Polri Yakini Masih Ada 343 WNI Bergabung ISIS
2017.09.19
Jakarta

Kepolisian Indonesia (Polri) meyakini bahwa terdapat 343 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi foreign terrorist fighters (FTF) karena diduga bergabung kelompok teroris Negara Islam Suriah dan Irak (ISIS).
“Data itu berdasarkan laporan intelijen kita, yang telah melakukan pemantauan sejak beberapa tahun terakhir,” kata Kadiv Humas Polri, Irjen. Pol. Setyo Wasisto, kepada para wartawan di Mabes Polri, Selasa, 19 September 2017.
Menurutnya, 343 orang dewasa itu terdiri dari 239 pria dan 104 perempuan.
"Anak-anaknya 59 pria, perempuan 40, jadi jumlah 99 anak-anak," tutur Setyo.
Informasi yang dikumpulkan polisi juga menyebutkan 97 orang, termasuk dua perempuan telah tewas dalam pertempuan di Irak dan Suriah selama tiga tahun terakhir.
Dia menambahkan terdapat 130 orang yang belum teridentifikasi keberadaannya.
“Kita terus melakukan pendataan dan mengidentifikasi keberadaan mereka, termasuk di Suriah maupun di Filipina Selatan,” ujarnya.
Panglima Angkatan Bersenjata Filipina, Jenderal Eduardo Año menyatakan, Senin, bahwa ada sekitar 80 petempur yang berjuang bersama pimpinan kelompok Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon. Sebagian besar dari mereka berasal dari Indonesia dan Malaysia.
Setyo tak merincikan secara detil jumlah WNI yang sedang bertempur dengan militan di Marawi.
Namun sebelumnya pada Juni lalu, ia pernah menyebutkan terdapat sekitar 22 WNI yang diduga bergabung dengan militan di Filipina Selatan.
Dari data yang dihimpun Polri, tambahnya, terdapat 345 FTF WNI yang telah dideportasi oleh pemerintah berbagai negara, karena ingin berangkat ke Irak dan Suriah. Beberapa waktu lalu, 66 WNI yang berencana berangkat ke Irak dan Suriah berhasil digagalkan.
Selain itu, ungkap Setyo, ada 84 WNI yang telah kembali dari Irak dan Suriah. Jumlah itu tidak termasuk 18 WNI yang dipulangkan dari Suriah pada 12 Agustus lalu.
“Pria ada 68 orang dan wanita ada 16 orang. Jumlahnya 84 orang," jelasnya.
Setyo menjelaskan, kendati Polri memiliki catatan keterlibatan mereka dengan jaringan teroris, tetapi ke-84 WNI itu tak dapat ditindak sebab saat ini Indonesia belum memiliki aturan untuk memproses hukum para deportan asal negara konflik itu.
"Kalau mau ditindak, dasarnya apa? Mereka belum melakukan terorisme di sini. Kan belum ada undang-undangnya. Di undang-undang, mereka yang ditangkap karena melakukan teror di Indonesia, ini kan belum," ujarnya.
Setyo juga menyebutkan, terdapat 15 warga negara asing (WNA) yang telah masuk ke Indonesia.
"Tentu kami terus awasi mereka," imbuhnya.
Tak sekedar awasi
Keberadaan WNI yang kembali dari Suriah menjadi perhatian para pengamat terorisme. Meski sebagian deportan tak terkait terorisme dan mengaku menjadi korban penipuan ISIS, namun para pengamat meminta Polri tetap mengawasi mereka.
Peneliti terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie, menilai orang-orang yang telah kembali dari negara konflik, terutama Irak dan Suriah, perlu didekati Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Mungkin bisa jadi mereka bukan ancaman. Tentu tak hanya dipantau aktivitasnya, tapi perlu didekati dan mengikuti program deradikalisasi,” katanya kepada BeritaBenar.
Pekan lalu, BNPT merilis video testimoni 18 orang deportan dari Suriah, yang mengaku tertipu propaganda ISIS. Mereka dipulangkan ke Indonesia, 12 Agustus lalu.
Deputi II BNPT, Irjen. Pol. Arief Darmawan, menyebutkan 15 orang dari mereka telah dikembalikan ke daerah asal setelah dibina sebulan, sedangkan tiga lainnya tetap ditahan.
"Ketiga orang tersebut yang mengajak lainnya berangkat ke Suriah. Nanti mereka akan diproses sesuai hukum yang berlaku. Saat ini, posisinya sudah di kepolisian," ujar Arief kepada BeritaBenar di Jakarta, Jumat pekan lalu.
“Apa yang dilakukan selama ini sudah tepat. Namun perlu ditingkatkan lagi pengawasan dan pembinaannya, supaya tak ada yang melakukan aksi radikal sekembali dari negara-negara tersebut,” kata Andrie.
Hal senada dikatakan pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe di Aceh, Al Chaidar.
Dia juga mendesak DPR segera menyelesaikan revisi Undang-undang Terorisme, yang proses pembahasannya telah dilakukan sejak tahun lalu.
“Supaya Polri dalam melakukan penindakan dan pencegahan lebih kuat lagi, terutama seperti penanganan orang-orang yang dideportasi dari negara-negara itu,” ujarnya.
Seorang deportan dari Suriah memberikan kesaksian tinggal bersama ISIS dalam video yang diunggah BNPT di YouTube. (BeritaBenar)
Ditangkap
Sementara itu, Polda Jawa Barat berhasil mengagalkan upaya serangan seorang terduga teroris berinsial IM, menjelang kedatangan Presiden Joko “Jokowi” Widodo ke Cirebon, Jawa Barat, Senin.
Dari tersangka berusia 31 tahun yang ditangkap di sekitar Bandar Cakrabuana, Cirebon, polisi menyita satu senjata air soft-gun, sangkur, bom Molotov, dan ransel ukuran besar.
Kapolda Jawa Barat, Irjen. Pol. Agung Budi Maryoto, mengatakan bahwa pelaku berencana mengambil senjata laras panjang untuk melukai anggota kepolisian.
"Sasarannya memang petugas untuk membawa (mengambil) senjata. Syukur-syukur dapat laras panjang," katanya seperti dilansir laman Kompas.com.
Agung menambahkan IM diduga tak beraksi sendirian karena dia juga terafiliasi dengan jaringan Jamaah Ansharut Daullah (JAD).
"Ini jaringan JAD lama, jaringan JAD Majalengka," ujarnya.