Aksi Penembakan Wartawan Indonesia di Hong Kong Dikecam Luas
2019.09.30

Para jurnalis di Hong Kong awal minggu ini tegas mengecam aksi kekerasan polisi terhadap reporter dan koresponden yang meliput gerakan unjuk rasa yang telah berlangsung selama tiga bulan di kota itu.
Sementara itu, tim kuasa hukum Veby Indah, wartawan media berbahasa Indonesia ‘Suara’ yang terluka di bagian mata akibat luka tembakan, siap menuntut kompensasi dari kepolisian.
“[Veby] mengalami luka serius akibat terkena peluru kaliber 12 Gauge yang diduga ditembakkan dari senapan polisi,” begitu bunyi pernyataan tertulis tim kuasa hukum Veby yang dirilis Senin ini.
Dalam laman Facebook-nya, tim kuasa hukum Vidler & Co juga mengatakan Veby diduga terkena peluru tumpul atau peluru karet lantaran kedua jenis peluru ditemukan di lokasi dimana Veby terluka.
Tim kuasa hukum juga menambahkan saat kejadian Veby berada di atas jembatan penyeberangan dan mengenakan rompi dan helm khusus bertuliskan “Press”.
“Peluru tersebut ditembakkan dari jarak yang cukup berpotensi membuat seseorang tewas dan dari sudut bawah dimana bagian atas tubuh atau kepala berpotensi mengalami luka,” ujar Vidler, salah satu pengacara Veby.
“Aksi ini adalah sebuah pelanggaran aturan yang telah ditetapkan produsen [senjata], instruksi professional dan norma-norma internasional manapun.”
“Veby amat beruntung masih tetap hidup. Berkat kacamata pelindungnya, dia tidak mengalami kebutaan,” ujar sang pengacara.
“Saat ini, Veby masih mungkin menjalani penyembuhan penglihatan.”
Veby, lanjut pengacara, akan mengajukan tuntutan pidana terhadap Komisioner Polisi dan petugas yang menembaknya serta kompensasi sebagai warga sipil yang terluka.
Ditembak dari jarak dekat
Persatuan Jurnalis Hong Kong (HKJA) mengatakan mengecam aksi penembakan yang telah melukai Veby dan akan menggelar penyelidikan terpisah.
“Kami mengecam berbagai bentuk penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap para jurnalis yang bertugas meliput di Hong Kong dan menuntut polisi dan para pengunjuk rasa untuk membiarkan para jurnalis menjalankan tugas mereka dalam melaporkan fakta-fakta tanpa adanya risiko terluka serius atau ancaman-ancaman kekerasan,” ujar HKJA dalam pernyataan resminya.
Klub Koresponden Media Asing Hong Kong juga menyesalkan aksi penembakan terhadap wartawan Indonesia tersebut.
“Cuplikan video kejadian itu menunjukkan bahwa korban telah menegaskan identitasnya sebagai jurnalis saat aparat kepolisian tersebut menembakkan peluru dari jarak hanya beberapa meter,” ujar Klub Koresponden Media Asing Hong Kong.
Organisasi tersebut juga mengatakan laporan pandangan mata dari sejumlah jurnalis lain yang bertugas, cuplikan video dan kumpulan foto yang beredar di media sosial beberapa minggu belakangan ini menunjukkan sejumlah jurnalis terkena lemparan gas air mata dan peluru karet. Polisi juga menyerang jurnalis yang jelas-jelas menunjukkan identitas mereka dengan semprotan merica dan tembakan air yang bercampur semprotan merica, selain mengancam mereka dengan ucapan-ucapan tak pantas.
Organisasi tersebut juga mengecam upaya aparat kepolisian menghalangi tugas para jurnalis.
“Mereka dengan jelas mengarahkan lampu sorot ke arah para jurnalis untuk membatasi akses dan peliputan serta menghalangi kamera foto dan kamera video para jurnalis, terutama saat mereka menangkapi para pengunjuk rasa.”
Sementara itu, Kepala Kepolisian John Tse mengatakan kekerasan yang dilakukan para pengunjuk rasa meningkat cepat akhir pekan lalu. Para pengunjuk rasa dilaporkan melemparkan lebih dari 100 buah bom Molotov, menyebabkan kebakaran besar, dan menyerang sejumlah petugas kepolisian.
Polisi sendiri telah mengerahkan tembakan air dan melemparkan 328 kaleng gas air mata serta peluru untuk “membubarkan massa”.
Tse membenarkan video yang beredar di internet yang menunjukkan seorang petugas kepolisian tengah menembakkan serentetan amunisi. Dia berdalih petugas tersebut menembak ke udara untuk membubarkan para pengunjuk rasa yang tengah mengepung dirinya.
‘Hari berkabung’
Polisi telah menahan 157 orang saat bentrok yang terjadi akhir pekan lalu dari berbagai usia, dengan yang termuda baru berusia 12 tahun. Media setempat melaporkan lebih dari 20 orang terluka.
Organisasi hak asasi manusia yang bermarkas di London, Amnesty International, menilai tindakan polisi Hong Kong dengan menggunakan kekuatan dalam menghadapi aksi massa dan vandalisme politik sebagai aksi yang “berlebihan” dan “represif”.
Serangkaian aksi massa yang merebak sejak bulan Juli lalu di Hong Kong dalam menentang rencana pemerintah setempat memberlakukan ekstradisi ke daratan China meluas menjadi sebuah gerakan, bahkan setelah para pemimpin Hong Kong berjanji membatalkan rencana tersebut dengan mencabut upaya legislasi.
Ada lima tuntutan utama para pengunjuk rasa dalam aksi mereka: pencabutan resmi amandemen Undang-Undang Ekstradisi, pengampunan bagi para pengunjuk rasa yang ditahan, menghapuskan istilah perusuh terhadap para pengunjuk rasa, penyelidikan independent terhadap tindakan penyalahgunaan kekuasaan oleh kepolisian, dan pemilihan umum yang demokratis sepenuhnya.
Polisi sendiri telah melarang rencana unjuk rasa Selasa ini, yang akan menandai Peringatan Hari Ulang Tahun ke-70 Republik Rakyat China yang jatuh pada tanggal 1 Oktober.
Para pengunjuk rasa diprediksi tak akan mengindahkan larangan itu dengan menggelar lebih banyak aksi bertemakan “Hari Berkabung.”
Laporan Radio Free Asia dari Hong Kong. RFA adalah media yang berada dalam satu grup dengan BeritaBenar.