Diduga korupsi Rp78 Triliun, pengusaha sawit Surya Darmadi ditahan saat tiba dari Taiwan

Surya juga berstatus tersangka KPK terkait dugaan suap kepada mantan gubernur Riau dalam kasus pengajuan revisi alih fungsi hutan pada 2014.
Arie Firdaus
2022.08.15
Jakarta
Diduga korupsi Rp78 Triliun, pengusaha sawit Surya Darmadi ditahan saat tiba dari Taiwan Surya Darmadi (tengah), tersangka kasus dugaan korupsi yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp78 triliun, kasus korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia, tiba di Kejaksaan Agung pada Senin, 15 Agustus 2022, setelah kembali dari Taiwan.
(Eko Siswono Toyudho/BenarNews)

Kejaksaan Agung pada Senin (15/8) menahan pengusaha sawit yang diduga melakukan korupsi terkait pengalihfungsian hutan di Riau menjadi kebun sawit secara ilegal yang disebut penyidik telah menyebabkan potensi kerugian negara 78 triliun, jumlah terbesar dalam kasus rasuah di Indonesia.

Surya Darmadi, alias Apeng, tiba di kejaksaan agung sekitar pukul 14.00 WIB mengenakan kemeja putih dan ditahan segera dalam kasus korupsi dan pencucian uang setelah mendarat di Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang dari Taipei, Taiwan, setelah 8 tahun tidak berada di Indonesia.

“Dua minggu lalu [Surya] bersurat ke kami dalam rangka menyerahkan diri,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam keterangan pers di Jakarta.

“Tim kami melakukan penjemputan atas tersangka SD, kami lakukan pemeriksaan, dan akan melakukan penahanan untuk 20 hari.”

Jaksa menetapkan Surya yang merupakan pemilik PT Duta Palma Group dan yang pernah tercatat sebagai orang terkaya ke-28 di Indonesia pada 2018 sebagai tersangka pada 1 Agustus 2022 atas tuduhan korupsi dalam pengalihfungsian lahan seluas 37.095 hektare.

Menurut Burhanuddin, Bupati Indragiri Hulu saat itu, Raja Thamsir Rachman, menerbitkan izin lokasi kepada perusahaan Surya yang kemudian mengubah kawasan hutan tanpa hak guna usaha dari Badan Pertanahan Nasional dengan membuka perkebunan kelapa sawit.

Rachman, yang menjabat periode kedua sebagai bupati dari 2005-2008, kini sedang menjalani hukuman delapan tahun penjara dalam kasus korupsi dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Indragiri Hulu.

Kejaksaan Agung sebelumnya telah memanggil Surya sebanyak tiga kali dengan menyuratinya ke sejumlah alamat terdaftar, mulai dari kediaman pribadi dan kantor perusahaan di Jakarta hingga rumahnya di Singapura, namun sang pengusaha selalu mangkir.

Kuasa hukum Surya, Juniver Girsang, mengatakan kehadiran ini menunjukkan bahwa Surya tidak kabur dari proses hukum yang menjeratnya. Menurut Juniver, Surya selama ini menjalani pengobatan di luar negeri dan tidak mengetahui pemanggilan kejaksaan agung.

"Ada informasi menyatakan selama ini dia kabur, itu tidak benar. Klien kami sangat kooperatif dan akan mengikuti semua proses," kata Juniver.

Selain dugaan korupsi, Surya juga telah berstatus tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap kepada mantan Gubernur Riau Annas Maamun dalam kasus pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau pada 2014.

Namun sejak saat itu, dia selalu berhasil menghindari proses hukum yang berlangsung, bahkan sempat kabur ke Singapura hingga akhirnya menyerahkan diri saat berada di Taiwan.

KPK memasukkan Surya ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 2019.

Surya dituduh menyuap Annas sebesar Rp3 miliar untuk mengubah hutan menjadi lokasi perkebunan PT Duta Palma Group.

Annas yang sempat diberi grasi oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo dalam kasus ini kembali ditangkap KPK pada Maret lalu atas dugaan korupsi RAPBD Perubahan Provinsi Riau 2014-2015 dan divonis satu tahun penjara serta denda Rp100 juta pada akhir Juli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru.

Terkait Surya yang telah kabur selama delapan tahun, KPK menyatakan akan berkoodinasi dengan kejaksaan agung untuk dapat memeriksanya.

"KPK sudah menemui kejagung (kejaksaan agung) untuk berdiskusi terkait penanganan perkara yang dimaksud," kata juru bicara KPK Ali Fikri.

Perhitungan Kerugian

Kejaksaan agung menyatakan bahwa kerugian Rp78 triliun akibat dugaan korupsi Surya didapat dengan menghitung kerugian negara sejak Duta Palma Group --termasuk anak usaha Palma Satu yang memproduksi minyak goreng merek Palma-- menguasai lahan tanpa izin sejak 2004 hingga sekarang, serta dampak penyerobotan lahan itu bagi masyarakat.

Sesuai aturan Menteri Pertaninan, perusahaan pemilik izin pengelolaan wajib menyediakan 20 persen dari total lahan yang dikelola bagi masyarakat sekitar dan hal itu diduga tidak dipatuhi oleh perusahaan Surya.

Dikatakan juru bicara kejaksaan agung Ketut Sumedana, negara diperkirakan merugi Rp600 miliar per bulan akibat perbuatan Surya.

Untuk menutup kerugian yang dialami negara, Sumedana menyebut telah menyita delapan perkebunan yang dikelola anak usaha Duta Palma serta membekukan rekening mereka di Bank Mandiri dan Bank Central Asia (BCA).

Kejaksaan juga telah merampas 15 bidang tanah dan bangunan terkait perusahaan dan petingginya di Jakarta Selatan.

Pegiat antikorupsi dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman memuji Kejaksaan Agung yang dinilainya berhasil memaksa Surya memutuskan menyerahkan diri.

Ia pun menyebut kejaksaan berpikir progresif karena menghitung kerugian negara tidak hanya dari total lahan yang diserobot, namun juga menghitung nilai pemanfaatan hutan serta memasukkan perhitungan dana reboisasi beserta denda dan bunganya.

"Menurut saya, kejagung enggak ngawur. Karena dalam hutan, ada nilai pemanfaatannya juga. Menurut saya, ini adalah ilmu baru Kejagung dalam merumuskan kerugian negara," kata Boyamin kepada BenarNews, seraya merujuk perhitungan kejaksaan dalam kasus ekspor minyak goreng yang turut menyertakan kerugian perekonomian negara.

"Dengan rumusan Rp78 triliun itu, jadi mau enggak mau Surya pun pulang. Kalau sampai tanpa pembelaan, betul-betul bisa habis dia."

Boyamin pun meminta penegak hukum lain dapat berpikiran seperti Kejaksaan Agung dalam menghitung kerugian negara sehingga koruptor jera, terutama KPK.

"KPK dulu kan hanya menghitung Rp3 miliar, makanya dia (Surya) santai-santai saja. Sidang in absentia paling kena Rp3 miliar. Itu enggak seupil pun kekayaan dia," lanjut Boyamin.

Adapun Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko menyoroti kinerja KPK setelah Surya Darmadi memutuskan menyerahkan diri ke Kejaksaan Agung.

Menurutnya, kasus ini semestinya menjadi kritik tersendiri bagi komisi antirasuah di masa mendatang.

"Waktu 2019 mereka mengeluarkan surat cekal, tapi Apeng bisa lari. Dipanggil-panggil enggak datang, tapi sekarang dipanggil kejagung mau pulang. Ini harus menjadi catatan kinerja KPK," ujarnya kepada BenarNews.

"KPK harus membenahi cara mereka memburu buronan mereka."

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.