UNHCR Desak Indonesia untuk Menerima Pengungsi Rohingya
2021.12.28
Banda Aceh & Jakarta

Badan pengungsi PBB UNHCR pada Selasa mendesak pemerintah Indonesia untuk mengizinkan masuk pengungsi Rohingya yang terdampar di kapal yang rusak di perairan Bireuen, Aceh, tetapi pejabat setempat mengatakan kemampuan pemerintah untuk mengurus mereka terbatas.
UNHCR juga mengatakan bahwa mereka sangat prihatin dengan keselamatan Rohingya karena kapal yang mereka tumpangi – berlabuh ke alat penangkap ikan sekitar 50 mil dari Aceh – dilaporkan memiliki masalah dengan mesin dan tangki bahan bakar.
“Mereka maunya ke Malaysia, jadi kita akan bantu bahan bakar dan makanan untuk melanjutkan perjalanan,” kata Bupati Bireuen Muzakkar A. Gani kepada BenarNews, mengutip informasi dari kepolisian.
Muzakkar mengatakan kemampuan pemerintah untuk memberi makan dan mengurus pengungsi terbatas, sementara negara sedang menangani pandemic COVID-19.
Dia tidak berkomentar terkait laporan bahwa kapal dalam keadaan bocor dengan mesin rusak.
Sebelumnya UNHCR mengatakan bahwa berdasarkan peraturan presiden yang dikeluarkan pada tahun 2016, pemerintah Indonesia berkewajiban untuk menyelamatkan pengungsi yang dalam kesulitan.
Juru bicara UNHCR Indonesia Mitra Suryono mengatakan kapal yang ditumpangi Rohingya bisa tenggelam karena dilaporkan bocor dan mesinnya rusak.
“UNHCR sangat memperhatikan keselamatan para pengungsi di atas kapal,” kata Mitra Suryono, juru bicara UNHCR di Indonesia, dalam keterangan tertulis.
“Untuk mencegah hilangnya nyawa, UNHCR mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengizinkan kapal itu mendarat dengan selamat,” kata Mitra.
Amnesty International membuat seruan serupa kepada pemerintah Indonesia.
"Mengirim mereka kembali ke laut lepas sama saja dengan Indonesia melalaikan kewajiban internasionalnya," kata Direktur Eksekutif Amnesty di Indonesia, Usman Hamid, dalam sebuah pernyataan.
Para pengungsi Rohingya, termasuk 51 anak-anak, kini masih berada di kapal yang bocor dan terombang-ambing di perairan Bireun dengan mesin rusak, kata warga dan lembaga pengungsi PBB UNHCR.
Pejabat Kementerian Luar Negeri menolak berkomentar tentang apa yang akan dilakukan pemerintah terkait pengungsi di perairan Bireuen.
Namun nelayan di Bireuen bertekad akan membawa pengungsi Rohingya ke daratan Aceh jika otoritas pemerintah tidak segera bertindak.
Panglima Laot Bireuen Badruddin Yunus menyebutkan pemerintah belum mengambil tindakan kecuali rencana akan mengirimkan makanan ke kapal pengungsi.
Menurut Badruddin, kapal saat ini mesinnya dalam kondisi rusak dan ditambatkan di rumpon nelayan yang jaraknya sekitar 50 mil dari bibir pantai Bireuen, 218 km dari Banda Aceh.
“Pemerintah harap segera mengambil sikap tentang apa yang harus dilakukan terhadap pengungsi ini, kasihan anak-anak. Itu nyawa manusia. Mana nilai kemanusiaan kita?” kata Badruddin kepada BenarNews.
“Dengan segala resiko (kita akan bawa ke darat),” ucap Badruddin, seraya menambahkan bahwa masyarakat dan nelayan sudah mengumpulkan bantuan makanan dan sudah menyalurkan kepada pengungsi.
Kapal pengungsi Rohingya pertama kali dilihat di perairan Aceh pada Minggu sore 26 Desember lalu. Terdapat total 120 jiwa dalam kapal, yang 51 diantaranya anak-anak, 9 laki-laki dan sisanya perempuan.
Nelayan belum segera mengambil langkah untuk membawa pengungsi kareka khawatir dengan tuduhan menyelundupkan pengungsi, kata Badruddin.
Pada Juni lalu pengadilan menjatuhkan vonis 5 tahun penjara untuk tiga orang nelayan di Aceh Utara yang membantu pengungsi Rohingya mendarat di Aceh Utara. Ketiga nelayan dikenakan tuduhan penyelundupan manusia dan perdagangan manusia dalam peristiwa itu.
Sementara itu dari Jakarta, Lembaga pengungsi PBB, UNHCR, menyerukan kepada pemerintah setempat untuk mengizinkan pengungsi untuk mendarat di Bireuen.
UNHCR mengatakan kapal yang dilaporkan mengalami kebocoran dan kerusakan mesin ini terombang-ambing di laut terbuka di tengah cuaca buruk sehingga beresiko tenggelam.
“UNHCR sangat mengkhawatirkan keselamatan dan nyawa para pengungsi yang ada di kapal”, ucap Mitra Suryono, juru bicara UNHCR di Indonesia, dalam pernyataan tertulis.
UNHCR mengingatkan Peraturan Presiden no 125 tahun 2016 tentang perlindungan pengungsi mencakup provisi bagi Indonesia untuk menyelamatkan pengungsi di kapal yang mengalami kesulitan di dekat perairannya dan untuk membantu mereka berlabuh.
“Untuk mencegah kehilangan nyawa, UNHCR mendesak pemerintah Indonesia segera mengizinkan kapal tersebut dengan selamat”, tambah Mitra.
Selama bertahun-tahun Indonesia telah menjadi teladan bagi negara lain di kawasan yang sama dalam memberikan perlindungan bagi pengungsi, kata Mitra.
Menurut Mitra, petugas UNHCR saat ini sudah berada di lapangan, bekerja dengan koordinasi erat dengan pemerintah setempat.
Desakan untuk segera menyelamatkan pengungsi dating dari berbagai pihak.
Amnesty International Indonesia melalui Direktur Eksekutif Usman Hamid mengatakan: “Kami mendesak pihak yang berwenang untuk menerima kedatangan mereka.”
“Kalau menolak mereka menepi atau mengirim kembali mereka ke lautan lepas sama saja melepas kewajiban internasional Indonesia. Kapal mereka harus dibiarkan masuk dan mendarat di pantai terdekat,” ujar Usman dalam pernyataannya.
Menurut anggota DPR RI asal Aceh, Nasir Jamil, imigrasi memiliki otoritas untuk izin masuk dengan berkoordinasi dengan pihak keamanan.
“Kita belum meratifikasi konvensi tentang pengungsi, tapi kita punya aturan yang memberikan tempat bagi pengungsi yang datang ke Indonesia,” tegas Nasir Jamil.
Nasir mendesak pihak otoritas pemerintah daerah untuk segera mengambil tindakan kemanusiaan. Nelayan juga dihimbau untuk segera membantu dan tidak perlu khawatir pada tuduhan penyelundupan manusia.
“Para nelayan tak perlu takut jika bukan bagian dari organisasi penyelundup manusia.”
Nasir mengatakan dia akan menghubungi pihak Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia agar pengungsi bisa segera didaratkan sehingga diketahui maksud dan tujuan mereka.
Menurut UNHCR, setidaknya 665 pengungsi Rohingya sudah mendarat di Indonesia per Oktober 2021.
Indonesia, menurut UNCHR, tidak menjadi negara tujuan para pengungsi, melainkan sebagai tempat persinggahan sebelum mereka berangkat ke negara ketiga seperti Malaysia atau Australia.
Namun di sisi lain, para pengungsi banyak terdampar di Indonesia lantaran menurut UNHCR, kuota penempatan ke negara ketiga menurun drastis bagi pengungsi seluruh dunia, tidak hanya Rohingya.
Setiap tahun hanya sekitar 1 persen dari total pengungsi di bawah mandat UNHCR yang diterima dan berangkat ke negara ketiga.
Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah mendorong Pemerintah Myanmar menghentikan kekerasan demi mencegah gelombang pengungsian etnis Rohingya.