Pemerintah buat hujan buatan untuk padamkan kebakaran hutan di Sumatra

WALHI sebut titik kebakaran tiap tahunnya sama; di konsesi-konsesi perusahaan sawit dan hutan industri.
Pizaro Gozali Idrus
2023.08.21
Jakarta
Pemerintah buat hujan buatan untuk padamkan kebakaran hutan di Sumatra Sebuah helikopter menjatuhkan air ketika terjadi kebakaran hutan di desa Muara Medak di Musi Banyuasin, provinsi Sumatra Selatan, 29 Juli 2018.
Antara Foto/Nova Wahyudi/via Reuters

Pemerintah membuat hujan buatan dengan penyemaian awan di tiga provinsi di Sumatra dalam usaha untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan yang terus meluas karena cuaca kering yang diperburuk oleh fenomena El Nino, kata pejabat Senin.

Tim modifikasi cuaca dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah berhasil menurunkan hujan di Riau, demikian pihak berwenang terkait.

Sementara organisasi lingkungan hidup WALHI mengatakan tiap tahun titik kebakaran hutan dan lahan itu selalu sama yaitu berada di konsesi-konsesi milik perusahaan sawit dan hutan industri karena perusahaan melakukan land clearing dengan cara membakar.

Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, Thomas Nifinluri, mengatakan bahwa telah terjadi penurunan titik api di Riau setelah diturunkannya hujan buatan tersebut.

Thomas menuturkan intensitas hujan terus terjadi pada wilayah rawan kebakaran hutan dan lahan di Riau selama 10-18 Agustus.

Menurutnya, hasil operasi modifikasi cuaca dapat dipantau dari penurunan titik api di Riau.

"Dalam satu pekan terakhir, titik panas panas dengan confidence level lebih dari 80 persen terpantau nihil," kata Thomas.

Prosedur hujan buatan masih dilaksanakan di Riau, Jambi, dan Sumatra Selatan, kata juru bicara KLHK Nunu Anugrah.

Riau menjadi provinsi yang paling banyak mendapatkan penerbangan penyemaian awan sebanyak 58 sortie dengan jumlah garam yang disemai sebanyak 50,4 ton.

Berdasarkan data di situs Kementerian, luas kebakaran hutan di wilayah Riau pada 2021 mencapai 8.970 hektar, 2022 mencapai 4.915 hektar, sedangkan dari Januari hingga Agustus tahun ini telah mencapai 2.220 hektar.

Sementara itu, kebakaran hutan terus meluas terjadi di wilayah Sumatra Selatan yang kini telah mencapai 17 titik api setiap hari, Kepala Bidang Badang Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sumatra Selatan, Ansori.

“Kita maksimalkan untuk melakukan pemadaman secepatnya baik darat atau udara,” ujar Ansori kepada BenarNews.

Luas kebakaran hutan di wilayah Sumatra Selatan pada 2021 jumlahnya mencapai 5.245 hektar, 2022 mencapai 3.723 hektar, sedangkan hingga Agustus tahun ini telah mencapai 1.178 hektar, kata KLHK.

Kapolda Sumatra Selatan, Irjen Albertus Rachmad Wibowo mengatakan kebakaran hutan saat ini terjadi di Kecamatan Indralaya Selatan, Indralaya Utara dan Muara Kuang yang berada di Kabupaten Ogan Ilir.

“Pantauan melakukan peninjauan, kondisi sekitar masih di penuhi kabut asap … petugas (yang melakukan) water bombing masih berjibaku memadamkan api yang sedang berkobar,” ujar Albertus dalam pernyataannya.

Dia mengatakan setidaknya setiap hari di Sumatra Selatan ada sekitar 17 titik api yang harus dipadamkan dengan water boombing. Namun, kemampuan personel dan pemadam yang terbatas membuat polisi sulit memadamkan api. Selang pemadam juga terkadang masih sulit menjangkau titik api.

“Tadi kita berada di sisi kiri jalan tol. Di kiri-kanan jalan ada api, tapi tidak bisa kita tembus. Karena ada pagar, ada sungai, ada parit. Susah, yang paling efektif menggunakan helikopter water bombing,” terangnya.

Konsesi milik perusahaan sawit dan hutan industri

Kapolda Sumatra Selatan, Irjen Albertus Rachmad Wibowo menyebut kebakaran terjadi akibat masyarakat yang mencari ikan atau berkebun.

“Oleh karena itu saya ingatkan kepada masyarakat. Bila mana mencari ikan, hati-hati saat memasak air atau membuang puntung rokok,” jelasnya.

Namun pegiat lingkungan berkata lain. Uli Arta Siagian, manajer kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), mengatakan kebakaran hutan utamanya terjadi karena salah urusnya negara terhadap dengan memberikan izin konsesi sekitar 900 perusahaan yang berada di ekosistem gambut dan hutan.

“Sampai sekarang tidak pernah dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan yang beraktivitas di kawasan ekosistem hutan dan ekosistem gambut,” kata Uli kepada BenarNews.

Berdasarkan studi WALHI, tiap tahun titik kebakaran hutan dan lahan itu selalu sama yaitu berada di konsesi-konsesi milik perusahaan sawit dan hutan industri.

“Kasus kebakaran hutan yang disengaja terjadi karena perusahaan melakukan land clearing dengan cara membakar karena cost-nya lebih murah daripada mereka harus land clearing secara baik dan benar dengan membersihkan lahan,” ucap Uli.

El Niño dan peningkatan titik api

El Niño - yang tahun ini dimulai pada Juni dan kemungkinan akan berlangsung hingga Februari 2024 - dapat memicu gelombang panas yang lebih parah dan lebih sering, kebakaran hutan, banjir, kekeringan, dan epidemi, menurut laporan ACAPS, sebuah organisasi non pemerintah yang memberikan analisis terkait isu bantuan kemanusiaan.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, memperkirakan bahwa dampak El Niño akan mencapai puncaknya pada Agustus hingga September mendatang.

Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto menyampaikan jumlah titik api di Sumatra terus meningkat pada bulan Agustus akibat musim kemarau.

Suharyanto menyampaikan dalam dua pekan terakhir terdapat 5.839 titik api di Pulau Sumatra. Sebelumnya jumlah titik api pada Juni mencapai 2.180 atau naik lebih dari dua kali lipat.

Menurut Suharyanto, Agustus merupakan bulan dengan jumlah titik api terbanyak sejak Juni, tidak hanya di Sumatra tetapi di seluruh pulau besar di Indonesia.

“Ini mencerminkan bahwa memang Indonesia sudah masuk ke dalam fase puncak musim kemarau,” terang Suharyanto kepada BenarNews.

Pada tahun 2023, seluruh provinsi di Pulau Sumatra mengalami kebakaran hutan dan lahan dengan total luas kebakaran hutan dan lahan di Sumatra mencapai 11.286 hektar.

Provinsi penyumbang lahan terbakar paling luas adalah Lampung sebanyak 2.992 hektar, Riau 2.220 hektar, dan Sumatra Utara 1.539 hektar.

BNPB menyatakan penyebab munculnya titik api bisa beragam antara lain pembukaan lahan dan pembakaran lahan. Namun baik itu disengaja atau tidak, penambahan titik panas sangat mencolok terjadi di Agustus.

Nunu dari KLHK mengatakan Riau, Sumatra Selatan, dan Jambi telah menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan sejak Maret.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.