Jokowi dan Wan Azizah Bahas Peningkatan Kerja Sama Keamanan Laut
2018.10.09
Jakarta

Dalam pertemuannya dengan Wakil Perdana Menteri Malaysia Wan Azizah Wan Ismail, Selasa, Presiden Joko "Jokowi" Widodo menyerukan kepada Malaysia untuk mengintensifkan kerjasama keamanan laut setelah pada bulan lalu dua warga Indonesia kembali diculik di kawasan perairan negara Jiran tersebut.
"Presiden meminta otoritas Malaysia untuk meningkatkan kerja sama dalam menjaga keamanan perairan laut wilayah masing-masing,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada wartawan seusai pertemuan Jokowi dan Wan Azizah di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa pagi, 9 Oktober 2018.
Menurut Retno, Wan Azizah menerima baik masukan Presiden Jokowi dan berjanji untuk mengintensifkan penjagaan di perairan mereka.
"Beliau sedang mempersiapkan kapal patroli yang lebih besar dan canggih sehingga mampu menjaga perairan menjadi lebih aman," tambah Retno.
"Dalam konteks counter terrorism, kan juga ada kerja sama. Tetapi kita akan tingkatkan untuk pertukaran informasi intelijen."
Bagi Wan Azizah, lawatan ke Indonesia merupakan kunjungan bilateral pertamanya setelah diangkat sebagai Wakil Perdana Menteri Malaysia pada 21 Mei lalu.
Selain bertemu Jokowi, Wan Azizah juga bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohanna Yembise.
Selain itu, dia juga berkunjung ke Pusat Koordinasi ASEAN untuk Bantuan Kemanusiaan dan Penanggulangan Bencana serta bertemu warga negara Malaysia di Jakarta.
Kunjungan Wan Azizah adalah lawatan ketiga pejabat dan politikus Malaysia dalam tahun ini, atau sejak peralihan kekuasaan di negeri jiran itu dari Najib Razak.
Perdana Menteri Mahathir Mohammad sudah menemui Jokowi, Juni lalu, yang kemudian disusul kunjungan pemimpin Partai Keadilan Rakyat (PKR) Anwar Ibrahim dua bulan setelahnya. Anwar merupakan suami Wan Azizah.
Riwayat penculikan nelayan
Pengamanan di perairan Sabah, Malaysia, menjadi salah satu perhatian pemerintah Indonesia, menyusul kembali diculiknya dua nelayan Indonesia oleh kelompok bersenjata pada 11 September lalu.
Kedua nelayan asal Sulawesi Barat yang diculik disebut baru saja berlabuh di dermaga Pulau Gaya Semporna Sabah ketika penculik yang diduga tergabung dalam kelompok Abu Sayyaf datang.
Hingga saat ini, nasib kedua nelayan yang bekerja pada kapal Dwi Jaya I yang berbendera Malaysia belum bisa dipastikan keberadaannya.
"Kami terus berkoordinasi," kata Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal saat dikonfirmasi mengenai nasib mereka.
Sedangkan Karopenmas Divhumas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo tak berkomentar lebih lanjut. Ia pun enggan memastikan jika penculik berasal dari kelompok Abu Sayyaf.
"Belum tahu. Tapi kami masih mengupayakan dan terus berkoordinasi dengan pihak terkait," terangnya singkat.
Komisaris Polisi Sabah, Omar Mammah pada 25 September lalu menyatakan keluarga kedua nelayan itu menerima telepon dari seseorang yang mengaku penculik untuk meminta uang tebusan senilai 4 juta Ringgit atau Rp14 miliar.
“Penelepon yang meminta uang tebusan kepada istri dari asisten kapten kapal itu berbicara dalam bahasa Melayu pada pukul 10:24 pagi pada tanggal 18 September,” katanya.
“Ada kemungkinan besar penelepon sempat berada di Sabah. Kami tidak mengabaikan kemungkinan ini."
"Kami percaya telepon itu dilakukan dari Filipina karena nomor yang digunakan dari negara tersebut," tambah Omar.
Sebelumnya, pada Januari 2017, tiga nelayan Indonesia yakni Hamdan bin Salim, Subande Satto, dan Sudarlan Samansung juga pernah diculik kelompok bersenjata Abu Sayyaf ketika berlayar di perairan Sabah.
Mereka kemudian dibawa ke hutan belantara Sulu, Filipina Selatan. Hingga akhirnya dibebaskan pada 14 September 2018.
Menurut data Kementerian Luar Negeri, setidaknya terdapat 26 nelayan warga negara Indonesia yang pernah ditawan kelompok bersenjata sejak 2016.
Dalam dokumen intelijen Filipina yang dilansir Rappler pada 2016, pemerintah Indonesia pernah membebaskan 17 nelayan yang disandera dengan uang tebusan sebesar Rp32,9 miliar.
Ihwal inilah yang lantas dinilai menjadi pendorong kelompok bersenjata kerap menculik warga negara asing.
Evaluasi kerja sama
Sementara itu, Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Abdul Kharis Almasyhari, saat diminta komentarnya menyatakan, pemerintah harus melakukan segala upaya dan serius agar nelayan yang diculik bisa segera bebas.
Dia juga meminta pemerintah segera mengevaluasi perjanjian yang telah dibuat Indonesia dengan Malaysia dan Filipina tentang patroli pengamanan di perairan perbatasan.
"Karena, kok bisa terjadi lagi (penculikan)?" ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera tersebut.
"Lakukan penyelidikan, di mana titik lemahnya."
Kesepakatan patroli bersama antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina diluncurkan pada Juni tahun lalu.