Tak ada agenda politik di balik pembagian susu, kata Gibran ke Bawaslu
2024.01.03
Jakarta

Calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka akhirnya memenuhi panggilan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) pada Rabu (3/1) untuk memberikan klarifikasi terkait kegiatan pembagian susu pada Desember tahun lalu.
Gibran, yang seharusnya datang sehari sebelumnya, menyangkal bahwa pembagian susu pada acara Car Free Day di Jakarta tersebut merupakan kegiatan politik terkait pemilihan umum.
“Sudah kami jelaskan di dalam bahwa kegiatan 3 Desember lalu di CFD Jakarta tidak ada sama sekali kegiatan partai politik,” ujar Gibran kepada jurnalis di kantor Bawaslu.
Gibran juga memastikan tidak ada bukti terbaru yang diklaim oleh Bawaslu terkait dugaan pelanggaran dalam kegiatan pembagian susu di kawasan CFD tersebut.
“Tidak ada klaim baru, kan sudah dijelaskan kalau tidak ada sama sekali kegiatan politik di dalamnya,” ujar dia.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Jakarta Pusat Christian Nelson Pangkey mengatakan meskipun menyatakan tak ada pelanggaran pidana pemilu, diduga ada pelanggaran Peraturan Gubernur DKI Jakarta nomor 12 tahun 2016 yang melarang kegiatan politik pada hari bebas kendaraan bermotor.
Gibran sempat mengaku tak ada kampanye dalam kegiatan tersebut karena tak ada alat kampanye atau ajakan untuk mendukungnya kala itu.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional pasangan Prabowo-Gibran, Habiburokhman menilai permasalahan pembagian susu di area CFD di Bundaran Hotel Indonesia pada awal Desember tahun lalu telah selesai setelah Gibran memberikan keterangan di Bawaslu.
Dia juga yakin Gibran tidak melanggar Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2017 tentang larangan berkegiatan politik di area CFD.
“Saya yakin tidak ada pelanggaran. Mas Gibran tadi juga sudah menjelaskan apa yang terjadi saat itu, ujar Habiburokhman kepada BenaNews.
“Saya rasa semua sudah jelas. Berkampanye di CFD itu hanya framing orang. Bawaslu kan juga sudah bilang bahwa tidak ada kampanye di situ.”
Laporkan Bawaslu
Habiburokhman menambahkan tim kampanye Prabowo-Gibran berencana melaporkan Bawaslu Jakarta Pusat ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), namun dia tak memerinci kapan laporan bakal dilayangkan.
Habiburokhman menilai Bawaslu perlu menjelaskan mengapa lembaga pengawas pemilu tersebut tetap memanggil Gibran setelah menyatakan tidak ada kampanye dalam pembagian susu di area CFD.
“Nanti kami laporkan karena kami melihat ada ketidakprofesionalan Bawaslu Jakarta Pusat yang menurut kami menjadi ranah DKPP,” pungkas Habiburokhman.
Keikutsertaan Gibran menjadi calon wakil presiden menuai kontroversi setelah Mahkamah Konstitusi akhir Oktober 2023 memutuskan warga Indonesia yang sudah pernah atau sedang menjabat kepala daerah atau menjadi anggota lembaga negara lainnya bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun, batas usia terendah pencalonan seperti disebut dalam Undang-Undang Pemilu.
Sejumlah survei terbaru mengungkapkan elektabilitas pasangan capres dan cawapres dengan nomor urut dua, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka menempati posisi teratas.
Dalam survei terbaru Indikator Politik, Prabowo dan Gibran memperoleh elektabilitas 46,7 persen, disusul oleh mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mohammad Mahfud MD — calon dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dengan perolehan 24,5 persen.
Sementara pasangan kandidat lainnya, mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar mendapatkan 21 persen.
Wilayah abu-abu
Pakar politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Djati, menilai kegiatan tersebut memang membuat Bawaslu sulit membedakan mana kegiatan yang melanggar karena peran ganda yang dijalani pejabat publik.
“Kadang bingung membedakan kapan saatnya politisi jadi seorang kandidat, pejabat publik karena dua posisi itu saling bertukaran. Itu membuat ruang abu-abu ini menjadi sulit untuk dideteksi sebagai pelanggaran,” kata dia kepada BenarNews.
Wasisto menyarankan pejabat publik yang terlibat politik untuk menjelaskan posisinya di awal kegiatan kapasitasnya sebagai apa dalam suatu peristiwa sehingga tidak menciptakan penafsiran beragam di kalangan publik.
“Dalam tiap kampanye itu harus bisa menjelaskan posisi sebagai apa, supaya tidak menimbulkan tafsiran ganda sedari awal dengan menegaskan posisi sehingga tidak ada kecurigaan. Bentuknya macam-macam seperti mengeluarkan pernyataan di podium atau saat bertemu warga jadi jelas di awal posisinya,” kata dia.
Apalagi, ujar dia, saat ini semua pejabat publik tidak harus mengambil cuti dan itu memungkinkan mereka bisa leluasa bisa berperan ganda.
“Kalau aturan pemilu dulu kan harus cuti sekarang idealnya seharusnya begitu supaya mereka fokus pemilu dulu dan tidak multitafsir,” kata dia.
Sementara itu, pengamat politik Universitas Al Azhar Jakarta Ujang Komarudin menyoroti sikap Bawaslu RI dan Bawaslu Jakarta Pusat yang berbeda suara terkait aksi Gibran membagikan susu di area CFD.
“Dinamika itu harus dipertanyakan. Kenapa bisa beda pandangan antara Bawaslu RI dan Bawaslu Jakarta Pusat?” kata Ujang kepada BenarNews.
“Ini harus klir, agar masyarakat dapat menilai bahwa Bawaslu kompak dan satu kepentingan, yakni menjaga pemilu yang sesuai aturan yang ada.”
Mengenai langkah tim pemenangan Prabowo-Gibran yang berencana melaporkan Bawaslu Jakarta Pusat ke DKPP, Ujang tak mempermasalahkannya dan menyebutnya sebagai perihal normal.
“Saya rasa itu langkah rasional, ketika mereka merasa kandidat mereka dirugikan. Lagipula dalam pemilu, semua kan saling mengawasi,” pungkasnya.