional akibat kabut asap.

Asap tebal yang membumbung ke angkasa mencapai puncak pada musim kemarau bulan September sehingga sempat memicu konflik diplomatik antara Indonesia dan Malaysia.

Selain itu, ratusan sekolah di tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura terpaksa harus tutup dan puluhan ribu anak didik diliburkan kegiatan belajar mengajar karena kabut asap.

Lebih dari 942.000 hektar hutan dan lahan terbakar tahun ini atau yang terbesar sejak karhulta hebat melanda tahun 2015, dimana sekitar 2 juta hektar lahan terbakar.

Karhutla tahun 2015 adalah bencana terburuk yang melanda Indonesia dalam dua dekade terakhir sehingga menewaskan 24 orang.

Bank Dunia saat itu memperkirakan kerugian ekonomi mencapai Rp226 triliun.

Luas lahan dan hutan yang terbakar tahun ini dua kali lebih besar dibandingkan rata-rata karhutla yang terjadi pada 2016 hingga 2018.

Bahkan, diperkirakan bertambah pada Oktober hingga November akibat fenomena El Nino.

"Kebakaran hutan dan kabut asap yang terjadi secara berulang juga meningkatkan persepsi global terhadap produk minyak kelapa sawit asal Indonesia,” tulis Bank Dunia.

“Hal itu terlihat dari merosotnya permintaan negara-negara Eropa, juga rencana Uni Eropa untuk tak lagi menggunakan bahan bakar alami berbasis minyak kelapa sawit mulai 2030 mendatang."

Bank Dunia memperkirakan kebakaran hutan berkontribusi 0,09 dan 0,05 poin persentase atas penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 dan 2020.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan mencapai 5 persen dan 5,1 persen pada 2020.

"Kebakaran lahan dan hutan yang menghasilkan kabut asap berdampak negatif bagi ekonomi. Dampak langsung dari kebakaran hutan diperkirakan membuat kerugian hingga 157 juta dolar AS berupa kerusakan aset dan 5 miliar dolar AS karena kehilangan potensi dari kegiatan ekonomi," tulis Bank Dunia.

Sebelumnya, Polri telah menetapkan 25 perusahaan sebagai tersangka kebakaran sepanjang tahun 2019.

"Total tersangka sebanyak 416. 25 di antaranya berasal dari korporasi," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol. Asep Adi Saputra kepada para wartawan, 3 Desember lalu.

Ahmad Syamsudin di Jakarta turut berkontribusi dalam laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.